Corny

53.9K 5.1K 1.3K
                                    

Gausah jadi anak alay yang ngetik ulang cerita ini trus nge-post cerita ini di social media lain, abis itu ngaku-ngakuin cerita ini buatan kamu, bisa kan ya? Maaf kasar, I just can't help but to hate plagiators.

Dan, berkomentarlah yang sopan. Please.



---------

CORNY

---------





Kisah ini sesungguhnya cukup sederhana.

Sebagai permulaannya, berawal dari dialog acak sekaligus klise di saat yang sama, yang diucapkan oleh sang tokoh utama lelaki, seperti;

"Om Duma, saya mau kawin."

Mata pria yang lebih tua mendelik, heran bukan main. Bersyukur sekali ia karena sudah selesai meneguk minumannya. Kalau tidak, wajah pemuda yang ada di hadapannya ini pasti sudah basah kena semprotan dari mulut. "Mahesa, Mahesa," Duma geleng-geleng kepala, berdehem, menjernihkan suara. Kemudian melipat koran yang ia baca. "Om yakin kau sudah mahir berbahasa Indonesia. Maka ucapkanlah kalimat-kalimat ini secara sopan. Bukan "kawin", Sa, tapi "nikah"."

Sudut-sudut alis Mahesa tertukik, tak setuju. Lekas, ia meraih saku celana dan mengeluarkan dompet, menarik sebuah kartu berlaminating dan menunjukkannya pada Duma. "Sama aja, Om. Di KTP, status saya itu "belum kawin". Jadi, nanti kalau udah beristri kan, bakal berganti jadi "kawin". KTP ini legal. Jadi kata kawin tidak ada bedanya dengan nikah. Memang maksud Om dari kalimat bukan "kawin", tapi "nikah" itu, apa?"

"Alamak," Duma geleng-geleng kepala. "Kau sungguh tak tahu apa bedanya?"

Mata Mahesa mengerjap. "Beda menurut Om itu, yang kalau kawin artinya 'iya-iya' sementara nikah artinya sebuah prosesi suci untuk menyatukan kedua belah pihak secara sah menurut negara dan agama, bukan?" tanya Mahesa, heran. Ia ingat sekali Patar, abang sepupunya, pernah menceramahinya tentang hal tersebut.

Tapi bagi Mahesa, itu tidak masuk akal. Kalau kawin artinya adalah yang 'iya-iya', lantas apabila di KTP status seseorang sudah kawin, tapi ternyata mereka belum melakukan itu, memang karyawan di kelurahan harus mengecek tiap hari apakah pasutri baru tersebut sudah berhubungan seksual atau belum? Kan tidak praktis.

"Ya seperti itulah pandangan masyarakat umum, Sa." Duma bersandar pada sofanya. Memerhatikan Mahesa yang masih berdiri. "Memang kau sudah punya calon?"

"Belum," jawab Mahesa, jujur. "Tapi saya mau kawin."

"Nikah, Mahesa."

"Sama saja."

"Ya terus mau kau itu apa?" Duma mengintai, tak habis pikir. Mahesa yang ia kenal memang manusia absurd yang gemar sekali membuat kejutan, baik kejutan yang menyenangkan maupun yang bikin sepet. Seharusnya ia tak kaget jika Mahesa mendadak 'minta kawin'. Tapi, siapa calonnya?

"Saya mau Om mengenalkan anak perempuan dari kenalan Om. Biar nanti kami bisa pendekatan satu sama lain. Nanti kalau cocok, bisa saya lamar."

"Kau mau perempuan macam apa? Yang tinggi? Etiket bagus? Minimal pendidikan S2?"

CornyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang