Part 1

91.3K 3.4K 113
                                    

Aku menggigiti kuku jari tanganku. Sudah hampir waktunya, pikirku. Lima... Empat... Tiga... Dua... Satu. TIIIIIIT, alat pendeteksi denyut jantung tersebut berbunyi panjang. Sesuai dengan perkiraanku.

"Pasien meninggal," bisik dokter kepada keluarga si pasien. Istri pasien,yang sudah berusia senja terisak keras dan anak-anaknya berusaha menenangkannya. Akupun kembali melangkahkan kakiku... Ke tempat di mana aku seharusnya berada.

"Suster Yani," ujar temanku, suster juga, namanya Ani.

"Ya, ia sudah meninggal. Kamar 20 siap dihuni pasien lain," jawabku, seakan sudah tahu apa yang hendak dikatakan Suster Ani. Kami berdua sama-sama ditugaskan di meja resepsionis, tempat pendaftaran pasien dan pembayaran Rumah Sakit. Sejak awal, Suster Ani sudah mencium keanehan yang ada padaku. Sejak pertama bekerja, aku sudah tahu siapa-siapa pasien yang akan meninggal. Namun kejadiannya bukan dimulai saat itu. Sejak kecil aku sudah dikaruniai kemampuan khusus oleh Yang Diatas. Kemampuan untuk mendeteksi kematian.

Semua dimulai ketika aku berusia 12 tahun. Sejak kecil memang aku bercita-cita sebagai seorang dokter. Aku selalu berusaha meningkatkan nilai-nilaiku, terutama di bidang ilmu pengetahuan alam. Suatu hari, sesuatu yang tidak diduga terjadi. Kami sekeluarga mengalami kecelakaan mobil. Mobil kami ditabrak truk yang dikemudikan supir mabuk. Papa dan mamaku sekarat. Kakakku juga. Hanya aku yang ditemukan mulus, tidak terluka sedikitpun. Tidak lecet sedikitpun. Kami sekeluarga segera dibawa ke rumah sakit. Ketika aku mendekati papa dan mamaku, aku langsung merasa ada perbedaan dalam tubuhku. Jantungku berdenyut kencang. Aku mengulurkan tanganku ke dada mama dan berkata, "lima... empat... tiga... dua... satu..." TIIIIIT... Alat pendeteksi jantung menunjukkan bahwa mamaku tak lagi bernapas. Sejak itu aku menyadari bahwa aku memiliki kemampuan 'aneh'. Itu tidak terjadi pada papa dan kakakku. Mereka selamat.

Pertamanya, aku sangat takut dengan 'kemampuan' ini. Aku berpikir bahwa karena aku berhitung mundur sampai satu, maka nyawa mamaku menghilang. Kupikir semua karena aku. Akhirnya aku menjadi remaja yang murung. Remaja yang menyalahkan diri sendiri. Namun itu semua berubah ketika hal yang sama terjadi pada nenekku. Ia mengalami sakit jantung parah. Kami semua datang menjenguk. Namun keadaan berubah ketika aku masuk. Terjadi getaran yang sama pada kedua tanganku. Jantungku mulai berdegup kencang. Seperti digerakkan oleh kekuatan gaib, tanganku langsung menuju ke dada nenekku dan aku mulai menghitung... "Lima... empat... tiga... dua... satu..." Lalu nenekku pun 'lewat'. Sejak itu aku mulai belajar untuk menerima kemampuan khusus tersebut dalam hidupku. Walaupun itu berarti aku harus kehilangan impianku sebagai seorang dokter. Aku tidak mungkin bisa menjadi dokter sementara aku tahu kapan pasienku akan meninggal. Namun terlalu berat bagiku pula untuk meninggalkan dunia kedokteran yang kucintai sejak kecil. Jadi, aku memutuskan menjadi seorang perawat...

Seiring dengan waktu, kemampuanku semakin bertambah. Hanya dengan melihat wajah pasien aku sudah tahu apa dia hendak 'pergi' atau belum. Ditambah lagi setiap hari aku harus bekerja di Rumah Sakit. Aku bisa menguji apakah kemampuanku itu jitu atau tidak. Sampai saat ini, semua tebakanku pasti benar. Suster Ani, rekanku, pertamanya heran ketika aku dengan mudahnya mengatakan bahwa seseorang akan meninggal dalam waktu-waktu tertentu. Namun ketika ia mengamati kebenaran dari semua kata-kataku, ia pun percaya bahwa aku memang 'dikaruniai'.

Pada suatu hari yang cerah, seperti biasa aku berdiri di meja resepsionis, menunggu pasien-pasien yang akan datang ke Rumah Sakit hari ini. Setiap hari adalah hari yang berbeda bagiku. Kenapa? Karena aku selalu menebak kematian orang yang berbeda. Dan aku menyadari bahwa di dunia ini begitu banyak manusia... yang datang dan pergi.

DEATH ANGELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang