Sore itu di apartemen, Savira duduk selonjoran di sofa, memainkan ponsel sambil sesekali memandangi perutnya yang masih rata. Raka, yang baru selesai rapat virtual, datang menghampiri sambil membawa segelas air putih.
"Minum dulu, sayang." kata Raka sambil tersenyum.
Savira menerima gelas itu, lalu memandang Raka dengan tatapan manja.
"Mas... aku boleh main ke apart-nya Kezia, nggak? Aku belum ngasih tau dia soal kabar kehamilan aku."
Raka memiringkan kepala, menutup laptopnya. "Berapa lama?" tanyanya sambil tersenyum kecil.
"Paling lama satu jam deh. Nggak lama, janji," ucap Savira cepat, sambil mengacungkan jari kelingkingnya. "Cuma mau cerita-cerita aja..."
Raka tertawa pelan, berdiri lalu duduk di samping Savira. Tangannya mengusap lembut rambut istrinya. "Boleh... tapi jangan lupa, jangan duduk kelamaan, dan pulangnya jangan terlalu malam, ya."
Savira tersenyum lega, menepuk tangan Raka yang ada di pahanya. "Siap, Mas."
Raka mencubit pelan pipi istrinya. "Hati-hati jalan ya. Dua pintu aja sih, tapi tetep pelan-pelan jalannya."
Savira bangkit perlahan, mengambil kardigan tipisnya. Sebelum keluar, ia menoleh, "Makasih ya, Mas..."
Raka tersenyum hangat. "Have fun, Sayang."
---
Kezia sudah duduk santai di sofa apartemennya, kaki dilipat, sesekali mengecek ponselnya.
Senyumnya tak hilang sejak siang tadi. Sejak pesan singkat dari Savira masuk: 'Kezia, aku main ke unit kamu ya, ada kabar bahagia.'
Sudah lama rasanya Kezia tidak melihat sahabatnya itu datang main. Biasanya Savira selalu menolak dengan alasan capek, sibuk, atau memang sedang malas keluar. Tapi hari ini, justru dia sendiri yang minta datang.
Kezia sudah merasa firasatnya tak salah. Selama beberapa minggu terakhir, mood Savira naik-turun, cepat lelah, kadang tiba-tiba mellow. Dan siapa lagi yang memperhatikan tanda-tanda itu selain sahabatnya sendiri?
Kezia berdiri, mondar-mandir sebentar sambil memeriksa meja kecil di ruang tamu. Dua gelas jus jeruk sudah siap, cemilan ringan tertata manis. Jam dinding menunjukkan pukul lima lebih sepuluh.
"Kok lama, sih," gumam Kezia sambil tersenyum geli. Padahal jarak mereka cuma dua unit saja, bahkan tak perlu naik lift.
Tepat ketika Kezia akan duduk kembali, suara bel terdengar dari pintu.
"Ah, akhirnya," bisiknya, lalu segera berjalan membuka.
Begitu pintu terbuka, yang pertama Kezia lihat adalah wajah Savira yang berbinar, senyumnya lebar, matanya berkilau seperti anak kecil yang membawa rahasia besar. Tanpa berkata apa-apa, Savira langsung memeluk Kezia erat.
"Ziaaa..." suaranya pelan, nyaris seperti bisikan, tapi penuh kehangatan.
Kezia terkekeh, memeluk balik. "Ya ampun, kamu kenapa sih, heboh banget?" katanya setengah menggoda. Saat Savira melepas pelukan, Kezia menatap wajah sahabatnya dengan mata menyipit curiga. "Jangan bilang tebakan aku bener, ya?"
Savira memanyunkan bibir, pipinya memerah. "Apaan sih... ketebak banget, ya?" katanya pelan.
Kezia tertawa, menarik tangannya masuk. "Cepetan sini, duduk! Aku udah siap teh, kamu cerita sekarang. Dari awal ya!"
Savira duduk di sofa, tangannya masih mencengkeram lengan Kezia. Sesekali dia menggigit bibir, wajahnya merah seperti habis dikejar rahasia besar.
"Aku... hamil, Kez," katanya akhirnya, nyaris berbisik. Tapi bagi Kezia, kalimat itu terdengar seperti terompet kemenangan.
"Aaaaaah, aku tau!" seru Kezia sambil menepuk tangan Savira. "Pantes aja kamu akhir-akhir ini moody banget. Nggak salah kan feeling aku!"
Savira tertawa, wajahnya berseri-seri. "Ya ampun, jangan bilang siapa-siapa dulu, ya... aku aja baru banget dari dokter tadi," katanya, matanya berbinar.
"Aman, aman! Rahasia kita berdua dulu," janji Kezia sambil mengunci jari kelingking mereka. Lalu dia meraih bantal sofa, memeluknya sambil berseru, "Tapi sumpah, aku ikut bahagia banget, Sav. Kamu bakal jadi ibu, keren!"
Obrolan pun berlanjut, tawa mereka mengisi ruangan. Kezia dengan senang hati mendengarkan Savira bercerita panjang-lebar. Dan Kezia, seperti biasa, memberi semangat, memeluknya, dan sesekali menggoda.
Tak lama kemudian, Kezia tiba-tiba bertepuk tangan. "Eh, gimana kalau kita live bareng? Udah lama nggak collab, kan? Santai aja, kayak dulu-dulu. Biar netizen makin penasaran, kita kode-kode dikit, ya?"
Savira mengerutkan kening, ragu. "Hmm... kode-kode aja, ya? Jangan langsung diumumin?"
Kezia mengangguk antusias. "Iya lah! Biar greget. Netizen kan suka tebak-tebakan. Kita tinggal senyum-senyum manis sambil kode-kode, nanti mereka ribut sendiri di komen."
Savira akhirnya mengangguk sambil tertawa. "Aduh, kamu emang paling jago bikin rusuh sosial media."
Setelah ngobrol sebentar, Kezia membuka aplikasi live dan mengarahkan kamera. "Gas, ya?"
"Gas!" jawab Savira antusias.
Live dimulai. Dalam hitungan detik, viewers sudah membludak. Kolom komentar langsung dipenuhi sapaan.
– Haiii Kezia, Savira!
– Cantik-cantik banget sih kalian!
– Kak Savira akhirnya main ke apart Kezia, seru banget!
Savira melambaikan tangan, senyumnya cerah. "Hai semuanya! Surprise live nih, kalian pasti nggak nyangka, kan?"
Kezia ikut tertawa. "Udah lama banget nggak live berdua ya, Sav?"
Savira mengiyakan. "Banget! Terakhir pas acara endorse itu, ingat nggak?"
"Yang kamu nyipratin saus ke baju aku?"
"Eh iya, ya ampun!" Savira ngakak sambil menutup mulut.
–Wah, bestie goals nih!
– Savira, Kezia cakep banget deh, beneran deh...
– Please spill tips cantiknya!
Obrolan berjalan santai. Kezia sibuk baca komentar netizen sambil ngakak, sementara Savira asyik ngunyah biskuit.
"Eh, Vi, jangan dihabisin itu biskuitnya!" goda Kezia.
"Aku lagi laper, jangan pelit!" jawab Savira sambil cemberut manja.
–Savira lagi dotan makan
–Eh iya, belakangan ini perhatiin pipi Savira makin cubby aja... wkwkwk
Savira buru-buru menegakkan badan, wajahnya agak merah. "Eh, ini tuh karena aku laper aja!" katanya panik.
Kezia cuma nyengir sambil mengedip ke kamera, bikin netizen makin heboh.
Beberapa menit kemudian, Kezia tanpa sadar nyeletuk sambil ngelus perut Savira, "Eh, hati-hati duduknya, jangan sembarangan dong, Vi. Jagain kand—"
Savira langsung menepuk tangan Kezia agak kencang, matanya melebar, "Ssst! Jangan gitu!" bisiknya.
Kezia langsung tutup mulut sambil ngakak, "Ups!"
Komentar makin rame:
– Waduh, Kezia nggak bisa jaga rahasia nih!
– Plis jangan bikin penasaran gini, kalian lucu banget!
– Ada yang mau di-share nggak, Kakak-Kakak?
Setelah satu jam live penuh tawa, mereka akhirnya mengucapkan pamit. Savira melambaikan tangan dengan senyum merekah, sementara Kezia menambahkan, "Thank you semua! Sampai ketemu lagi yaa, love you!"
Begitu live dimatikan, Savira langsung ambruk ke sandaran sofa Kezia. "Astaga, jantungku mau copot, Kez!" katanya sambil menutup wajah dengan bantal.
Kezia ngakak, menepuk-nepuk punggungnya. "Santai, Vir, netizen udah pinter baca kode sekarang."
Savira mengintip dari balik bantal. "Aku takut banget Raka marah, padahal aku udah janji nggak blunder."
Kezia melirik jahil, "Yakin dia marah? Kayaknya dia lagi nonton sambil ngakak deh."
----
Setelah Savira pulang, suasana apartemen Kezia kembali sepi. Kezia duduk selonjor di sofa sambil cek-cek HP, masih ketawa sendiri baca komentar netizen. Bantal peluknya sudah melorot ke lantai, tapi dia tak peduli.
Pintu kamar membuka pelan, menampakkan Ezra yang baru bangun setelah menumpang tidur di apartemen kembarannya. Rambutnya masih berantakan, hoodie abu-abu kebesaran menggantung setengah di bahu, dan wajahnya tampak setengah ngantuk.
"Eh, beruang hibernasi udah bangun juga," celetuk Kezia sambil ngelirik, nada suaranya setengah menggoda.
Ezra hanya mengangkat alis, lalu membuka kulkas dan mengambil botol air dingin. Ia diam sejenak sebelum akhirnya bertanya pelan, “Gue denger kalian tadi… ngomongin Savira. Dia… hamil?”
Kezia menoleh, sedikit kaget tapi cepat mengangguk. “Iya, tadi dia cerita. Kamu nonton live-nya?”
Ezra menatap lantai, lalu geleng pelan. “Nggak, gue cuma denger sekilas… kirain gue salah denger.”
Hening sebentar. Ezra meneguk airnya, lalu berbisik, nyaris tak terdengar, “Savira bahagia banget, ya?”
Kezia memperhatikan wajah Ezra yang mencoba tersenyum, tapi tak berhasil menyembunyikan luka di matanya. Ia tahu Ezra nggak sekadar nanya ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.
“Iya, dia bahagia,” jawab Kezia. “Siapa, sih, yang nggak bahagia punya suami kayak Pak Raka?”
Ezra tersenyum kecil, tapi senyum itu lebih mirip luka yang dipaksakan jadi sabar. “Bener juga,” gumamnya pelan, lalu memalingkan wajah. Menelan perih sendirian.
YOU ARE READING
Bound By Fate
RomanceBantu dukung dengan vote dan follow ya!! Terimakasih orang baik:-) Raka seorang tokoh politik muda yang terkenal-harus menjalani pernikahan dengan Savira, gadis desa yang tak pernah ia duga akan menjadi istrinya. Bagi Raka, ini hanyalah bagian dari...
