An Open Arm and a Hamster Keychain, Both Keep Falling

Начните с самого начала
                                        

"Coba duduk di sini, ya. Saya cek dulu."

Tzuyu duduk di kursi pemeriksaan. Dokter itu mulai menekan-nekan bagian pergelangan tangan Tzuyu dengan perlahan, sesekali tanya, "Sakit gak di sini? Kalau digerakkin gini gimana?"

Tzuyu meringis waktu bagian bawah ibu jarinya ditekan. "Hm," gumam si dokter. "Kelihatannya ini lebih ke sprain sedang. Keseleo, lebih tepatnya. Ligamen kamu kayaknya ketarik atau sedikit robek karena posisi jatuhnya gak ideal. Tapi kemungkinan besar ini gak patah, karena kamu masih bisa gerakin tangan, meskipun sakit."

"Jadi jangan khawatir." Tzuyu diam aja, tapi wajahnya lega sedikit.

"Kalau patah, kamu biasanya bakal kesulitan banget buat gerakin, dan rasa sakitnya tajam,
bukan cuma nyut-nyutan atau ngilu," lanjut si dokter sambil mulai ngebalurin salep ke pergelangan tangan Tzuyu.

"Kamu atlet ya?"

"Iya, Dok." jawab Tzuyu pelan. "Badminton."

Dokternya angguk-angguk. "Oke, ini bakal butuh waktu buat pulih. Minimal dua-tiga hari kamu harus istirahat total, gak boleh latihan dulu. Kompres es sehari dua kali, jangan dipaksa buat angkat barang berat. Kalau dalam tiga hari masih bengkak dan sakit banget, kamu ke sini lagi. Tapi harusnya bisa pulih sendiri."

Tzuyu mengangguk, meskipun dalam hati agak kesal karena harus absen latihan.

"Satu lagi," tambah si dokter sambil senyum kecil. "Semangat itu bagus, tapi jangan sampai bikin kamu jatuh. Hati-hati sama lantai basah. Sama posisi jatuh tangan duluan itu sebenarnya bahaya, gimana pun posisi jatuhnya deh."

Tzuyu cuma ngasih senyum tipis. "Iya Dok, makasih."

Langkah kaki Tzuyu bergema pelan di lorong asrama yang hampir kosong. Jam nunjukkin udah hampir jam sepuluh malam, udara dingin masih nempel di kulit, dan lampu-lampu lorong menyinari lantai dengan cahaya kekuningan yang lembut.

Begitu sampai di depan kamarnya, Tzuyu berhenti. Ada seseorang berdiri di depan pintu. Sosok itu berdiri sambil melipat tangan di dada, kelihatan gelisah, dan langsung menoleh begitu suara langkah Tzuyu terdengar.

Tzuyu sempat melongo, kaget. "Loh.. kamu ngapain di sini?"

Sana melangkah cepat ke arahnya, matanya membulat begitu lihat tangan kanan Tzuyu
yang dibalut perban elastis.

"Ya ampun.. Tzuyu," suara Sana langsung berubah jadi panik. "Tangan kamu kenapa?! Aku—aku chat kamu, tapi kamu gak jawab. Aku punya feeling gak enak dari tadi, dan ternyata bener!"

Tzuyu buru-buru nyela, suaranya tenang. "Aku lupa bawa HP... Tadi ke klinik bentar, cuma keseleo kok. Gak parah."

Tapi Sana gak dengerin. Matanya mulai berkaca-kaca. "Aku nyesel banget tadi sore gak nungguin kamu latihan. Padahal bisa aja aku cuma duduk di pinggir, nemenin..Tapi aku malah pulang duluan. Kenapa sih aku gitu banget.."

Tzuyu cuma diam. Dia gak terlalu pandai nanggepin orang yang emosional. Tapi waktu dia lihat air mata Sana akhirnya jatuh satu-satu di pipinya, dia langsung narik Sana pelan.

Pelukannya gak erat—gak kayak di drama-drama. Tapi cukup untuk bikin Sana tenggelam di dadanya. Tzuyu melingkarkan tangan kirinya ke punggung Sana, sementara tangan kanannya yang sakit dia tahan supaya gak banyak gerak.

No NameМесто, где живут истории. Откройте их для себя