Follow dulu sebelum dibaca, ya😊
***
Daffi memiliki prinsip yang tidak akan mengizinkan sembarang orang untuk menginjakkan kaki di mansionnya. Namun prinsip itu seolah terlupakan sebab pengusaha tampan tersebut justru membawa paksa seorang Navya mas...
"Maaf ya aku ke sini gak izin sama kamu," ucap Mahira mencairkan suasana. "Soalnya aku gak tahu mau cari kamu di mana. Adnan bilang kamu gak punya handphone buat dihubungin."
Navya memang tidak memiliki ponsel dan kurang senang menggunakan benda canggih tersebut. Bisa dibilang Navya kuno atau gaptek dengan teknologi zaman sekarang. Tapi tak apa, ia justru senang tanpa ponsel pintar di tangannya. Navya bisa melakukan hal yang ia mau tanpa terdistraksi oleh ponsel.
"Aku baru tahu Mas Adnan punya teman dekat cewek di kantornya," celetuk Navya membuat Mahira tersenyum tipis, malu. "Mbak udah lama?"
"Baru kok, ini juga mau ke kantor lagi. Tadi ada kerjaan di luar kantor terus deket juga sama rumah sakit ini jadi aku sempatin jenguk Adnan dulu."
Navya mengangguk paham. "Makasih ya Mbak udah mau repot-repot dateng jengukin Mas Adnan."
"Sama-sama Navya. Aku gak repot sama sekali, Adnan teman becanda dan seperjuangan aku di kantor, selama gak ada dia aku gak punya teman becanda." Mahira tersenyum sendi menatap ke arah ranjang pasien. "Semoga Adnan cepat sadar dan pulih ya."
"Aamiin. Tolong doanya ya, Mbak."
Mahira tersenyum lalu mengangguk. "Pasti," jawabnya cepat. Ia melirik jam tangannya kemudian bangkit. "Navya, sorry aku udah harus balik, jam istirahat udah mau habis. Aku duluan ya, lain kali kita ngobrol lebih banyak."
Lain kali? Berarti masih ada kali-kali kesekian untuk mereka kembali bertemu. Navya tersenyum simpul. Mahira dan Adnan bukan hanya sekedar teman becanda dan seperjuangan seperti yang Mahira katakan. Firasat Navya mengatakan jika mereka memiliki hubungan tak terikat.
"Iya, Mbak. Sampai ketemu lagi di lain waktu," jawab Navya hangat.
Sepeninggal Mahira, Ajeng masuk dengan ponsel di tangannya. Navya kebingungan saat perempuan itu menyodorkan ponsel miliknya ada Navya.
"Tuan muda mau ngomong sama Nona," beritahu Ajeng.
Navya mengangguk lalu menerima ponsel Ajeng dan meletakkan di telinganya. "Assalamualaikum, Tuan," sapanya lembut.
"Waalaikumsalam. Hari ini saya pulang malam, jadi kamu jangan tunggu saya."
"Baik Tuan," jawab Navya patuh. Meski ia penasaran kenapa Daffi pulang malam hari ini. Apa suaminya itu lembur?
Terdengar decakan dari Daffi di seberang sana. Pria itu terdengar kesal. "Kamu gak nanya apa alasan saya pulang telat? Kamu seneng saya pulang malam?" semprot pria itu membuat Navya meringis kecil.
Ia melakukan kesalahan, sepertinya.
"Saya gak berani nanya banyak, Tuan. Saya gak mau Tuan terganggu sama pertanyaan-pertanyaan saya," cicit Navya pelan. Bagaimanapun Navya sudah berjanji tidak akan membuat Daffi terganggu dengan dirinya.
"Terserah."
Daffi merajuk. Navya kembali meringis serba salah. Perempuan itu menghela napasnya sebelum bersuara kembali. "Tuan lembur malam ini?" tanyanya ragu.
Daffi menjawabnya hanya dengan gumaman malas. Menandakan pria itu benar-benar merajuk.
"Saya minta maaf, Tuan. Jangan marah," bujuknya pelan. Ia gelisah dan cemas saat Daffi marah atau merajuk kepadanya.
"Saya capek."
Navya tertegun mendengar dua kata tersebut. Ia tidak pernah mendengar Daffi mengeluh. Tapi kali ini pria itu mengatakan kalau dia lelah. Navya menggigit bibir bawahnya gelisah, cemas dan khawatir. Mendadak ia ingin mengunjungi kantor Daffi dan melihat langsung bagaimana keadaan pria itu.
"Tuan--"
"Saya tutup dulu. Langsung pulang setelah ini, saya gak mau kamu keluyuran." Daffi langsung memotong kalimat Navya.
"Tuan baik-baik aja?"
"Hm. Lupain aja yang saya bilang tadi."
Tanpa menunggu balasan dari Navya, Daffi langsung menutup panggilan mereka. Navya menatap layar popih itu sebelum menghela napas pelan dan mengembalikan ponsel Ajeng.
"Saya tunggu di luar lagi, Nona."
Navya mengangguk kecil. "Makasih Ajeng, maaf ngerepotin kamu," ujarnya merasa tidak enak.
Ajeng tersenyum hangat. "Sudah tugas saya, Nona, jangan khawatir," balasnya membuat Navya ikut tersenyum.
Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.