"Hati-hati dengan obat yang diperdagangkan secara ilegal! Jika ada yang menawarkan obat dengan manfaat menambah nafsu makan dan menghilangkan depresi, jangan diterima apalagi dibeli. Saat ini pengedar sedang dalam pencarian-"
Sua menghela napas panjang sebelum mematikan televisi. "Orang-orang makin lama makin berbahaya," gumamnya sambil menoleh ke Raon. "Raon, kalau ada yang tawarin obat atau apa pun yang aneh-aneh, jangan diambil ya? Nggak usah ajak bicara juga, langsung abaikan dan pergi. Oke?"
Raon mengangguk cepat. "Iya, Ma."
"Mereka nggak tahu apa bahayanya jualan obat sembarangan," gerutu Sua sambil mengambil jaket Raon.
"Pakai jaketnya, Raon," katanya sambil menyodorkannya ke Raon.
"Kita mau ke mana, Ma, malam-malam begini?" tanya Raon, bingung.
"Ke rumah Euna. Dia lagi sakit kan?" jawab Sua. Raon mengangguk tanda mengerti.
Sua dan Raon keluar dari unit apartemen mereka, hanya berjalan beberapa langkah ke unit Chanhee.
Tidak perlu menunggu lama setelah memencet bel, Chanhee langsung membukakan pintu. Wajahnya tampak lelah, matanya sedikit sayu.
"Kenapa mukamu kayak gitu?" tanya Sua sambil masuk ke apartemen. Matanya segera tertuju pada Euna yang duduk di meja makan, hanya diam menatap makanannya tanpa menyentuhnya.
"Gak mau makan?" tebak Sua. Chanhee mengangguk lesu, mengiyakan.
Sua mendekat, mencoba membujuk. "Euna, ayo dong makan. Nanti malah makin sakit, loh, kalau nggak makan."
Chanhee menghela napas, lalu berjalan ke dapur. Sua memperhatikan Chanhee yang tampak sibuk mengeluarkan botol kecil dari lemari dapur.
"Itu apa?" tanya Sua, curiga.
Chanhee menoleh. "Aku mau coba kasih obat ini ke Euna. Tadi Jacob kasih aku, katanya ini obat penambah nafsu makan."
Sua langsung menghentikan tangan Chanhee yang hendak membuka botol itu. "Tunggu, Chanhee. Kamu serius mau kasih obat yang bahkan kita nggak tahu aman atau nggak?"
Chanhee mengerutkan kening. "Memangnya kenapa? Aku nggak sempat cari tahu, tadi Jacob bilang ini aman."
"Kamu nggak lihat berita tadi?" Sua bertanya sambil menghela napas, lalu dengan cepat membuka ponselnya. Ia menunjukkan berita yang tadi ia lihat di televisi.
"Euna, mau main sama Raon oppa dulu nggak?" tanya Sua dengan suara lembut, mencoba mengalihkan perhatian Euna agar tidak mendengar percakapannya dengan Chanhee.
Euna menatap Sua sejenak, lalu mengangguk pelan. Sua tersenyum, memahami situasi.
Dengan langkah kecil, Euna turun dari kursinya dan berjalan menuju ruang tengah, tempat Raon sibuk menyusun balok-balok mainannya.
"Sekarang banyak obat ilegal yang dijual sembarangan. Efek sampingnya bisa parah. Jangan sampai kamu malah bahaya-in Euna."
Chanhee terdiam, wajahnya terlihat syok. Ia perlahan duduk di kursi dapur, merasa bersalah. "Aku... hampir ngebahayain anakku sendiri," gumamnya.
Sua mengambil botol itu dari meja. "Biar aku yang buang ini." Ia memasukkan botol kecil itu ke dalam tasnya.
"Kamu istirahat aja, Chanhee. Kamu kelihatan capek banget. Biar aku yang bujuk Euna makan."
Chanhee mengusap wajahnya dengan kasar. "Maaf... aku terlalu kalut."
Sua menepuk bahunya lembut. "Chanhee, dengar. Jangan terus-terusan merasa bersalah. Kamu nggak tahu soal ini, dan itu bukan salahmu. Yang penting sekarang, Euna baik-baik aja. Fokus, ya?"
YOU ARE READING
Run And Hide
ActionDi jantung kota Seoul yang megah, sebuah obat ilegal mulai menyebar secara diam-diam. Awalnya ditawarkan sebagai sampel gratis dengan janji efek samping yang menakjubkan, obat itu perlahan membuat penggunanya kecanduan. Namun, di balik manfaat semen...
