chapter 3

34 3 0
                                        

Disebuah dance academy, pukul 7 malam tepatnya, seorang lelaki yang merupakan instruktur dance di akademi itu merebahkan dirinya di lantai ruang latihan tanpa beralaskan apapun. Dia lah Julian. 5 tahun sudah berlalu sejak hari dimana ia mengetahui kepergian keluarga Elio, bocah bermata seperti boba yang mengklaim bahwa dirinya merupakan adik Julian.

Kehidupan Julian tidak bisa dikatakan sempurna hingga hari ini sebenarnya. Lebih baik? Mungkin saja. Di usianya yang kini menginjak 21 tahun tentunya menjadikan dirinya lebih dewasa, ia bukan lagi anak kecil. Selain menjadi instruktur dance, hari-hari nya ia bekerja di salah satu outlet burger tak jauh dari tempat ia tinggalnya sekarang. Meski sudah tinggal di panti, Julian terbilang sangat sering berkunjung kesana. Ya, memang bagaimanapun juga, panti itu sudah sepertinya rumahnya, tempat dirinya tumbuh dengan kasih sehingga tidak mungkin dia meninggalkan segala kenangan serta kebaikan yang telah diterimanya begitu saja.

"Kak Jul?"

Seorang gadis muncul di ambang pintu. "untungnya kakak masih disini"

"Lia? Kenapa? Ada barang yang ketinggalan kah?" tanya Julian yang berangsur duduk dari posisinya berbaring.

Gadis bernama Lia, yang merupakan muridnya itu menggelengkan kepala, "Engga ada, Kak. Aku kesini karena tadi ada yang nyariin Kakak di bawah. Dia minta tolong kalau Kakak udah senggang buat nemuin dia"

Julian menaikkan sebelah alisnya, "Siapa? Kamu gak nanya?"

"I do. But he said suruh aja Kak Jul nya ke bawah. Maaf ya Kak kalau aku jadi ganggu Kakak istirahat. Kak Jul pasti capek"

He? Siapa? Temannya tidak ada yang menghubunginya jika ingin bertemu seingat Julian. Tak ingin ambil pusing, dirinya mengangguk, mengiyakan saja apa yang telah disampaikan oleh murid dance nya itu.

"Haha not your faults, Li. Makasih banyak ya udah disampein sampe kamu balik lagi. Nanti aku temuin dia, kamu pulang sana jangan kemaleman"

Tak berselang lama setelah Lia pergi Julian pun turut bersiap pulang, tentu setelah ia pergi menemui seseorang yang dimaksud oleh muridnya itu. Saat dirinya telah tiba di lantai dasar, ia bergegas keluar dari gedung akademi tersebut. Menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, namun nihil, hanya angin yang berhembus cukup kuat saja yang menyambut Julian.

Hampir saja Julian beranjak pergi menuju halte bus terdekat untuk segera pulang, mengingat angin yang makin lama makin berhembus kencang dan dirinya kini kedinginan! Suara seseorang memanggil namanya menyapu pendengaran Julian membuat kepalanya menoleh ke arah sumber suara.

Kedua matanya sontak membulat. Terkejut sekaligus tak menyangka apa yang ada di pandangannya ini sungguhan. Otaknya turut mencerna apa yang dilihat oleh matanya, begitupun jantungnya yang berpacu cukup cepat hingga detak nya dapat sangat ia rasakan jika disentuh dada nya.

"Kak Juju apa kabar? Hehe kayaknya masih inget sama aku nih, bener gak?" ucap orang itu yang kini telah tiba di hadapan Julian yang masih membeku. Otaknya masih mencerna apa yang sedang terjadi.

"Kak kamu kok diem? Aku gak salah orang, kan?" tanya orang itu lagi karena mendapati Julian yang tak merespon sapaan darinya.

"K-kamu... Iyo? Elio?" ucap Julian terbata-bata.

Elio, lelaki bermata boba itu tersenyum manis, whisker smile tercetak sangat jelas di wajah nya. Meski pipinya tidak se-chubby saat kecil, tentu itu tak mengurangi betapa imutnya Elio.

"Iya Kak... Ini aku, Iyo. Adik nya Kak Juju" jawab Elio dengan senyuman yang tak lepas dari wajah manisnya.

"Kok bisa disini? Kamu kenapa bisa tau aku ada disini? Kamu-" tanya Julian berjajar panjang, namun segera dipotong oleh Elio.

"Kayaknya kita butuh ngobrol, Ka. Kamu apa ada waktu?"

Julian mengangguk cepat. Meski kasur telah menunggunya, namun yang di hadapannya saat ini berjuta kali lipat lebih penting! Semisal pun Julian memiliki agenda lain, dia tidak akan ragu untuk menundanya karena yang ada di depannya saat ini adalah Elio!

Keduanya kini telah duduk di depan sebuah minimarket terdekat, dengan dua kaleng soda dingin di atas meja yang memisahkan tempat duduk antara keduanya. Julian membantu Elio untuk membukakan kaleng sodanya, Elio menerimanya dan meneguknya sedikit sebelum mulai berbicara.

"It's been so long, Kakak apa kabar? Pertanyaan aku belum dijawab juga itu dari tadi

"As you can see. I'm good enough, Yo. Still grey, tapi masih bisa kuatasi. How about you?"

Elio kembali tersenyum, "Aku gini-gini aja, Kak. Gak ada yang berubah dari diriku"

Entah mengapa Julian merasakan jika senyuman Elio kali ini sedikit berbeda dari sebelum-sebelumnya. Namun ia akan mengabaikan sedikit perihal itu. Mungkin hanya perasaannya saja yang menganggap seperti itu.

"Kamu kurusan banget, Yo" ujar Julian

"Hahaha faktor umur gak sih, Kak. Aku kan bukan bocil lagi"

"Bayi?"

Elio tersedak kecil karena bersamaan dengan ia minum, Julian mengatakan hal aneh. "Mana ada bayi tinggi 180cm gini. Aku udah gede, Kak. Udah 19 tahun"

Banyak hal mereka perbincangkan malam hari di awal musim gugur kala itu. Melepas kerinduan yang begitu mendalam tertanam pada diri mereka masing-masing karena lima tahun bukanlah waktu yang terbilang singkat.

"Kakak masih temenan sama Nathan, kan?" tanya Elio yang hanya dibalas dengan anggukan dari Julian karena mulutnya yang tengah penuh mengunyah makanan yang baru saja ia beli dari dalam minimarket. "Jujur aku pun baru chat an sama Nathan lagi tiga hari yang lalu karena ternyata teman dekatku waktu di LA itu temennya Nathan, dan aku baru tau itu, ya setelah lima tahun. Dari situ aku baru tanya tentang Kakak sekarang gimana lewat Nathan"

"Nathan sibuk banget kayaknya sekarang, agak susah tiap aku ajak ketemu"

"Oh iya dia lanjutin S2 ya. Aku baru gak nanyain tentang itu ke dia sih jsdi baru tau. Tapi dia bales chat aku tuh Ka hehe"

"Gausah sombong gitu kamu. Ya kamu pikir bisa ngabaiin chat dari orang yang hilang selama lima tahun tanpa ada kabar apapun?"

Elio tertawa mendengarnya. Rupanya Julian masih lah Julian yang dia kenal, penuh perhatian dan kenyamanan bagi Elio. "Udah malem, Kaka mau pulang? Pasti capek kan abis kerja seharian"

"Masih kangen.." hanya dua kata disertai lekukan ke bawah bibir Julian dapat membuat Elio terkekeh, lucu. "Kamu udah puas kah ketemu aku nya?"

Elio menggeleng, "Jelas ngga Ka. Mana mungkin aku puas cuma dengan tiga setengah jam yang kita abisin kalau dibanding lima tahun tanpa bersua"

Benar. Semua itu sangat lah benar. Kemudian tanpa ba bi bu Julian menawarkan suatu ide. "How about spent a night together at my flat?"

Tertarik? Tentu saja. Bukan ide yang buruk menurut Elio. Bukankah terdengar indah, mengahabiskan malam yang penuh kerinduan itu dengan saling bertukar kehangatan di dalam kebersamaan mereka itu?

Dan begitulah hari yang panjang berakhir, diselimuti dengan kenyamanan dan kehangatan meski di tengah dinginnya malam awal musim gugur. Dengan perbincangan kecil sebelum keduanya pergi ke alam bawah sadarnya masing-masing, bersiap menghadapi alur kehidupan yang akan terus berlanjut entah seperti apa.

—when hope finds you—

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 24, 2024 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

When Hope Finds You | YeongyuWhere stories live. Discover now