#2 : New Assistant

6.7K 548 16
                                    

"Terima kasih,"

Gadis berambut kecokelatan itu berkata kepada salah satu karyawan Harry yang meletakkan gelas minuman tepat di meja di hadapannya. Sedangkan Harry, hanya diam dan mengisyaratkan agar karyawan itu pergi, meninggalkan Harry bersama gadis berambut kecokelatan tersebut, di ruang tamu Styles Enterprise.

"Jadi, apa yang kau inginkan?" Harry bertanya, tanpa berbasa-basi seraya meraih gelas berisikan kopi hangat miliknya. Gadis itu melakukan hal yang sama. Gadis itu menyeruput perlahan kopi miliknya sebelum menjawab pertanyaan Harry, "Aku melamar menjadi asisten pribadimu."

Harry mengernyitkan dahi dan meletakkan gelas di atas meja. "Kau bercanda?" tanya Harry. Gadis itu menggeleng. "Tentu saja tidak, Harry. Aku benar-benar butuh pekerjaan saat ini." Jawab gadis itu, serius.

"Bukankah kau sudah memiliki pekerjaan?" tanya Harry. Gadis itu menggeleng lagi. "Aku punya pekerjaan beberapa bulan lalu. Sekarang tidak. Aku ke luar dari perusahaan itu. Makanya, di sinilah aku sekarang." ujar gadis itu. Harry diam dan menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa yang dia duduki.

"Aku tak yakin, aku akan menerimamu atau tidak, Emily. Maksudku, kau sahabatku dan aku tahu jelas bagaimana cara kerjamu." Harry melipat tangannya di depan dada, tatapannya fokus kepada gadis bernama Emily Thompson tersebut.

Emily memutar bola matanya. "Apa-apaan? Kenapa kau sangat menyebalkan? Jadi, kau tak mau menerimaku, setelah aku jauh-jauh datang dari Chesire? Oh, baiklah." Emily ikut menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa, menatap kesal ke arah Harry.

Tak lama kemudian, ekspresi serius Harry meluntur. Harry tertawa kecil sebelum berkata, "Aku mana mungkin menolakmu, Em. Well, selamat datang di Styles Enterprise." Senyuman lebar muncul di bibir Emily saat Harry mengucapkan kalimat itu.

*****

Taylor duduk menunggu di ruang tamu. Sesekali, dia melihat ke arah jam yang tergantung di dinding. Sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Seharusnya, Harry sudah sampai di rumah sekarang. Tapi, dia tak datang juga.

Taylor sudah selesai memasak makan malam untuknya dan Harry sejak beberapa menit yang lalu. Taylor tahu, rasa masakannya pasti akan berubah saat sudah dingin tapi, mau bagaimana lagi? Taylor tak bisa makan tanpa Harry. Taylor harus makan malam bersama Harry.

Lima belas menit berlalu dan akhirnya, terdengar suara deru mobil yang Taylor sangat kenali. Taylor tersenyum lebar sebelum berjalan menuju ke pintu dan membukakan pintu tersebut. Harry memarkirkan mobil di garasi dengan pintu otomatis miliknya, sebelum berjalan ke luar dan menghampiri Taylor yang sudah menunggunya di teras.

Harry langsung menarik Taylor dalam pelukannya dan mengecup puncak kepala wanita tersebut.

"Aku merindukanmu," ujar Harry yang membuat Taylor terkekeh sebelum melingkarkan tangannya di pinggang Harry. "Kita belum sehari tidak bertemu, Bodoh,"ujar Taylor. Harry tersenyum lebar dan melingkarkan lengannya di pundak Taylor. Keduanya mulai berjalan memasuki rumah megah yang hanya ditempati oleh mereka berdua.

"Aku memasak masakan Jepang hari ini. Bagaimana menurutmu?" tanya Taylor, setelah menjauhkan diri dari Harry yang tengah melepas jas hitamnya. Harry meletakkan jas itu di atas sofa di ruang tengah. "Aku suka masakan apapun yang kau masak, Babe. Bisakah kita makan sekarang?" tanya Harry balik, bersemangat.

"Apa kau tak mau mandi terlebih dahulu? Aku akan menyiapkan air hangat jika kau mau." tanya Taylor meraih jas hitam Harry dari atas sofa. Harry menggeleng dan berjalan mendekati Taylor.

"Aku lapar sekarang. Aku akan mandi setelah makan dan setelah itu, kita bisa melanjutkan acara kita yang tertunda tadi pagi," ujar Harry. Taylor mengangkat satu alisnya. "Aku tak merasa menunda apapun. Jadi, apa yang harus dilanjutkan?" tanya Taylor, menggoda Harry.

Harry memutar bola matanya sebelum menarik pinggang Taylor, sampai tubuh Taylor menabrak tubuh kekar Harry. Harry melingkarkan erat tangannya di pinggang Taylor. Taylor mendongakkan kepala dan mendapati seringaian muncul di bibir Harry. Belum sempat Taylor berujar atau melakukan apapun untuk melepaskan diri dari Harry, bibir Harry sudah menyentuh bibir Taylor dengan lembut.

Taylor menahan nafas saat Harry menghisap bibirnya dan sebelum sempat Harry melakukan sesuatu yang lebih, Taylor mendorong pria tersebut dan mundur menjauhi Harry.

"Kau bilang, kau lapar."Taylor melipat tangannya di depan dada.

Harry terkekeh. "Tentu saja aku lapar dan kau akan menjadi santapan makan malamku yang spesial. Malam ini."Harry mengedipkan satu matanya, dengan seksi, sebelum berjalan mendekati Taylor dan menarik lembut tangan gadis itu. Keduanya berjalan menuju ke ruang makan.

*****

Selesai makan malam, Harry dan Taylor duduk berdua di sofa, menonton televisi. Taylor duduk menyandarkan kepalanya di pundak Harry sedangkan, Harry duduk tegak dengan tangan kanan yang berada di pundak Taylor.

"Harry," Taylor memanggil Harry yang terlihat sangat asyik menonton televisi. Yang Harry tonton adalah salah satu acara pencarian bakat yang cukup terkenal di Inggris, The X-Factor.

"Ya?" Harry mengalihkan perhatiannya, dari televisi ke Taylor.

Taylor mengangkat kepalanya dari pundak Harry dan mengubah posisi tubuhnya, menghadap Harry.

"Apa aku boleh bekerja di Styles Enterprise lagi? Aku bosan di rumah, tak melakukan apapun. Kau tahu sendiri, aku paling tidak bisa diam saja." Taylor menjelaskan maksudnya.

"Bekerja, ya? Bukankah kita sudah membuat perjanjian, sebelum menikah? Aku yang menjadi pencari nafkah, untuk kau dan aku. Jadi, kau tak perlu repot-repot bekerja." ujar Harry.

"Harry, sungguh. Aku akan profesional. Aku janji. Aku akan bekerja dengan baik, seperti dulu. Aku tak akan mencampur adukkan urusan rumah tangga kita, dengan pekerjaan." Taylor berujar sungguh-sungguh, berusaha meyakinkan Harry. Harry menghela nafas dan memberi Taylor senyuman teduhnya.

Tangan kekar Harry bergerak meraih pundak kanan Taylor dan menarik gadis itu agar meletakkan kepalanya kembali di pundak Harry. Taylor tak menolak. Harry mengelus lembut rambut Taylor.

"Tay, lebih dari dua tahun aku mengenalmu dan aku tahu kau sangat profesional. Hanya saja, maaf, bukan tak mengizinkanmu bekerja lagi di Styles Enterprise. Tapi, benar-benar tak ada lowongan kosong di sana. Hari ini, sudah datang karyawan-karyawan baru." Harry menjelaskan.

"Termasuk menjadi asisten pribadimu?" tanya Taylor. Harry menganggukkan kepala.

"Siapa yang menjadi penggantiku?" tanya Taylor lagi. Harry terkekeh. "Tay, Tay, Tay. Mana mungkin ada yang menggantikan posisimu? Come on, semua orang di dunia tahu jika kau tak tergantikan." Taylor memutar bola matanya dan kembali mengangkat kepalanya dari pundak Harry. Taylor meraih bantal yang berada di sofa tersebut dan memukul kepala Harry dengan bantal itu. Harry bukannya menghindar malah asyik tertawa.

Taylor cemberut. "Kau menyebalkan!"

"Tapi, kau mencintai orang yang menyebalkan sepertiku, kan?" Harry kembali tertawa. Taylor memutar bola matanya dan memeluk bantal tersebut. "Sudahlah. Aku sedang malas berdebat denganmu. Kau egois. Tak pernah mau mengalah."

Harry berhenti tertawa mendengar ucapan Taylor tersebut. "Hei-hei, aku hanya bercanda. Baiklah, aku memang sudah mendapatkan asisten pribadi yang baru. Dia sahabat lamaku. Tapi, Taylor, apapun yang terjadi," Harry meraih tangan Taylor dan menggenggamnya erat. "Kau akan tetap menjadi satu-satunya asisten pribadiku yang mampu menarik perhatianku." Senyuman muncul di bibir Taylor.

Harry ikut tersenyum. "Aku senang melihatmu tersenyum." Ujar Harry.

"Oh, ya?" Taylor bertanya tak yakin.

Harry mengangguk mantap. "Tentu saja, Babe. Ah, ya, jadi, apa kita bisa melanjutkan acara tadi pagi sekarang?" Taylor berdecak saat Harry menanyakan hal tersebut kepadanya. "Kau lelah, kan? Bukankah lebih baik jika kita tidur dan beristirahat, mengingat besok kau harus kembali bekerja dari pagi hingga malam?"

Harry mengerucutkan bibirnya. "Justru karena besok aku bekerja, aku butuh sesuatu yang dapat meningkatkan semangatku besok." Harry beralasan. Taylor kembali menggeleng sebelum bangkit berdiri dari sofa. "Aku juga sangat lelah hari ini. Gemma membawaku ke berbagai tempat hanya untuk belanja."

Harry menghela nafas pasrah dan bangkit berdiri. "Baiklah, baiklah. Aku tak akan memaksamu. Ayo, ke kamar." Harry merangkul Taylor, setelah mematikan televisi yang tadi di tontonnya. Keduanya melangkah menuju kamar.

No Control 2Where stories live. Discover now