#24 : She Knows

4.4K 412 8
                                    

Malam ini, di meja makan, tampak semua anggota keluarga Styles berkumpul. Hal yang sangat langka. Namun, tak ada percakapan yang terdengar. Semuanya diam dan memilih fokus untuk memakan menu makan malam mereka tanpa menimbulkan banyak suara.

Begitupun dengan Taylor. Bedanya, Taylor memakan menu makannya, sesekali sambil melirik ke sekelilingnya. Taylor menatap ke arah Adam yang memar. Sejujurnya, Taylor kasihan pada Adam tapi, dilain sisi, Taylor sedang tidak ingin memarahi Harry. Taylor tahu, tekanan apa saja yang Harry dapatkan akhir-akhir ini.

Taylor menghela nafas dan meletakkan satu tangannya di atas paha. Tangan Taylor yang lain digunakan untuk mengambil makanan dengan sumpit. Saat Taylor hendak kembali mengangkat tangannya ke atas meja, Taylor dapat merasakan tangan seseorang yang menggenggamnya erat. Taylor menoleh dan mendapati Harry yang tengah menyeruput minumannya. Taylor tersenyum dan balas menggenggam tangan tersebut.

Tak lama kemudian, semuanya tampak selesai menghabiskan menu makan malam mereka. Suasana sepi dipecahkan oleh Grandma yang berdeham dan sukses menjadi pusat perhatian semuanya.

"Ada beberapa hal yang ingin kusampaikan pada kalian." ujar Grandma, setelah mendapat perhatian dari semuanya. Grandma menarik nafas dan menghelanya perlahan. Tatapan Grandma teralihkan kepada Adam, yang duduk tak jauh darinya. Kemudian, tatapan Grandma teralihkan kepada Harry yang sudah melepaskan tangannya dari tangan Taylor.

"Harry, aku cukup kecewa dengan kejadian akhir-akhir ini, yang kau timbulkan. Jika saja Taylor tidak tengah mengandung calon pewaris Styles Enterprise, mungkin kau sudah kuusir dan tak kuanggap sebagai bagian dari keluarga Styles lagi." Harry mengangguk pasrah. Taylor melirik Harry sekilas sebelum kembali fokus menatap Grandma.

Grandma kembali beralih kepada Adam. "Oleh karena itu, untuk sementara, aku memutuskan untuk membagi dua posisi CEO di Styles Enterprise. Harry tetap menjadi CEO utama tapi, aku ingin Adam juga menjadi CEO." Harry membulatkan matanya menatap sang nenek, kemudian menatap sinis ke arah Adam yang terlihat tak kalah terkejutnya.

"Grandma..." Adam hendak berucap namun, Grandma memotongnya. "Adam, kau seorang Styles. Aku merasa tak adil jika hanya memberikan jabatan kepada Harry. Oleh karena itu, aku ingin Adam juga terlibat dalam kegiatan di Styles Enterprise." Grandma menatap lurus ke depan.

"Aku tahu mungkin Adam belum begitu mengetahui banyak tentang bisnis, Harry, kau harus membantunya. Oleh karena itu, aku ingin kau memecat asisten pribadi murahanmu itu dan mungkin, untuk sementara Adam akan menggantikannya, sampai Adam paham tentang apa yang harus dia lakukan."

Harry diam. Sebenarnya, ingin sekali Harry protes tapi, rasanya sangat mustahil untuk memprotes keputusan yang sudah di buat oleh Grandma-nya itu.

"Kalian mengerti?" Grandma menatap Harry dan Adam bergantian. Akhirnya, mau tak mau, keduanya menganggukkan kepala.

*****

"Harry,"

Taylor berdiri dan berjalan menghampiri Harry yang tampak baru memasuki kamar mereka, setelah pergi entah ke mana setelah makan malam. Harry tersenyum dan menarik Taylor masuk ke dalam pelukannya. Harry mengecup singkat puncak kepala Taylor sambil berkata, "Kenapa tidak tidur duluan?"

Taylor menarik diri dari Harry. "Aku menunggumu. Dari mana saja kau?" tanya Taylor. Harry merangkul Taylor. Keduanya duduk berdampingan di tepi ranjang.

Harry merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah amplop. Harry menyerahkan amplop tersebut kepada Taylor sambil berkata, "Aku sudah memesankan tiket keberangkatan tujuan Nashville untukmu. Aku ingin kau tinggal di sana sementara."

Taylor membulatkan matanya. "Ke-kenapa aku harus tinggal di sana?" tanya Taylor, terlihat terkejut.

"Karena aku tak mau melibatkanmu dalam urusanku sekarang. Aku hanya ingin memastikan jika kau tidak terlalu stress di sini karena banyaknya masalah yang datang." Harry menjelaskan. Taylor menggeleng. "Urusanmu adalah urusanku. Masalahmu adalah masalahku. Aku istrimu, ingat?" Taylor memperingatkan.

Harry menggeleng. "Taylor, kau tak mengerti maksudku. Kumohon, bertahanlah di sana, sampai aku menjemputmu. Doakan supaya semuanya berjalan lancar. Aku hanya ingin mengungkap semuanya." Tangan Harry menangkup wajah Taylor, menatap dalam ke iris biru cerah tersebut.

