"Di mana benda itu?" tanyanya.

Di sela napasku yang tersengal-sengal, aku memprotes, "Jelaskan dulu apa itu fragmen kunci karena jujur saja, yang terpikir olehku adalah potongan kunci pintu. Kalau itu benda yang kau cari, kau boleh mengambil kunci kamarku, memotongnya jadi belahan-belahan, dan membawanya pergi bersamamu."

"Jangan konyol, kau tahu itu bukan benda yang kucari. Kau membuang-buang waktuku, cepat serahkan fragmen kuncinya."

"Harus berapa kali kubilang, aku tidak tahu! Kalaupun aku tahu, untuk apa aku menyerahkannya kepada penyusup sepertimu?"

"Karena nyawamu kini bergantung kepadaku," kata Alto dingin.

Kekesalanku memuncak, melenyapkan ketakutan yang tersisa. Aku mengerahkan seluruh kekesalanku, "Aku tidak peduli ataupun takut dengan ancamanmu! Aku tidak tahu kau siapa, tapi kau telah seenaknya masuk ke rumahku, mengancamku dengan senjata, dan bahkan menculikku di malam buta. Asalkan ada penjelasan di balik semua ini, mungkin aku bisa lebih membantumu!"

Aku memberikan tatapan penuh kemarahan kepadanya. Alto balas menatapku lekat-lekat. Awalnya tajam, namun kemudian tatapannya melunak. Dia membuka masker yang menutupi hidung dan mulutnya. Kini aku dapat melihat keseluruhan wajah penyusup yang telah mengganggu malamku tiga hari berturut-turut. Kedua iris matanya berwarna biru, hidungnya mancung, dan kulitnya putih; jelas merupakan karakteristik ras kaukasia, cocok dengan warna rambutnya yang pirang keemasan. Dia juga tampak masih muda; lebih muda bila dibandingkan dengan Faryal, tapi tidak jauh lebih tua dariku.

Alto berkata, dengan suara yang lebih jernih tanpa terhalang masker, "Aku akan memberitahumu, lagi pula kau sudah menyaksikan terlalu banyak. Namaku Alto Rialtiorre. Aku sedang dalam misi untuk menemukan fragmen kunci yang telah hilang selama lebih dari tujuh ratus tahun yang lalu. Laki-laki yang kau lihat dua hari belakangan juga sedang dalam misi yang sama, tapi kami berada di sisi yang berlawanan. Aku harus mencegahnya mendapatkan fragmen kunci itu sebelum aku."

"T-tujuh ratus tahun yang lalu? Kau bercanda."

"Aku serius."

"Bagaimana dengan laki-laki yang kau serang itu... Apa dia masih hidup?"

"Ya, dan dia tidak akan cukup bodoh untuk kembali lagi ke sini, selagi tempat ini berada di bawah pengawasanku."

Lega mengetahui tidak jadi ada pembunuhan di rumahku, aku bertanya lagi, "Mengapa fragmen kunci menjadi benda yang sangat penting sehingga kalian memperebutkannya? Dan kenapa itu bisa hilang selama tujuh ratus tahun?"

"Kau tidak akan bisa menyangka peran apa yang dipegang oleh fragmen kunci, dan aku tidak mau repot-repot memberitahumu sekarang. Tidak ada yang tahu lokasi fragmen kunci selama lebih dari tujuh ratus tahun. Pencarian kami tidak pernah membuahkan hasil, tetapi tiga hari yang lalu sebuah pertanda muncul; pertanda yang menunjukkan bahwa fragmen kunci telah ditemukan dan sumber pertanda itu adalah di sini, di dalam rumahmu."

"Rumahku?" Aku melongo.

Alto mengangguk. "Karena itulah aku bertanya kepadamu di mana fragmen kunci itu berada. Kemarin kau mengaku tidak tahu. Itu terdengar meyakinkan, jadi aku bermaksud menghilangkan memorimu tentangku menggunakan talisman. Di dalam talisman, terdapat mantra penghilang ingatan yang ditanamkan oleh Faryal. Sejak dibuat ratusan tahun silam, talisman itu tidak penah gagal menghapus memori para manusia agar keberadaan kami tidak diketahui. Anehnya, talisman itu tidak berfungsi kepadamu. Aku pun memanggil Faryal supaya dia menghilangkan memorimu secara langsung, tapi bahkan Faryal tidak mampu melakukannya. Sekarang giliranku bertanya kepadamu, siapa kau sebenarnya?"

"Aku? Aku Zarra, mahasiswa berumur sembilan belas tahun," jawabku linglung.

"Bukan itu maksudku. Kenapa kau bisa menangkal kekuatan Faryal?" tanya Alto.

Tujuh Kelana (Novel - Tamat) [Wattys Award Winner]Where stories live. Discover now