"Teruslah seperti itu."
"Apa?"
"Tersenyum. Belakangan ini kau selalu sedih."
"Bagaimana kau tau kalau aku sering menangisimu?"
"Kenapa kau.. menangisiku?"
"Karena kau menghilang dari pandanganku. Kau pergi dan aku sendiri."
Benar. Jaehyun saat ini sedang menahan air matanya mati-matian agar tidak tumpah. Ia jelas tahu apa yang Chaeyeon selama ini lakukan saat dirinya tak ada.
Gadis itu akan menangis semalaman, lalu akan berakhir masuk rumah sakit karena trombositnya menurun akibat bergadang. Lalu setelah sembuh, perempuan itu akan mencoba untuk melakukan pencobaan bunuh diri.
Tidak! Jaehyun sudah mengorbankan jiwanya hanya untuk menyelamatkam Chaeyeon. Mana mungkin ia akan membuat gadis itu berpikiran untuk mati lagi?
"Jung Jaehyun."
"Hm?"
"Kalau kau menghilang, kau harus mengajakku."
"Apa maksudmu?"
"Hanya ini permintaanku. Kalau sebelumnya kehilanganmu adalah sebuah mimpi, maka kalau kenyataannya kau masih ada disini dan akan menghilang, tolong bawa aku."
"Eihh jangan berpikiran yang macam-macam. Aku ada disini dan tidak akan kemana-mana, Chaeyeon. Mimpi buruk itu jangan kamu pikirin lagi."
"Tapi semuanya nyata, Jaehyun. Justru kehadiranmu saat ini yang tidak nyata."
"Sepertinya aku harus membawamu ke psikolog. Ternyata menjadi orang yang jenius membuat otakmu rusak ya?" Guyonnya, berharap Chaeyeon tidak lagi membahas hal seperti itu.
"Tunggu sampai aku tertidur ya."
"Iya. Aku tetap disini sampai kau tidur."
Chaeyeon merapatkan tubuhnya pada Jaehyun, mencari kehangatan pada tubuh lelaki itu sambil mengepalkan tangan menjadi satu agar menjadi pembatas antara tubuhnya dan lengan lelaki itu.
"Tidur dengan lelap, Jung Chaeyeon."
=Bucket List=
"Dimana Jaehyun?"
"Pulang." Ujar Hyunji—Ibunda Chaeyeon yang sibuk membuat sarapan roti isi untuk putri kesayangannya.
"Kenapa?"
"Apa maksudnya 'kenapa'? Jaehyun kan punya rumah, Chaeyeon."
"Mama kan tahu keluarga Jaehyun tidak bisa disebut 'rumah' kalau isinya orang-orang tidak berperikemanusiaan begitu."
"Ssst tidak boleh seperti itu, sayang. Setiap orang tua mendidik anaknya dengan cara yang berbeda-beda. Tidak bisa disama ratakan. Mungkin dengan cara yang seperti itu, justru lebih cepat membentuk jati diri pria dewasa untuk anaknya sendiri."
"Jati diri? Huh," Chaeyeon mendelik. "Chaeyeon kalau jadi Jaehyun bukannya membentuk jati diri, tapi bunuh diri."
"Hush Chaeyeon!"
"Mama tahu tidak kalau Jaehyun kadang minum obat penenang saat dia sedang panik?"
"Tahu. Tapi mama tidak mau membahas hal yang seharusnya tidak dibahas." Hyunji memberikan piring berisi sandwich dan susu kehadapan Chaeyeon. "Ada kalanya kita lebih baik diam dibanding banyak bicara. Kau tahu? Mama tidak pernah sama sekali membahas tentang orang tua Jaehyun dihadapan dia. Menjaga perasaan seseorang adalah yang paling utama. Mama yakin Jaehyun akan mengerti kalau hal yang dilakukan kedua orang tuanya itu adalah yang terbaik untuknya."
Part Dua
Start from the beginning