"Aku mencintaimu, okay? Semuanya akan baik-baik saja. Aku berjanji." Mendengar ucapan Harry tersebut, Taylor diam sejenak sebelum menganggukkan kepala pasrah.

*****

Harry tidak mengantarkan Taylor ke bandara. Yang ada, malah Adam yang dengan senang hati mengantarkan Taylor. Untuk alasan, Taylor sempat berkata kepada Anne dan Grandma jika dia ingin menenangkan diri di Nashville, semua untuk masa depan anaknya kelak. Awalnya, Anne dan Grandma tak mengizinkan dan mengatakan jika Taylor seharusnya menyelesaikan masalahnya dengan Harry dengan cepat tapi, Taylor berhasil membujuk mereka.

Tak ada yang tahu jika hubungan Harry dan Taylor sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Harry dan Taylor memang sengaja merahasiakannya. Di hadapan banyak orang, Harry dan Taylor pasti akan terlihat seperti saling mendiamkan satu sama lain. Hawa tak bersahabat selalu terasa. Tapi, jika sepi? Mereka bisa menjadi sangat dekat.

Adam menghentikan mobilnya tepat di depan bandara. Adam menahan nafas sebelum berbalik menatap Taylor. "Kau serius akan pergi?" tanya Adam, mengulangi pertanyaan yang sudah tak tahu berapa kali dia tanyakan.

Taylor terkekeh dan menganggukkan kepala. "Ya. Bukankah aku sudah mengatakannya berkali-kali?" Adam tersenyum dipaksakan.

Taylor melepaskan sabuk pengamannya, begitupun Adam. Adam ke luar dari mobil terlebih dahulu dan membuka bagasi mobilnya, mengeluarkan koper merah milik Taylor. "Kau tahu, Tay, kau tidak seharusnya pergi. Aku tak punya teman bicara lain di rumah selain kau," ujar Adam, meletakkan koper itu di samping Taylor.

"Kalau begitu, ajak bicara yang lain. Ada cukup banyak orang di sana," kata Taylor.

Adam menghela nafas dan mengangguk. "Walaupun begitu, kau tahu jika aku hanya bicara denganmu. Yang lain bersikap dingin padaku. Hanya kau yang ramah." Taylor terkekeh mendengar ucapan Adam.

"Jika alasanmu pergi karena Harry well, menurutku, hubunganmu dan Harry hanya akan memburuk. Kau seharusnya bertahan dan memperjuangkan hubungan kalian, bukan lari seperti ini," ucapan Adam itu membuat Taylor diam sejenak. Taylor memejamkan mata dan mengangguk. "Aku mengerti. Tapi, aku harus pergi."

"Apa Harry tahu tentang kepergianmu? Maksudku, jika dia tahu, dia pasti akan bersikeras menahanmu dan jikapun dia gagal, dia pasti akan memaksa agar dapat mengantarmu ke bandara." Taylor kembali diam. Adam benar-benar memperhatikan sampai sedetail itu?

Taylor kembali memejamkan mata sekilas. "Dia akan segera mengetahuinya."

Mata Adam membulat. "Jadi, kau tidak—belum memberitahunya? Astaga, apa kau tak takut dengan berbagai hal nekat yang akan di...." belum sempat Adam melanjutkan ucapannya, Adam melemas saat sebuah tangan menggenggam erat tangannya. Adam menunduk dan mendapati tangan Taylor yang menggenggam tangannya erat.

"Adam, terima kasih banyak atas segalanya. Aku yakin, kau adalah pria baik-baik," mendengar ucapan Taylor tersebut, Adam membeku. Taylor melepaskan genggaman tangannya dan meraih gagang kopernya. Taylor menarik nafas dan tersenyum tulus kepada Adam. "Sampai bertemu lagi," Taylor melambaikan tangan dan berbalik, berjalan memasuki bandara.

Namun, baru beberapa langkah, Taylor sempat menoleh dan tersenyum lagi kepada Adam. "Aku percaya padamu. Jaga Harry untukku?" Adam lagi-lagi hanya diam membeku. Tanpa menunggu balasan dari Adam, Taylor berbalik dan berjalan memasuki bandara.

Lagi, Taylor sempat menghentikan langkahnya dan menoleh. Tapi, kali ini, dia tidak menoleh kepada Adam. Taylor dapat melihat cukup jelas kehadiran pria yang mengenakan setelan jas dan kemeja putih berdasi merah dan juga kacamata lensa hitam yang menutupi mata indahnya, tengah menatap ke arahnya. Taylor tersenyum dan melambaikan tangan cepat, sebelum berjalan lebih cepat memasuki bandara.

Adam seperti tak menyadari hal itu. Adam masih diam membeku, dengan kepala yang tertunduk. Matanya membulat. Jantungnya berpacu lebih cepat.

"Dia tahu,"

Suara Adam terdengar seperti desisan. Adam berdecak sebelum berbalik dan masuk kembali ke dalam mobil. Adam melajukan mobilnya dengan cepat, menjauhi area bandara.

Adam tak tahu, jika bukan hanya dia yang mengantar Taylor ke bandara. Harry Styles juga turut serta mengantar sang istri ke bandara walaupun, harus sembunyi-sembunyi sambil mengumpat berkali-kali saat melihat kedekatan Adam dan istrinya.

No Control 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang