"Emang kenapa kalo gue mau?" sinisnya.
"Ya gak papa, gue cuma nanya doang. Sensi amat lo," cibirnya geleng-geleng kepala. "Navya udah lancar belum jalannya? Waktu itu gue pernah nawarin bantu dia terapi kakinya lagi, tapi dia nolak. Gak enak ngerepotin gue katanya. Gue jadi kangen Navya deh, udah lama gak ketemu."
Telinga Daffi sungguh panas mendengar ocehan Alex tentang Navya terus. Sahabatnya itu berani sekali menceritakan tentang istrinya di depannya.
"Mending lo keluar sekarang deh, Lex. Kuping gue sakit denger lo ngoceh mulu. Satu lagi, gak usah repot-repot bantu istri gue, karena sekarang dia punya gue. Gue masih mampu biayain terapi buat kaki dia. Tapi makasih banget lo udah peduli."
Alex menaikkan sebelah alisnya menatap lekat sahabatnya yang tampak kepanasan sebelum tertawa geli. Ia geleng-geleng kepala lalu bangkit dari duduknya.
"Udah ada yang tumbuh tapi gak lo sadari, Daff," celetuk Alex membuat Daffi mengernyit bingung.
"Apa maksud lo?"
Alex menggidikkan bahunya seraya memasukkan kedua tangan dalam saku celana. "Kalo gue bilang lo gak akan percaya. Mending lo cari tahu aja sendiri. Semoga lo gak telat ya."
Setelah mengatakan itu Alex keluar meninggalkan Daffi yang masih mencerna kalimat yang Alex katakan tadi.
Apa yang sudah tumbuh tapi tidak Daffi sadari?
***
Navya tidak sendiri pergi ke rumah sakit. Di sisinya ada Ajeng yang ditugaskan untuk mengikutinya ke mana pun Navya pergi dan itu adalah perintah Daffi. Terkadang Navya merasa kasihan terhadap Ajeng yang pekerjaannya bertambah. Menjadi pelayan sekaligus asisten pribadi Navya.
Perempuan itu memasuki ruang rawat inap Adnan dibantu Ajeng. Hari ini Navya memutuskan untuk tidak menggunakan kursi roda melainkan dengan bantuan tongkat kruk. Ajeng yang memberikan padanya, katanya Daffi memintanya memesankan tongkat tersebut pada dokter pribadi untuk Navya.
Navya yang tidak menyangka Daffi akan seperhatian itu kepadanya tak kuasa menahan senyum haru. Meski bukan pria itu yang memberikannya langsung, Navya tetap merasa senang dan bersyukur.
Daffi tidak seburuk itu.
Ketika pintu terbuka pemandangan yang pertama kali Navya lihat adalah seorang perempuan duduk di kursi samping ranjang pasien yang Adnan tempati. Sontak kening Navya mengkerut bingung. Siapa perempuan itu? tanyanya dalam hati.
Navya melangkah mendekat. "Assalamualaikum," sapanya membuat perempuan yang tengah memunggunginya itu menoleh, kaget.
"Wa-waalakumsalam," jawab perempuan asing itu terbata. Dia langsung berdiri sebagai reaksi spontan terhadap kedatangan Navya yang tiba-tiba.
"Mbak siapa? Kenapa ada di kamar Mas Adnan?" tanya Navya penasaran. Dilihat dari penampilannya perempuan cantik itu seperti pekerja kantoran. Sangat rapi dan elegan.
Perempuan itu tampak gugup sebelum tersenyum tipis dan mengulurkan tangannya ke arah Navya. "Nama saya Mahira, saya teman kantor Adnan," katanya. Navya membalas uluran tangan tersebut dan ikut tersenyum. "Kamu Navya kan, adik Adnan?"
"Iya, Mbak Mahira."
Keduanya melepas jabatan tangan. Mahira tersenyum ramah sebelum mempersilakan Navya duduk di kursi yang tadi ia tempati sementara ia mengambil kursi lain dan duduk di sebelah Navya.
YOU ARE READING
I'm With You || End
RomanceFollow dulu sebelum dibaca, ya😊 *** Daffi memiliki prinsip yang tidak akan mengizinkan sembarang orang untuk menginjakkan kaki di mansionnya. Namun prinsip itu seolah terlupakan sebab pengusaha tampan tersebut justru membawa paksa seorang Navya mas...
CHAPTER 16
Start from the beginning
