"Saya mau siap-siap ke kantor, tolong siapin pakaian saya," ucap pria itu membuat Navya menatapnya tidak percaya. "Kamu mau ngelakuin tugas kamu sebagai istri kan? Itu tugas kamu, siapin baju saya sebelum pergi."
Navya masih mematung mendengar ucapan Daffi barusan.
"Ngapain kamu masih di situ? Kalau saya telat ke kantor, kamu yang saya salahin!"
Mendengar itu Itu Navya buru-buru menyusul Daffi yang sudah keluar lebih dulu. Navya tidak mungkin melewatkan kesempatan itu. Daffi sudah berbaik hati membiarkannya melakukan tugasnya sebagai istri, yaitu menyiapkan pakaian suaminya sebelum bekerja. Rasa sedihnya karena tidak diizinkan menyiapkan sarapan untuk Daffi tadi terbayarkan.
"Nanti Ajeng akan mindahin semua barang-barang kamu ke kamar. Kamu jangan lagi ke kamar itu atau berpikir untuk nempatin kamar itu lagi, karena tempat kamu sekarang itu di kamar utama. Saya gak mau Bunda marahin saya dengan biarin kamu kembali ke kamar itu," jelas Daffi.
Navya mengangguk patuh. "Iya, saya paham Tuan."
Daffi menyuruh Navya untuk mengikutinya menuju walk in closet di mana semua barang-barangnya berada. Navya terpana dengan ruangan yang dua kali lebih luas dari kamarnya itu. Semua barang-barang Daffi tersusun rapi, mulai dari pakaian, sepatu, jam tangan, parfum dan lainnya.
"Tuan mau pakai baju warna apa hari ini?" tanya Navya. Ia merasa harus menanyakan ini sebab ia tidak mau melakukan kesalahan dan berakhir dimarahi oleh Daffi.
"Pakaian kantor saya rata-rata warnanya gelap, jadi pilihin aja satu diantaranya." Navya mengangguk paham.
Setelah itu Daffi berlalu menuju kamar mandi sementara Navya sibuk memilihkan setelan jas untuk suaminya.
Setelah bersiap-siap Navya dan Daffi turun untuk sarapan. Awalnya Navya menolak untuk ikut sarapan karena ia takut Daffi tidak akan suka, tetapi pria itu sendiri yang menyuruhnya membuat Navya menurut.
Daffi melihat menu makanan di atas meja kemudian mengernyit saat melihat beberapa hidangan dengan olahan ikan. Ia ingat tanpa sengaja mengingat jika Navya alergi dengan olahan ikan.
"Ajeng," panggil Daffi membuat Ajeng langsung menghadap pria itu. "Lain kali pastikan gak ada olahan ikan di meja makan, istri saya alergi ikan," ucap Daffi.
Navya yang mendengar itu tersentuh karena Daffi mengingat makanan yang tidak bisa ia makan. Meskipun saat Daffi mengatakan itu dengan ekspresi datar, tetapi Navya tetap tersanjung dengan perhatian kecil tersebut.
"Baik, Tuan." Ajeng mundur.
Usai sarapan Daffi langsung bangkit dari duduknya beserta tas kantor. Melihat itu Navya segera menyelesaikan sarapan dan mengikuti Daffi.
"Lanjutin sarapan kamu, gak perlu anter saya ke depan," titah Daffi membuat Navya menghentikan gerakannya.
Pria itu lalu mengeluarkan sebuah kartu berwarna hitam dan mengulurkannya pada Navya. "Kamu tau ini kartu apa kan?" Navya mengangguk. Tentu ia tahu. "Pegang kartu ini dan pakai untuk beli kebutuhan kamu."
Navya mengambil ragu kartu tersebut. "Tapi--"
"Saya paling gak suka sama orang yang gak nurut," tekan pria itu membuat Navya langsung terdiam. Perempuan itu mengangguk pelan sebelum menggumamkan terima kasih.
Setelah dirasa tidak ada keperluan lagi Daffi berbalik dan pergi begitu saja tanpa mengucapkan kata pamit pada sang istri. Navya sama sekali tidak tersinggung atau merasa sedih dengan sikap pria itu.
***
Daffi meregangkan otot-ototnya yang kaku seharian bekerja dan berkutat dengan layar komputer dan dokumen-dokumen di atas meja. Pria itu menenggak kopi yang masih hangat lalu melirik jam tangannya.
YOU ARE READING
I'm With You || End
RomanceFollow dulu sebelum dibaca, ya😊 *** Daffi memiliki prinsip yang tidak akan mengizinkan sembarang orang untuk menginjakkan kaki di mansionnya. Namun prinsip itu seolah terlupakan sebab pengusaha tampan tersebut justru membawa paksa seorang Navya mas...
CHAPTER 13
Start from the beginning
