🪷Realita Cinta🪷
.
.
.
.
.
48
Dokter yang menangani Chika akhirnya keluar dari ruang perawatan. Wajahnya tenang, tapi serius. Zean, Bunda Shani, Grachyla dan Nino langsung berdiri menyambut, penuh kecemasan.
“Bagaimana keadaan istri saya, Dok?” tanya Zean cepat-cepat, tak sabar menahan cemas.
Dokter menatap mereka sejenak lalu berkata pelan, “Syukurlah, kondisi Chika sekarang sudah lebih stabil. Tapi, ada sesuatu yang perlu saya sampaikan.”
Mereka semua menahan napas.
“Saat kami lakukan pemeriksaan lebih lanjut tadi, ternyata... Chika sedang mengandung. Usia kehamilannya sudah berkisar sekitar tiga minggu.”
Mata Zean membelalak. “H-hamil, Dok?”
Bunda Shani spontan menutup mulutnya dengan tangan, kaget tapi matanya langsung berkaca-kaca. Grachyla terdiam, tak menyangka di tengah duka ini, datang kabar yang seharusnya membahagiakan.
Namun sebelum ada yang sempat bicara lebih lanjut, Bunda Shani buru-buru bertanya, “Tapi tadi menantu saya pendarahan, Dok... Kandungannya baik-baik saja, kan?”
Dokter menghela napas. “Sayangnya, saya harus bilang bahwa kondisi kehamilannya cukup rentan. Dari gejala dan hasil awal, kemungkinan besar tubuh si ibu mengalami stres berat dan asupan gizinya tidak stabil selama beberapa waktu. Dan itu sangat mempengaruhi janin.”
Zean menunduk, rahangnya mengeras. Perasaan campur aduk. Senang karena Chika hamil, tapi takut karena keadaan bayinya belum pasti.
“Saya sarankan,” lanjut sang dokter, “untuk sekarang Chika harus benar-benar bedrest total. Jangan terlalu banyak bergerak atau stres. Ini masa-masa kritis. Kita harus bantu tubuhnya menyesuaikan dan memulihkan diri secara perlahan. Kalau bisa, dampingi dia secara penuh... jangan biarkan dia sendiri.”
Bunda mengangguk cepat, suaranya bergetar. “Baik, Dok. Kami akan jaga dia sebaik mungkin...”
Zean menarik napas dalam-dalam. Matanya menatap pintu ruang rawat dengan begitu dalam, seolah sedang bicara pada dirinya sendiri, “Aku nggak akan biarin kamu sendirian, Sayang. Aku janji, kamu dan anak kita… akan selamat. Akan baik-baik aja.”
...................🪷...................
Ruang perawatan itu terasa hangat. Lampu tak begitu terang, hanya suara alat-alat medis yang masih menyala menemani mereka. Chika masih terlelap di ranjang, wajahnya pucat, tubuhnya terlihat lemah. Zean duduk tak jauh darinya, menggenggam tangan istrinya erat—seolah ia takut Chika menghilang kalau sedikit saja dilepaskan.
Bunda Shani mendekat perlahan. Ia baru saja kembali dari kantin rumah sakit untuk membeli beberapa barang, memastikan Zean tidak perlu pergi kemana-mana. Tapi begitu ia melihat sorot mata anak lelakinya yang berkaca, ia tahu... hatinya pasti sedang runtuh.
Zean berdiri mendekat ke arah ibunya. Ia menatap wajah Chika sesaat, lalu beralih menatap Bunda Shani.
“Bun…” suaranya lirih, nyaris seperti bisikan. “Peluk aku, boleh?”
Tanpa banyak tanya, Bunda Shani langsung merentangkan tangan dan menarik tubuh Zean ke dalam pelukannya.
Zean memeluk erat, seperti anak kecil yang baru saja kehilangan arah. Bahunya bergetar, dan air matanya akhirnya jatuh juga.
“Aku mau jadi ayah, bun...” ucap Zean sambil terisak pelan, masih dalam pelukan ibunya. “Jujur aku bingung harus seneng atau sedih... Keadaannya lagi kayak gini. Mama baru pergi, Chika belum sadar, dan anak kami bahkan belum tentu bisa bertahan.”
YOU ARE READING
Realita Cinta (END) | Segera Terbit
RomanceZean, aktor terkenal yang diam diam mengagumi Chika selama bertahun-tahun. Akhirnya mendapat kesempatan untuk mendekatinya. Satu tahun setelah pengkhianatan yang menghancurkan hati Chika, Zean datang dengan tawaran mengejutkan. Bagi Chika, cinta buk...
