Chapter XX

14.7K 883 12
                                    

"Dimana gue? kenapa disini gelap banget?" Prilly mencoba mengerjapkan matanya tapi tetap saja gelap gulita, tidak ada lampu atau penerangan lainnya.

"Prilly? kamu ngapain disitu? cepet ikut aku! ayo prilly" sosok pria yang sangat Prilly kenali, Ali. Di sekitar Ali sangat terang, banyak cahaya. Tidak seperti di tempat Prilly yang gelap gulita.

"Ali, kamu mau kemana? Tungguin aku.." Prilly berlari menggapai-gapai tangan Ali, tapi tidak bisa. Ali mulai menjauh dan lama2 menghilang.

"Aliii jangan pergi" pekik Prilly.

"Prilly, ayo Prill ikut kami" suara Michelle, disana Michelle bersama Ayah dan bunda. Ah, rasanya Prilly sangat rindu dengan ayah dan bundanya.

"Ka Michelle, ayah bundaa tunggu Prilly!" lama-kelamaan bayangan mereka pun hilang.

"Sebenernya gue kenapa sih? Gue ga mau mati, ga mau!" pekik Prilly dalam isakannya.

***

"Kondisi pasien sangat kritis, dan sekarang sedang mengalami koma.." jelas suster tersebut.

"Saran saya, banyak ajak Prilly ngobrol ya, saya yakin Prilly pasti bisa denger walaupun lagi masa kritis" lanjut dokter yang tiba disamping suster.

"Tapi, sampe kapan, dok?" tanya Michelle.

"Tergantung pasien, tapi Prilly sangat membutuhkan pendonor paru-paru. Secepat mungkin saya cari pendonor yang paru-parunya cocok dengan Prilly, ya" dokter menepuk pelan bahu Michelle, sedangkan Michelle hanya manggut2 saja. Ia tidak percaya, Prilly yang ceria ternyata menyimpan bebannya sendirian. Menahan rasa sakitnya sendirian entah berapa lama. Kanker paru-paru stadium 3, bukanlah hal yg sepele. Tapi Prilly bisa2nya menyembunyikan tentang penyakitnya itu.

Michelle beranjak keluar dari ruangan rawat Prilly, belum siap untuk melihat kondisi Prilly yang kritis. Saat sudah keluar, ia sudah dibanjiri banyak pertanyaan dari teman2 Prilly, terutama Ali.

"Gimana Chelle?" Michelle menggeleng pelan dan terduduk lemah di kursi tunggu.

"Chelle, gimana?!" Ali mengguncang paha Michelle.

"Prilly.. prilly.." balas Michelle gugup

"Prilly kenapa sih?" tanya Ghina yg penasaran.

"Pril--"

Tiba2 ringtone hp Michelle berbunyi.

Bunda calling...

Michelle berfikir sejenak sambil menoleh ke Ali, mengisyaratkannya untuk mengangkat.

"Kok gue?" Ali mengernyitkan dahinya, Michelle hanya mengendikkan bahu.

"Lo aja!" terpaksa, Michelle mengangkat dengan takut.

"Halo Ichell sayang, Prilly kok ditelfon ga diangkat, ya? Bunda sama ayah khawatir nih.." Michelle masih terdiam tak menjawab sepatah katapun. Ichell, itulah panggilan kesayangannya Michelle.

"Ichell?"

"E-eh. Ya, bun? Prilly..." ucap Michelle menggantung, ia bingung harus menjawab apa dan memulai darimana. Michelle celingukan menoleh ke teman2 Prilly, juga ali.

Ali langsung merampas hp yang digenggam Michelle dan melanjutkan omongannya.

"Prilly sakit tan, ini Ali yang waktu itu ke rumah Prilly. Tante inget, kan?"

"Alii jangan" bisik Michelle, tapi Ali menghiraukannya.

"Hah? Prilly sakit apa, nak?" suara disebrang sana terdengar panik.

ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang