Beberapa kali Jeno melihat bahu Haechan yang sesekali bergetar menahan tangis, "Nangis aja, Chan. Jangan ditahan, nanti dada lo sesak."
Dibilang seperti itu Haechan langsung menumpahkan tangisannya, ia tidak tahan lagi. Seluruh rasa kecewa yang ia berusaha tahan selama ini akhirnya meledak juga menjadi tangisan, saksinya hanya Jeno.
Perjalanan ke rumah Haechan memakan waktu hampir 20 menit, Jeno sengaja memelankan laju mobilnya membiarkan Haechan menangis lebih lama. Beberapa kali Jeno juga merasa matanya berkaca-kaca, mendengar tangisan Haechan yang pilu.
Akhirnya sampailah mereka di depan gerbang rumah Haechan, namun Haechan masih berusaha menghentikan tangisannya. Matanya sudah sangat sembab, pipi dan hidungnya memerah.
"Tadi Nana cerita kalo ortu lo lagi gak di rumah, mau gue temenin? Gue telepon Nana juga nanti buat dateng." Jeno tentu saja tidak sampai hati membiarkan Haechan sendirian dalam kesedihannya.
Haechan berdehem pelan, mencoba menetralkan suaranya yang serak karena terlalu lama menangis.
"Gak perlu, Jen, lo udah banyak bantu gue. Jaemin mending gak usah tau, gue gak mau dia berantem sama kak Mark."
"Lo yakin? Kalo ada apa-apa langsung telepon Nana aja ya." Jeno kembali meyakinkan, ia tidak bisa memaksa Haechan.
"Iya, makasih ya udah anterin gue pulang dan biarin gue nangis di mobil lo."
Jeno mengangguk, membiarkan Haechan keluar dari mobilnya. Ia masih belum pergi sebelum memastikan Haechan masuk sepenuhnya ke dalam rumah dengan aman.
.
Haechan masuk ke dalam kamar, berbaring pada kasur tanpa mengganti seragamnya. Tatapannya kosong ke arah langit-langit kamar. Ia benar-benar kecewa pada Mark, sosok yang paling dipercayainya. Haechan berpikir apa yang telah diperbuatnya hingga ia harus menerima semua kekecewaan ini.
Haechan tidak bisa membohongi perasaannya sendiri, ia marah pada Mark. Ia bahkan tidak mau mengisi daya pada hpnya, menghindari Mark yang kemungkinan akan menghubunginya.
Ia memutuskan untuk menenangkan dirinya terlebih dahulu dengan berendam air hangat.
.
Setelah berendam dengan air hangat dan wewangian yang menenangkan lumayan membuat Haechan menjadi lebih rileks. Jam kini sudah menunjukkan angka 9, cukup lama juga ia berendam, pantas saja jari-jarinya keriput.
Ia mengambil hpnya dari tas dan menyambungkannya pada kabel pengisi daya, membiarkannya selama beberapa menit sebelum menyalakannya kembali.
Langsung terdapat banyak pesan dan panggilan tak terjawab dari Mark, Haechan hanya melirik sebentar dan melanjutkan kegiatannya mengeringkan rambut. Sungguh, hanya melihat namanya saja membuat Haechan kesal setengah mati.
Haechan memutuskan kali ini ia benar-benar kecewa pada Mark. Katakanlah ia kekanakkan, Haechan tidak peduli. Kini ia ingin menjunjung tinggi egonya, biarlah ia sesekali menjadi orang yang tega.
Tiba-tiba perutnya lapar, ia baru sadar belum makan malam saat pulang tadi. Haechan akhirnya turun ke bawah untuk memakan makan malamnya yang sudah disiapkan bibi, membiarkan hpnya dalam mode sunyi di kamar.
Makan malam sambil menonton drama di televisi kedengarannya menyenangkan.
.
Selesai makan Haechan tidak kunjung beranjak dari ruang tamu tempatnya menghabiskan waktu makan sembari menonton drama korea. Tidak terasa pula jam sudah menunjukkan angka 10, pantas saja Haechan merasa agak mengantuk, ditambah lagi dengan hujan deras yang mendukung.
YOU ARE READING
Irreplaceble
RomanceKisah tentang hubungan Mark Lee dan Lee Haechan yang bagaikan film romansa. Seringkali orang-orang meragukan kisah mereka karena memang se-dramatis itu. Dimulai dari perbedaan style mereka yang bagaikan Beauty and the Beast, sampai pada sulitnya res...
Priority
Start from the beginning
