Nalendra (Nani) seorang dokter spesialis bedah saraf yang selalu sibuk dengan pasien dan jadwal operasinya, tak pernah menyangka bahwa hidupnya yang rutin akan berubah total. Suatu malam, setelah menyelesaikan operasi berat, tubuhnya terasa begitu l...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Bulan menggantung tinggi di langit malam yang kelam, cahayanya seolah menari di atas permukaan danau hitam yang tenang. Di kejauhan, desiran angin membawa bisikan yang terasa begitu asing namun juga akrab. Bagi Nalendra Vandarel Changkham, malam itu seharusnya tak lebih dari rutinitasnya di rumah sakit, menghadapi pasien dengan ketenangan seorang dokter bedah saraf. Namun, hidup tidak pernah sesederhana itu.
Nalen merapikan jas dokternya yang sedikit kusut sambil menghela napas panjang. Hari itu berat—operasi yang ia jalani nyaris berakhir buruk, dan tanggung jawab di pundaknya terasa semakin berat. Di ruangan istirahat, dia mengamati secangkir kopi yang sudah dingin di tangannya, pikirannya melayang jauh ke masa lalu. Kehidupannya selama ini sudah terencana dengan rapi. Sebagai anak bungsu dari dua bersaudara, ia selalu merasa hidupnya berada di bawah bayang-bayang kakaknya, Pavel Naravit, seorang pengusaha sukses. Sementara itu, dunia Nalen adalah otak manusia, organ yang rapuh namun penuh teka-teki, dan ia mencintai setiap detiknya.
Namun, malam itu berbeda.
Ketika Nalen pulang dengan langkah lelah, ia disambut oleh suara-suara yang tak biasa. Ada sesuatu yang bergerak di kegelapan, bayangan yang seolah mengintai dari sudut matanya. "Cuma lelah," gumamnya, berusaha meyakinkan diri. Tapi, perasaan itu tidak pergi. Malam itu, sebelum ia menutup mata, mimpi yang datang kepadanya bukan mimpi biasa.
Ia berdiri di tengah padang luas yang diterangi oleh cahaya bulan yang begitu terang, hingga hampir terasa seperti siang. Angin berembus, membawa suara yang memanggil namanya dengan lembut namun mendesak. "Nalendra..." Suara itu tidak dikenal, namun entah mengapa terasa akrab. Ketika Nalen berbalik, ia melihat sesuatu yang membuat jantungnya berhenti berdetak.
Seekor serigala putih besar berdiri di hadapannya, matanya bersinar biru keperakan. Serigala itu menatapnya tanpa rasa takut, seolah berbicara melalui pandangan itu. "Kamu telah dipilih," suara itu terdengar lagi, kali ini lebih jelas, seolah berasal dari dalam dirinya sendiri.
Sebelum ia bisa bertanya apa yang sedang terjadi, dunia di sekitarnya mulai retak seperti kaca yang pecah. Kilatan cahaya putih menyelimuti segalanya, dan Nalen merasa tubuhnya melayang tanpa arah. Saat ia membuka mata lagi, ia tidak lagi berada di kamarnya.
Tempat itu terasa asing dan kuno, seperti halaman-halaman yang pernah ia baca di novel fantasi. Kastil megah berdiri di kejauhan, dikelilingi hutan lebat yang dipenuhi suara burung-burung malam. Ia mengenali tempat itu. Ini adalah Lunaris—dunia dari novel The Kingdom of Shadows, buku yang pernah ia baca berulang kali saat remaja. Namun, bagaimana bisa ia berada di sini?
"Kamu harus bertahan," suara itu terdengar lagi, kali ini berasal dari seorang wanita dengan sosok yang anggun dan menakutkan sekaligus. Ia melangkah keluar dari kegelapan, kulitnya bersinar pucat seperti cahaya bulan. Rambutnya terurai panjang, dengan ujung yang berkilauan seperti serpihan bintang.
Nalen memandang dengan kebingungan, mulutnya kaku, tidak mampu berkata apa-apa. Wanita itu menatapnya dengan mata perak yang tajam, penuh otoritas namun lembut seperti embun pagi. "Aku adalah Seraphine, penjaga takdir dan pengawas dunia ini. Kau telah melangkah ke tempat yang bukan milikmu, Nalendra. Namun, itu bukan kesalahan."
"Apa maksudmu? Apa yang terjadi padaku? Bagaimana aku bisa sampai di sini?" Nalen akhirnya memberanikan diri untuk berbicara, meskipun suaranya terdengar lebih seperti bisikan.
Seraphine tidak langsung menjawab. Sebaliknya, ia mendekati Nalen, mengamatinya seolah membaca seluruh sejarah hidupnya hanya dalam satu pandangan. "Kau akan melayani takdir yang lebih besar dari yang pernah kau bayangkan. Tapi, ingatlah ini: perjalananmu tidak akan mudah. Pilihan-pilihan sulit menantimu, dan kau harus memutuskan apakah kau cukup kuat untuk menjalani semuanya."
Nalen ingin bertanya lebih jauh, tapi sebelum ia sempat membuka mulut, Seraphine mengangkat tangannya. Cahaya keperakan menyelimuti wanita itu, dan perlahan, ia menghilang menjadi debu-debu cahaya yang melayang ke angkasa.
"Jangan sia-siakan takdir yang telah dipilihkan untukmu," bisiknya sebelum lenyap.
Nalen berdiri terpaku, dengan ribuan pertanyaan berputar di pikirannya. Namun, ia sadar akan satu hal: kehidupannya telah berubah selamanya, dan dunia yang ia tinggali sekarang bukan lagi Eirion, melainkan Lunaris. Dan di dunia ini, ia harus menemukan jalannya sendiri, melintasi batas-batas yang selama ini ia yakini mustahil.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.