#16 : Hospital

4.5K 426 18
                                    

Taylor berjalan cepat melewati beberapa orang pengunjung rumah sakit, bersama Grandma, sampai akhirnya mereka dapat melihat Harry dan Anne yang duduk di kursi di depan ruang gawat darurat.

Taylor memperlambat langkahnya sesampainya di sana. Harry duduk dengan mata yang tertuju ke lantai. Tatapannya sangat hampa. Dia mengenakan kemeja putih dan kemeja putih itu kotor oleh darah Gemma. Harry kelihatan sangat kacau, begitupun Anne.

Perlahan namun pasti, Taylor mendekati Harry. Taylor duduk di samping Harry, meraih tangan Harry yang ada di atas pahanya. Taylor menggenggam erat tangan Harry, membuat Harry menoleh kepadanya.

"Gemma pasti akan baik-baik saja. Dia sangat kuat. Tuhan pasti melindunginya," ujar Taylor, tersenyum tipis.

Harry balas tersenyum tipis dan menggenggam erat tangan Taylor. Harry menarik Taylor mendekat ke arahnya, menyandarkan dagu Harry di pundak Taylor sambil berkata, "Aku takut, Tay. Aku takut terjadi sesuatu dengannya. Gemma... Gemma satu-satunya saudara yang kumiliki."

"Harry, tak akan ada terjadi sesuatu yang buruk padanya. Percayalah. Gemma kuat. Yang harus kita lakukan sekarang adalah mendoakan yang terbaik untuknya." Ucapan Taylor membuat Harry diam sejenak.

"Aku adiknya, Tay. Aku seorang pria. Dulu, aku sudah berjanji pada Dad jika apapun yang terjadi, tugasku selain meneruskan cita-cita Dad adalah menjaga Mom dan Gemma. Lihat sekarang. Aku gagal. Aku tak bisa menjaga Gemma. Aku membuat Mom bersedih." Taylor dapat mendengar getaran di suara Harry. Harry pasti menahan diri untuk tidak menangis.

"Apa kau akan menangis? Jika Gemma tahu, dia pasti akan menertawakanmu," Taylor terkekeh, berusaha mencairkan suasana. Harry melepas pelukannya dan ikut terkekeh seraya mengusap matanya yang berair.

"Aku tidak menangis! Mana mungkin aku menangis." ujar Harry. Taylor tertawa kecil. Harry tersenyum. Hanya Taylor yang bisa menenangkan hatinya di saat-saat seperti ini. Harry sangat beruntung memiliki Taylor.

"Harry, Taylor,"

Harry dan Taylor menoleh saat mendengar Grandma memanggil nama mereka. Grandma tersenyum tipis. "Pulanglah dan beristirahat. Kalian belum lama tiba di Chesire dan sudah harus pergi ke sini."

Harry menggeleng. "Aku baik-baik saja, Grandma. Aku akan menunggu sampai Gemma sadar." Harry bersikekeuh.

Grandma memicingkan matanya. "Tidak, kalian harus pulang dan istirahat. Datanglah kembali nanti malam. Biar di sini, aku dan Anne yang berjaga, sambil menunggu Adam datang."

Mata Harry membulat saat mendengar nama Adam di sebutkan oleh sang nenek. "Adam? Yang benar saja! Grandma bercanda? Mana mungkin aku mau meninggalkan kalian bersama dengan pemuda itu!" Nada Harry menaik, Taylor meraih lengan Harry, mengelusnya perlahan sambil berkata, "Tenanglah. Jangan berburuk sangka terlebih dahulu."

Grandma memejamkan mata singkat sebelum menatap Harry tajam. "Harry, dengarkan. Aku percaya pada Adam. Aku yang membesarkannya hingga sekarang. Jadi, tak perlu cemas. Hanya karena pertikaianmu dan Adam, bukan berarti kau melibatkan seluruh keluarga dalam masalah ini."

"Tapi, Grandma..."

"Tidak ada tapi-tapian, Harry. Sekarang, pulang dan istirahatlah. Apa kau tak kasihan dengan istrimu? Dia pasti sangat lelah dan ingin beristirahat sedari tadi," Grandma menatap Taylor lembut, Taylor menundukkan kepalanya.

Harry menghela nafas dan mengangguk pasrah. Harry bangkit berdiri dan meraih tangan Taylor yang juga ikut berdiri.

"Baiklah. Kami berdua pamit. Jangan lupa hubungi aku jika dokter selesai memeriksa Gemma." Ujar Harry.

No Control 2Where stories live. Discover now