Ring!
"Ugh...5 menit lagi..." Chase memulai paginya dengan merengek entah kepada siapa, memandangkan dia sendirian di kamarnya itu.
Chase mencoba untuk terlelap kembali, namun cahaya matahari yang mengintip melalui celah gorden membuat matanya silau.
Setelah menukar posisi beberapa kali dengan niat melarikan diri dari cahaya itu, Chase akhirnya berputus asa dan justru mendudukkan dirinya dengan kesal. Mukanya cemberut, rambutnya berantakan gara-gara berguling-guling di kasur tetapi anehnya, badannya merasa sangat segar. Sepertinya dia tidur dengan nyenyak semalam, sesuatu yang jarang berlaku pada dirinya.
Dia tidak merasa lelah sama sekali, tubuhnya juga tidak pegal-pegal seperti biasanya.
"Apa yang terjadi semalam?" Chase sedikit bingung tetapi lamunannya terhenti karena tekaknya merasa kering.
"Haus..." Kakinya melangkah menuruni tangga dan menuju ke dapur. Tangannya menyambar botol air mineral sejurus pintu kulkas dibuka lalu meneguk air tersebut dengan rakus. Menyegarkan.
"Eh? Apa ini?," tanya Chase spontan kala netranya menangkap beberapa makanan tersedia di atas meja makan, beserta sekeping kertas kecil diletakkan di bawah gelas kosong.
"Makan ini dan minum obatmu. Jika badanmu masih panas, segeralah ke klinik" Chase membaca isi kertas itu dengan perlahan.
"Dash" Nota itu diakhiri dengan nama sang penulisnya, Dash.
Melihat nama itu, memori Chase tentang kejadian semalam berputar jelas dengan sendirinya, seperti sebuah filem di pawagam.
"Kau di mana?! Aku tidak bisa melihatmu"
Rungu Chase menangkap suara Dash dengan jelas, namun dia tidak mampu untuk memanggil namanya. Tubuhnya meringkuk di bawah meja di kamarnya sendiri, wajahnya ditenggelamkan ke lututnya yang dipeluk erat oleh tangannya. Lisannya pula terus-terusan mengulangi ayat yang sama.
"Hiks..Aku tidak bersalah..Maafin aku..Hiks"
Bruk!
Chase tersentak mendengar bunyi itu, sepertinya Dash telah melanggar sesuatu ketika mencoba untuk menghampirinya di dalam kegelapan yang mencengkam ini. Chase merasa bersalah telah melukai Dash secara tidak langsung, dan hal itu membuatnya kesulitan bernafas.
"Hics-Uhuk! Su-sah napas..Ugh"
"Hei, ada apa dengan kau?!"
Sepasang tangan dingin kini menangkup kedua pipinya lalu mengelus-ngelus lembut, ah Dash sudah menemuinya. Suara itu penuh prihatin dan kerisauan, membuat Chase mendadak merasa selamat dan tenang walaupun dia tidak bisa melihat jelas wajah Dash.
Chase merasa lega, sangat lega sehingga air matanya mengalir lebih deras dari sebelumnya.
"Huk! Gak bi-sa nap-as!"
"Tenanglah, tarik nafas"
Dada dan punggung Chase ditepuk-tepuk perlahan sebagai inisiatif untuk menenangkan tubuhnya yang gementar.
"Gak bisa, hiks!"
"Sini, ikut aku. Tarik, hmm..."
"Lepas.. Huu.."
Chase menuruti intruksi itu, menarik nafasnya dalam-dalam, menahannya beberapa saat dan melepasnya. Hal itu diulangi beberapa kali sehingga nafas Chase mulai stabil.
"Lihat aku, kau tidak apa-apa, okay?"
Mata bambi Chase mendongak ke arah wajah Dash yang diterangi cahaya bulan, kini semakin jelas di penglihatannya yang tidak lagi dikaburi air mata.
YOU ARE READING
CHASING DASH | HEEJAKE
FanfictionApa yang bakal kalian lakukan jika berada di posisi Dash yang ternyata menjadi live painter di pernikahan mantannya sendiri?
