"Punten kak, izin jump in ya, konten lo yang soal sikat lidah elektrik itu—gue kaget sih, bisa tembus 59 views. Dirimu kapan upload video baru sis?" Farah bertanya dengan gaya komunikasi budak-budak korporat.
Gita mendesah pelan, lalu menyeruput latte yang udah hampir dingin. "Sebenarnya ada draft video baru sih... review alat cuci muka yang katanya bisa vibrate sampai pori-pori menjerit. Tapi masih mikir caption-nya. Gue pengen yang catchy tapi nggak terlalu desperate."
Dia lalu menatap Farah dengan wajah serius yang dilebih-lebihkan, "Soalnya gue sadar, followers gue tuh belum siap kalau gue viral mendadak. Mereka anaknya kagetan."
Gita menyender santai ke kursinya, terus nyengir dengan gaya sok seleb TikTok, "Tenang aja, say. Konten baru udah di-render, tinggal upload. Nanti kalo tembus 1 juta views, gue traktir kalian risol mayo-nya Farah."
"Yeee, kalo gitu mah taun depan baru kebeli!" Protes Yumi sambil melempar sedotan bekasnya ke wajah Gita.
"Sialan, muka gue lengket nih!"
Yumi tak menghiraukan Gita yang sibuk membersihkan wajahnya dengan tisu, "Ohiya, pesenan lo minggu ini aman, Far?"
Farah mengangguk sambil memijit pergelangan tangannya. "Aman sih, tapi tangan gue udah mirip pastel. Udah dapet orderan 75 risoles buat arisan RW, terus besok ada 100 lumpia buat catering kantor. Kadang gue mikir ini masih bisnis rumahan atau udah pabrik kecil skala nasional."
Farah sekarang sibuk jadi pebisnis jajanan pasar yang laris manis; setiap minggu selalu saja ada order minimal 50 bungkus, entah itu risoles, pastel, atau klepon isi lumer. Sementara itu, Rosa sudah mengajar Bahasa Inggris selama empat tahun di sekolah elite swasta—tempat murid-muridnya lebih hafal nama-nama anomali brainrot daripada lagu Indonesia Raya. Dan Yumi? Dia sukses jadi YouTuber gamer. Channel-nya dipenuhi gameplay Genshin Impact dan reaction anime, lengkap dengan komentar asbun—asal bunyi—yang jadi ciri khasnya.
"Anyways minggu lalu gue kan ikut lomba cosplay. Nah, tiba-tiba ada cowok dateng pake kostum maid." Yumi menyamankan posisi duduknya sambil berbicara.
"Lomba yang di Food Junction itu? Yang lo jadi karakter cewek dari game lo itu?" Tanya Farah.
"Iya, iya, itu. Gue cosplay jadi Shogun Raiden, terus ya biasa kan banyak yang minta foto segala macem. Nah, ada satu cowok nih, awalnya kayak fans biasa. Tapi makin lama makin aneh."
Gita menyipitkan mata. "Aneh gimana?"
"Dia ngikutin terus dari booth ke booth. Setiap gue berhenti, dia juga berhenti. Awalnya gue pikir cuma kebetulan, tapi pas gue duduk makan taiyaki, dia duduk di meja sebelah dan nanya, 'Yumi chan ya? Aku nontonin video Yumi yang reaction anime waktu nangis gara-gara ending-nya sad'. Terus dia nunjukin foto dia sama poster gue di kamarnya tapi posenya cium-cium gitu. Sumpah, itu momen paling nggak nyaman dalam hidup gue."
Mereka semua bergidik geli.
"Lo pikir itu klimaksnya? Enggak. Pas gue bilang mau jalan dulu, dia ngikutin dan nyeletuk, 'Aku bawa hadiah buat Kakak, soalnya Kakak tuh inspirasi aku'. Trus dia ngeluarin boneka kecil... yang mukanya ditempel stiker muka karakter anime cewek. Terus dia bilang, 'Ini kita'. Gue langsung kabur ke toilet dan minta panitia buat nganterin gue ke ruang ganti."
Gita sudah membeku, garpu di tangannya menggantung di udara. "Terus si wibu freak itu sekarang gimana?"
"Gue udah restrict dia di di semua socmed. Tapi ya ampun, dari semua yang follow gue, kenapa harus yang itu yang muncul di real life?"
Mereka tertawa bareng, suara mereka membaur dengan suasana kafe yang mulai padat. Gita melirik jam sekilas, dan untuk pertama kalinya hari itu, dia merasa rileks. Teman-temannya memang bisa bikin dunia yang absurd ini jadi terasa masuk akal—even ketika dibumbui fans freak, HRD intimidating, dan algoritma TikTok yang kayak punya dendam pribadi.
"Gue ke kamar mandi dulu ya guys. Merinding nih gara-gara ceritanya si Yumi." Pamit Gita.
"Mau ditemenin nggak?" Tanya Rosa.
"Nggak deh. Bentar kok. Gue kan cuma pipis enggak tiap tempat gue berakin kek lo"
Selesai urusan ekspres, Gita keluar dengan napas lega dan langkah ringan. Tapi baru saja beberapa langkah dari pintu toilet, dia nyaris nabrak seseorang.
"Wah, maaf—" katanya sambil mundur satu langkah, dan kemudian...
"Oh."
Dia membeku.
Di depannya, berdiri sosok jangkung yang mengenakan kemeja biru langit berlengan panjang dengan celana bahan warna khaki. Sekarang fokusnya teralih dari handphone ke orang yang telah menabraknya. Ber beda dengan Gita yang bibirnya mendadak kelu, pria itu reflek tersenyum lebar setelah melihat Gita.
"Ini udah ketiga kalinya kita ketemu tanpa janjian, Git. Gue nggak percaya kebetulan sebanyak itu. Fix, kita jodoh." Adit tersenyum kecil, tangan dimasukkan ke saku celana, gayanya santai banget kayak nggak baru aja diseruduk orang di depan toilet.
Gita mendelik, sedikit salting tapi tetap menggerutu. "Ya kali, gue ketemu jodoh depan toilet."
"Lo sama siapa ke sini?" tanya Adit, matanya melirik ke sekeliling cafe.
"Sama temen-temen," jawab Gita singkat, tiba-tiba terbayang video absurd nya lewat fyp Adit.
Adit mengangguk pelan, lalu ngebidik tepat ke titik sensitif, "Terus kenapa DM gue cuma di-read doang? Mentang-mentang sekarang udah jadi influencer, ya?"
Gita membuka mulut, siap membela diri, tapi belum sempat jawab—
"GITAAA! Lo nyasar ke mana? Pipisnya nyicil ya?" suara Farah nyelonong sambil muncul dari arah koridor. "Eh?"
Farah baru menyadari etintas asing didepannya, lalu melirik Gita. Mulutnya bergumam tanpa suara, "siapa?"
"Eh, Farah! Ini... kenalin, Adit. Temen SD."
Farah melirik Adit dari atas ke bawah—cepat, tapi teliti. "Oh. Adit. Bestie-nya Jay?"
"Sorry?"
Gita ingin mengubur diri ke dalam tanah. Adit cuma senyum tipis dan angkat alis.
"Eh, sorry ya, gue duluan. Masih ada urusan." kata Adit sambil melirik Gita. "Next time kalo gue chat, jangan digantung lagi ya, Git."
Dan sebelum Gita menjawab, dia sudah ngeloyor pergi meninggalkan Gita dengan pipi kemerahan.
Farah nunggu sampai Adit menghilang dari pandangan, baru ngebalik ke Gita dengan ekspresi licik. "Lo nge-read chat cowok secakep Jeremy Sumpter versi lokal? Git, fix ini dosa digital."
Gita menutupi muka pakai tangan. "Beneran gue mau nyemplung ke westafel tadi.
"
Lagian lo ngapain nyebut si Jay, kocak!" Gita memukul lengan Farah sekuat yang dia bisa.
Farah mengaduh kesakitan sambil mundur pelan-pelan. "Gue ke toilet dulu. Kebelet banget, demi Tuhan—tadi tuh kopi udah nyentuh usus halus."
Dan Gita ditinggal sendirian dengan kepala penuh skenario: gimana kalau Adit cerita ke Jay? Gimana kalau Jay tahu soal akun TikTok-nya yang isinya ngomongin jepit rambut dan sikat lidah? Gimana kalau Jay ngakak? Atau lebih parah—ilfeel? Dari semua viewers yang mungkin nemu videonya, kenapa harus Adit Sasongko lagi, sih?
- - -
Hai hai... Maaf minggu kemarin ga update. Aku usahain ch. 6 fast update kalo ga senin depan aku double update🙏🏽🙏🏽
Enjoy the story!!
YOU ARE READING
Ancik-ancik Pucuking Eri
General FictionAncik-ancik pucuking eri: berpijak pada duri. Basagita Baskoro, 28 tahun, sarjana Sastra Jawa dengan idealisme yang sudah mulai lapuk, bekerja hampir setahun sebagai reservation agent di hotel bintang empat. Setiap hari ia menghadapi tamu rewel, jam...
Chapter 5: Reuni Kecil
Start from the beginning
