Bersihkan Hati, Bersihkan Kelas

40.6K 2.7K 556
                                    

Ini kelas saya. X MIA 5.

Seperti yang sudah kita ketahui, masa kelas 10 adalah saat-saat sulit ketika mantan siswa-siswi 'senior' harus beradaptasi dengan lingkungan baru, mendisiplinkan diri, serta meningkatkan sopan santun terhadap seluruh civitas akademika.

Apa-apaan.

Tentu saja kelas 10 adalah masa bacotan sama kakak kelas jelek dan mengejar-ngejar kakak kelas cakep. Dengan dibumbui secuil saja tekun belajar.

Oke, tidak secuil juga sih. Dusta, pembongan publik! Kalau ada yang berani bilang begitu, saya berani taruhan nilainya 100%. 100% nol. Tetapi itu cerita untuk lain kali, dan saat ini saya akan memulai segalanya dari awal, awaaaaal sekali di mana kami masih dalam fase-fase 'Jika tidak ada guru, kami semua berdiam'. Satu-satunya masa guru sepatutnya bersujud syukur.

Fase tersebut dinamakan Hari Pertama Masuk Kelas.

Sebut saja Baperwati, teman baru yang duduk di bangku samping saya. Begitu nama-nama kami terpapar pada kertas yang tertempel di luar jendela kelas, pada saat itu juga saya menyadari radar Baperwati menyala, mengintai, men-scan sekeliling kelas yang hampir sesepi notification LINE saya dalam periode liburan kemarin.

"Naas," Baperwati akhirnya berbisik pada saya. Gawat, pikir saya tegang. Ia melanjutkan, "Nggak ada yang ganteng."

Pada detik itu juga saya terpaksa menerima realita bahwa cowok jenius yang cakep masih harus terus berupa prototype dalam angan-angan saya. Cartoonize pun kembali menekuni jalan sebagai Jomblo Suci, dan bahkan buku sekuel saya harus tetap tanpa unsur Romance. Vangke!

Bagaimanapun juga, nggak ada yang ganteng bukan berarti kami tidak berusaha berkenalan dengan siapapun. Ini kelas, bro, bukan acara Take Him Out.

Ditambah lagi, segala hal yang dilakukan di dalam kelas butuh yang namanya kerja sama. Tengok saja pada hari pertama sekolah, Wali Kelas Kami yang baru tiba-tiba menyodorkan kepada kami sebuah kantong plastik hitam besar, yang saking besarnya sanggup dipakai buat membuang 'sampah-sampah masyarakat'.

"Hari ini, kalian harus bersih-bersih kelas dulu," Beliau berkata, seraya memberikan plastik Ketua Kelas Kami. "Jangan sampai ada yang ketinggalan, ya!"

Ketua Kelas Kami, sebut saja ia Tsunderevan, memenangkan jabatan tinggi Ketua Kelasnya dengan poin spektakuler, 39 voting dari 39 anak. Sisi negatifnya, adalah bahwa kandidatnya memang cuma dia seorang.

Dasar lelaki-lelaki jaim!

Tsunderevan adalah salah seorang dari segelintir cowok di kelas saya - Atau bahkan angkatan saya - Yang masih nampak 'berpinggang', dan masih sangat mudah dibedakan penampilannya dari huruf O. Kulitnya cukup putih, tapi untungnya belum mencapai tingkat 'putih' yang bisa membuat para wanita dan perusahaan pembuat produk kecantikan kulit mengalami mental breakdown.

Kini cowok itu dengan bersemangat membuka-buka plastik dan mulai mengajak kami semua untuk membantunya merapihkan warisan-warisan kakak kelas kami yang sudah dengan penuh kasih sayang meninggalkan 'masalah yang belum terselesaikan'. Macam latar belakang film horror, kan?

"AYO YUK KITA BERESIN KELAS, TEMAN-TEMAN," dengan penuh nada kepenjilatan sang ketua kelas berkata. Melihat kami bergeming - Antara males, enggak rela, dan jaim - Ia menambahkan, "Astagfirullah, kok nggak ada yang mau bantuin sih. Apa ini gara-gara gue ganteng?"

Seakan-akan suara "LAH" menyiram seantero kelas.

Mau tak mau, kami pun mulai bergerak, daripada harus sekali lagi mendengar fitnah semacam "Gue ganteng"-nya Tsunderevan. Sori tapi telinga saya alergi dusta.

2 Itu Teman, (40-1) Itu Satu Kelas! [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang