An Open Arm and a Hamster Keychain, Both Keep Falling

Start from the beginning
                                        

"Gue lupa deh, ini kamar gue apa kamar drama Korea ya," gumamnya pelan. Sana nyengir. "Yah, beruntung banget lo bisa nonton live action romance sambil makan."

Tzuyu cuma geleng-geleng sambil ngunyah.
Chaeyoung nyuap nasi sendiri, terus melirik dua manusia di depannya. Chaeyoung nyuap satu sendok tumisan buatan Sana masuk ke mulutnya.

Dan langsung melotot.

"Lah?! Ini.. ini seriusan lo masak pake sayur layu, telur, sama ayam sisa di kulkas??" Sana cuma cengengesan. "Kenapa emangnya? Kurang enak?"

"ENAK BANGET, GILA," kata Chaeyoung sambil buru-buru ngunyah lagi. "Gue pikir tadi bakal kayak rasa ala-ala makanan darurat anak kos. Ternyata ini kayak.. makanan rumahan premium."

"Lebay deh Chae," Sahut Sana. Tzuyu juga cuma ngangguk pelan sambil makan dengan ekspresi kalem. Tapi di sela-sela suapan, dia nyeletuk, "Dia emang suka masak. Waktu itu juga pernah bikinin sop."

Chaeyoung langsung narik napas panjang. "Sana, lo harus sering-sering ke sini. Serius. Tiap hari juga gak apa-apa. Masakin gue sama Tzuyu."

Sana ngelirik Tzuyu sebentar, senyum tipis, terus jawab, "Boleh banget. Sekalian biar gue bisa sering-sering liat Tzuyu juga."

Tzuyu langsung batuk kecil, nyaris keselek. "San.."

Chaeyoung ngakak. "Liat tuh, dia langsung grogi."

Sana nyuap nasi lagi sambil senyum puas. "Tzuyu harus jaga-jaga nih. Aku bisa ngeluluhin hati kamu lewat bumbu dapur."

Chaeyoung udah siap nimpalin dengan canda, tapi tiba-tiba Tzuyu, yang dari tadi makan tenang-tenang aja, reflek ngomong,

"Tanpa bumbu dapur juga aku udah luluh."

Hening.

Sendok Chaeyoung berhenti di tengah jalan. Mata Sana membelalak. Bahkan kulkas yang bunyi nguing-nguing dari tadi pun berasa mendadak diem.

Tzuyu ngedip beberapa kali, kayak otaknya baru nyadar apa yang barusan keluar dari mulutnya.

Sepersekian detik kemudian dia langsung bangkit dari duduknya, "M-mau ke kamar mandi bentar," katanya gugup, terus langsung jalan cepet kayak habis ngomong aib nasional.

Chaeyoung masih bengong, nyuap nasi lagi tanpa sadar. Lalu dia ngelirik ke Sana yang sekarang mukanya udah merah kayak tomat rebus.

Sana ngelipet bibirnya, nahan senyum, nahan jeritan batin, dan matanya berkaca-kaca—bukan karena sedih, tapi karena gak percaya barusan dia denger Tzuyu ngomong kayak gitu. Dari semua skenario yang dia pikirin di otaknya, yang ini gak pernah masuk.

Chaeyoung nyengir lebar. "Waduh. Gue pikir tadi cuma becanda-becanda santai doang. Ternyata ada api unggun beneran di balik tatapan kalem Tzuyu."

Sana cuma bisa nutup wajahnya pakai tangan. "Gila. Seharusnya yang tadi itu gue rekam
gak sih?"

Dan dari dalam kamar mandi, mungkin Tzuyu lagi nyiram wajah pakai air dingin sambil ngedumel, "Ya ampun Tzuyu lo ngomong apa?"

Waktu udah lewat jam sebelas ketika mama Sana akhirnya pulang setelah nganterin seragam Sana dan beberapa jajanan. Dan beberapa menit kemudian, kamar mereka jadi sunyi lagi, hanya ditemani suara detik jam dinding.

Chaeyoung udah duluan tidur di kasurnya, ketutupan selimut tipis, dan sesekali bunyi dengkuran halusnya terdengar.

Sementara itu, Tzuyu dan Sana lagi berusaha atur posisi tidur.

Sana ngelirik tempat tidur single yang setengahnya udah diisi badan Tzuyu. "Aku tidur di bawah aja deh," katanya sambil ngambil bantal buat ditaruh di karpet.

Kalo tangan Tzuyu gak sakit, pasti kasur kecil itu gak jadi masalah buat Sana.

Tzuyu noleh, wajahnya belum terlalu mengantuk. "Jangan deh, nanti kamu masuk angin."

"Gapapa, Tzuyu. Kasur kamu sempit, aku takut nyenggol tangan kamu," kata Sana, khawatir.

Tzuyu melirik tangannya yang diperban. "Kamu bisa tidur di kiri aku kok. Gak bakal ganggu."

Sana bengong sebentar, jantungnya mulai ngetok-ngetok kayak minta izin. Tzuyu geser dikit ke kanan, walau pelan banget biar gak nyenggol tangannya yang sakit. "Sini. Aku gapapaa."

Sana akhirnya nurut, naik ke sisi kasur dan rebahan pelan banget, seakan kasurnya terbuat dari es yang bisa pecah kapan aja.

Dan tiba-tiba

Tangan kiri Tzuyu yang gak diperban ditarik sedikit, dijulurkan ke arah Sana. "Kalo gak nyaman, di sini aja. Buat senderan kepala kamu," ucap Tzuyu, pelan.

Sana langsung kaku. Matanya membesar. Otaknya udah jerit-jerit, "AKU HARUS APA NIH?!"

Tapi bibirnya cuma bisa jawab, "Iyaa Tzuyu."

Pelan-pelan, kepala Sana bersandar di lengan Tzuyu. Bukan bantal paling empuk di dunia, tapi buat Sana, itu kayak bantal surgawi. Matanya melirik sedikit ke Tzuyu, yang sekarang menatap langit-langit dengan wajah datar tapi damai.

Sana senyum kecil, lalu membalik badan dikit, menghadap ke arah Tzuyu. Jarak mereka cuma sejengkal. Dia pengen banget godain Tzuyu sekarang, tapi suara Chaeyoung yang ngegumam setengah tidur dari bawah bikin dia inget: dia harus tahan diri.

Teriakan histeris cuma boleh di dalam hati malam ini. Jadi akhirnya Sana cuma senyum—bersandar di tangan orang yang selama ini dia kejar pelan-pelan, tanpa sadar, dia udah mulai diterima masuk, satu langkah lebih dalam.

Malam itu sunyi. Hanya suara dengkuran halus Chaeyoung yang samar.

Sana berbaring dengan kepala bersandar di lengan kiri Tzuyu, sementara Tzuyu sendiri memejamkan mata, mencoba tidur meski rasa pegal di tangannya masih terasa. Ada kehangatan yang dia rasakan, dari keberadaan Sana yang begitu dekat.

Sana, di sisi lain, belum bisa tidur. Matanya masih terbuka, menatap garis rahang Tzuyu yang terlihat samar di bawah cahaya temaram. Nafas Tzuyu mulai teratur, pelan, hampir seperti suara ombak kecil yang datang dan pergi.

Dengan hati-hati, jari Sana terangkat. Dia menepuk pelan kepala Tzuyu, gerakan yang lembut dan penuh sayang—kayak menenangkan anak kecil yang lagi rewel. Satu, dua, tiga kali. Tepukan kecil itu bukan untuk membuat Tzuyu tidur, tapi untuk menenangkan hatinya sendiri yang belum percaya bisa sedekat ini dengan orang yang dia suka.

Dan ajaibnya, Tzuyu benar-benar tertidur.

Nafasnya makin stabil, matanya benar-benar terpejam, dan wajahnya tenang. Tak ada beban.

Sana berhenti menepuk. Senyum kecil muncul di sudut bibirnya.

Lalu pelan-pelan, dia pun ikut terlelap, dengan kepala masih bersandar di lengan Tzuyu. Tidak peduli betapa sempitnya kasur, tidak peduli posisi tidurnya aneh, malam itu terasa paling nyaman buat keduanya.

Dan kamar itu, yang biasanya sunyi dan dingin, malam ini jadi saksi dua hati yang semakin saling mendekat.













On the way satzu jadian ini, ups 🤭 Terimakasih yang mampir dan like, see you di bab selanjutnya!
Nose.

No NameWhere stories live. Discover now