Part 4

89 2 0
                                    

25 Januari 2007
20.15
Perasaan

2 hari yang lalu,Daniel teringat ketika dia bertemu Karin. Tak tau kenapa Daniel seperti tertarik terhadap Karin,tingkahnya yang lucu membuat Daniel selalu memikirkannya. Kali ini tepat jam 8 malam,Daniel telah rapih dengan pakaian kemeja birunya. Rambutnya berdiri rapih,celana hitamnya melengkapi penampilan Daniel sebagai lelaki yang sangat tampan. Tiba saat ingin memasang sepatunya,handphonenya berdering. Ternyata ada sebuah pesan masuk di handphonenya.

'Daniel,gua tunggu di Caffe La Conte' sebuah pesan dari Karin.
Tanpa pikir panjang Daniel membalas dan langsung menuju Caffe yang di maksud Karin. Daniel tidak pernah sebelumnya pergi ketempat seperti ini,jadi dia merasa terasa gugup karena ini pertama kalinya untuk dia.
Daniel mengendarai sepeda motor yang ditinggalkan oleh Ayahnya,walau terlihat sudah tua tapi Daniel tidak pernah malu memakainya. Karena dia tau,barang yang bagus itu yang bertahan lama bukan dari penampilan.

Sesampainya di Caffe yang dimaksud oleh Karin,Daniel langsung memarkirkan motornya. Daniel tampak binggung sampai disana,tapi dia hanya mencari Karin entah dimana dia duduk. Sampai Daniel melihat ada seorang wanita melambaikan tangannya,dan dia menghampirinya. Wanita dengan baju merah muda itu mengalihkan hati Daniel. Tepat sekali,itu Karin. Dia tampak sangat berbeda,dia luar biasa.
'Hai,kamu sangat tampak berbeda Karin' sapa Daniel sambil duduk didepan Karin
'hai juga Daniel,apanya yang berbeda?' tanya Karin
'tidak tidak,kamu tidak berbeda. Masih banyak tanya haha' jawab Daniel tertawa kecil
'ihh apasih Daniel' Karin mencubit tangan Daniel
'aku lama ya? maaf ya Karin hehe' ungkap Daniel
'gak kok,biasa aja. Eh,mau makan apa lo?' tanya Karin sambil menyodorkan daftar makanan
'waduh,ini gak ada bahasa Indonesia?' tanya Daniel sambil melihat daftar harga
'gak ada,emang kenapa Daniel?' tanya Karin balik
'bahasa Inggris aku remedial terus dari SMA hehe' jawab Daniel tertawa
'haha dasar lo,yaudah sini gua artiin' kata Karin sambil tertawal
'gausah gausah,aku samain aja sama kamu. Biar sama' Daniel tersenyum
'serius nih?' tanya Karin
'iyaa Karin' jawab Daniel

Karin tersenyum dan memesan makanan

'aku gak pernah makan ditempat seperti ini sebelumnya Karin' ungkap Daniel
'ah serius lo?' tanya Karin heran
'iyaa,jadi kamu yang pertama ngajak aku ketempat seperti ini hehe' Daniel tersenyum
'aduh maaf,gua gaktau Daniel' ungkap Karin merasa bersalah
'tak apa Karin,lagian ini juga hal baru. Jadi perlu aku lakukan,biar aku tau bagaimana rasanya makan di Caffe' kata Daniel tersenyum
'gua binggung sm lo dah' tiba tiba Karin berhenti makan
'bingung kenapa Karin?' tanya Daniel ikut berhenti makan
'kenapa lo bisa dewasa banget ya?' Kalo gua jadi lo ya kalo gak suka atau gak pernah gua gakmau' jawab Karin menatap Daniel
'kamu perlu belajar Karin,semua orang perlu belajar. Karena belajar orang menjadi dewasa. Hal tidak pernah atau tidak suka itu tidak ada. Kamu hanya perlu melakukannya,tentunya dengan hati yang ikhlas' Daniel tersenyum dan mulai memakan makanannya lagi
'oh gitu. Ikhlas ya?' tanya Karin sambil ikut memakan makanannya lagi
'tentu,tapi ikhlas itu tidak mudah' ungkap Daniel
'kalau kata lo ikhlas itu gak mudah,gimana lo bisa tau lo ikhlas?' tanya Karin
'tentu ikhlas susah untuk diartikan. tapi ikhlas itu menurut setiap orang berbeda Karin' ungkap Daniel lagi
'jadi menurut lo gimana?' tanya Karin lagi
'pernahkah kamu kehilangan seseorang Karin?' tanya Daniel balik
'tentu pernah Daniel' jawab Karin singkat
'bagaimana perasaanmu saat itu?' tanya Daniel kembali
'tentunya sakit dan kecewa' jawab Karin
'bisakah kamu merubahnya menjadi hal yang seperti biasa?' tanya Daniel
'tentu bisa,tapi mungkin butuh waktu yang lama' jawab Karin
'saat sudah waktu yang lama itu tiba,kamu tak melupakan orang itu. Tapi lebih tepatnya kamu mengikhlaskan orang itu' ungkap Daniel
'hm,jadi ikhlas mirip dengan merelakan?' tanya Karin
'menurutku ya Karin,ikhlas itu lebih ke arti dengan menerima kenyataan' jawab Daniel tersenyum
'tapi tentu masih ada luka dihati kan?' tanya Karin
'iya tentu,tapi hati ini seperti anak kecil. Selalu menangis ketika terluka,jadi kita perlu melakukan seperti anak kecil juga. Disaat itu,hati ini akan berhenti menangis' Daniel tersenyum
'gila bahasa lo' Karin tepuk tangan
'terima kasih terima kasih' Daniel tersenyum
'gua seneng sama lo Daniel' Karin tiba tiba tersenyum
'apa yang ngebuat kamu seneng?' tanya Daniel
'senyuman lo dan bahasa bahasa gila lo haha' kata Karin sambil tertawa
'hahaha kamu ini' Danielpun tertawa

Tak lama kemudian mereka berdua selesai makan,dan tiba tiba handphone Karin berbunyi

'bentar ya Daniel' Karin mengecek hpnya
'iyaa gapapaa' ucap Daniel
'yah nyokap bokap nyuruh pulang. Males dah gua' ungkap Karin terlihat cemberut
'eh eh ga boleh gitu,keluarga itu segalanya Karin' kata Daniel
'iyaa iyaa,yaudah deh' Karin terlihat cemberut
'Karin?' panggil Daniel
'apa?' jawab Karin
'kalo muka kamu gitu,aku gak bisa lihat pelangi di mata kamu' ungkap Daniel tersenyum
'ih apaasih Daniel' Karin tersipu malu
'semua baik baik aja Karin,lagian ini udah malem. Ayuk pulang' ucap Daniel
'iyaa bawel' jawab Karin tersenyum
'kamu pulang naik apa?' tanya Daniel sambil berjalan keluar Caffe
'gak tau,mungkin taxi' jawab Karin
'hm,maukah bidadari menaiki kuda yang sudah tua itu?' tanya Daniel sambil menunjuk dan mengarahkan Karin ke motornya
'apakah kuda tua itu bisa membuat bidadari nyaman?' Karin tersenyum
'mungkin kuda tua itu tidak bisa,tapi pria ini dapat membuat bidadari nyaman' Daniel bergaya seperti Pangeran
'hahaha lo apasih. Udah ayuk' sambil mencubit tangan Daniel
'suka banget cubit cubit,sakit tau' kata Daniel
'biarin' jawab Karin sambil mengeluarkan lidahnya

Akhirnya merekapun mengendarai motor dan Daniel mengantar Karin sampai tujuan

'thank you so much Daniel' ungkap Karin sambil tersenyum
'terimakasih juga ya,Karin' jawab Daniel membalas senyuman Karin
'hati hati lo,nanti sms ya' Karin berkedip dan langsung masuk kedalam rumahnya

Daniel terlihat sangat senang,entah apa yang dirasa tapi dia tidak pernah terlihat sebahagia ini

Daniel & KarinWhere stories live. Discover now