If I Be With You

275 26 11
                                        


Radang selaput otak?

Setetes cairan bening lolos dari mata Gaizka.

Seorang gadis cantik kini mempertaruhkan hidupnya di dalam ruangan yang menguji ketegaran setiap orang.

Bagaimana bisa dia merahasiakannya selama ini? Bagaimana aku tidak memperhatikannya? Aku memang bodoh. Tapi aku sadar, aku diciptakan sebagai lelaki; makhluk yang paling tidak peka diantara ketidakjujuran perempuan, tengkar Gaizka dengan batinnya.

Bahkan seorang sahabat yang paling dipercayainya tidak berkata jujur, tidak berbagi cerita tentang cobaan ini.

Tapi ... apa dia sudah jujur akan dirinya sendiri?

FLASHBACK: ON

"Ka, aku baru putus!"

Gaizka tersentak saat sepasang tangan putih nan lembut memeluk lehernya bahagia. Gaizka hanya bisa menggelengkan kepalanya. Sahabatnya ini memang aneh kalau masalah putus.

"Kenapa gak nangis?" tanyanya basa-basi. Zefanya--sahabatnya--sudah duduk dan bersandar di dada bidang milik Gaizka.

Merasakan tangan besar membelai rambutnya, Fanya menutup mata, "Kenapa harus nangis? Setidaknya masih ada kamu yang selalu jaga dan sayang sama aku. Useless juga nangisin orang yang udah jelas cuma main-main sama dramanya. Mereka ini yang bakal dapat karma."

Senyuman tipis tercetak di wajah mulus Gaizka, setidaknya masih ada aku.

Keheningan kembali tercipta. Bukan karena rasa canggung, tetapi rasa nyaman yang menyelimuti mereka. Tidak dari keduanya, berpikir untuk menghentikannya.

Merasa cukup, Fanya mengangkat wajahnya, "Ka, besok aku mau nonton pertandingan terakhir kamu ya." Memandang mata hitam legam didepannya itu, Fanya melanjutkan kalimatnya, "Gak mau tau, kamu harus menang buat aku!"

"Tenang aja cantik. Kapan sih seorang Gaizka yang ganteng ini kalah?"tanyanya sengaja meledek.

"Ih dasar!"

"Dasar-dasar begitu tetap sayangkan sama aku ini?"

Pipi Fanya memerah. Bagaimanapun ia tidak boleh sampai salah mengerti tentang ini, "Tentu dong! Kamu kan sahabat aku yang paling-paling dari yang terpaling-paling."

Tersenyum pahit, Gaizka mengacak rambut Fanya sayang, ya benar, sahabat.

Dan mungkin benar terakhir, meskipun aku tidak tau mengapa aku begitu yakin, tambahnya dalam hati.

***

Siang ini, Fanya pergi diantar supirnya. Perdebatan bersama orang tuanya kemarin tidak dapat menghentikan niat Fanya untuk datang. Akhirnya, orang tua Fanya mengalah dengan catatan, Fanya harus pergi bersama sopirnya.

Yang membuat Fanya risih ialah payung besar berwarna putih yang dibawa sopirnya yang digunakan untuk melindunginya dari sinar matahari. Salah satu alasan dari papanya karena pertandingan diadakan di lapangan outdoor Basketball sekolah.

"Pak, Bapak tunggu aja di warteg sebelah tadi. Nanti kalau sudah saya telepon." Fanya sangat tahu kalau Pak Supri, sopirnya, tidak begitu suka dengan suasana berdesakan yang di penuhi oleh para anak muda.

"Tidak non, saya akan terus menjaga non Fanya seperti yang diperintahkan," tegas Pak Supri.

"Pak, percaya deh. Kalo ada apa-apa langsung saya telpon. Lagian saya bakalan duduk sama temen-temen saya. Janji deh gak panas-panasan," sergah Fanya saat dia teringat dengan payung putih itu.

"Tapi non...."

"Pak...." potong Fanya cepat mendengar protesan dari sopirnya.

Dengan berat hati, Pak Supri berjalan meninggalkan Fanya saat melihat anak tuannya itu bertemu dengan teman-temannya.

(If) I Be With You [1/1]Where stories live. Discover now