#6 Friends With Benefit

1.7K 91 0
                                    

Marylou mendapati adiknya tengah bermain piano ketika dia melenggang masuk ke ruang santai sambil menahan segelas wine di genggamannya. Diamati baik-baik bagaimana jari-jari Caitlin yang lentik menyentuh tuts di hadapannya dengan penghayatan sempurna saat memainkan La Flamande. Benaknya berkelebatan memikirkn nasib adiknya apabila dia berhenti dari dunia hiburan.

Sejak mereka hidup sebatang kara, Marylou-lah yang memberikan kasih sayang dan menafkahi adiknya untuk bertahan hidup. Bayangkan saja jika karir Marylou meredup dan dia tidak bisa lagi memberi makan adiknya. Apakah dia akan kembali bekerja di bar sebagai pelayan? Sebelum menjadi artis, Marylou sempat merasakan pahitnya dunia malam, bekerja tiap malam menjadi pelayan di sebuah bar, mendapatkan gaji seadanya, bahkan tak jarang mendapatkan perlakuan tidak senonoh dari pengunjung. Sampai akhirnya dia dipertemukan dengan seseorang yang tertarik dengan paras cantiknya. Orang tersebut mengatakan pada Marylou bahwa wajahnya yang menarik bisa menjadi nilai plus di jagad hiburan. Mencoba-coba, Marylou menerima tawaran orang itu, masuk ke dalam dunia perfilman dengan mengikuti casting dan akhirnya dipilih berkat kemampuan aktingnya.

Kini dia tidak bisa membayangkan apabila dia berhenti dari pekerjaannya saat ini. Berbagai macam berita negatif yang menyudutkannya justru membuat karir Marylou sempat meredup, kalah oleh pesaing-pesaingnya. Terkadang dia merutuk. Padahal dia hanya pergi ke pub untuk pesta bersama kawannya, bersenang-senang, tapi selalu disoroti oleh paparazzi yang haus akan berita mengenai dirinya. Apalagi berita terakhir yang menyudutkannya tentang penyalahgunaan narkotika. Dia mendengus kesal mendengar omong kosong itu.

"Caitlin," tegur Marylou seraya berjalan mendekati Caitlin. Gadis itu berhenti bermain piano, lantas membalas tatapan kakaknya/

"Ya?"

"Mungkin... aku akan berhenti dari duniaku," gumam Marylou ragu-ragu. "Dan kita pindah ke Jerman."

Ada hentakan pelan dari dalam dada Caitlin mendengar keputusan singkat kakaknya. "Tapi... kenapa?"

Marylou menghembuskan napas pendek. "Aku ingin membuang bayang-bayang kenangan buruk di sini. Kita memulai kehidupan baru dengan membuka usaha kecil-kecilan. Bagaimana?"

Jauh di dasar hati Caitlin, dia menyetujui rencana kakaknya agar tidak terus-menerus melakukan hal-hal yang tidak disukainya. Namun di sisi lain, dia tidak ingin berjauhan dari Devon.

"Kau yakin?" Caitlin bertanya memastikan. Sedikit bimbang.

Mendadak saja, Marylou tertawa lepas dan memukul pelan lengan adiknya. Hal itu cukup membuat Caitlin mengernyit bingung. Marylou terbahak-bahak, menunjuk adikknya seolah sedang melihat badut, sampai-sampai isi wine di dalam gelasnya menetes di atas lantai.

"Wajahmu serius sekali, Cait," kelakar Marylou seraya mengusap air mata di sudut matanya, dan berhenti tertawa saat itu juga. Dalam benak Caitlin, dia yakin kakaknya sedang mabuk. "Tentu saja tidak! Mana mau aku meninggalkan duniaku! Aku akan tetap bertahan dam membuktikan bahwa aku tidak semudah itu dihancurkan!" Dia tertawa lagi. "Bagaimana aktingku tadi? Ada produser film yang menawarkan peran untukku sebagai gadis polos yang selalu dirundung kesedihan."

Mendengar pengakuan kakaknya, Caitlin mengernyit kesal. Dia memutar tubuhnya lagi untuk meneruskan bermain piano.

"Sialan, kukira kau sungguh-sungguh," dengusnya kesal, yang ditanggapi Marylou dengan tawa menggelegak.

Tentu saja itu sempat terpikir olehku, batin Marylou di tengah tawa pura-puranya itu. Tapi aku tidak boleh egois dengan memaksa Caitlin meninggalkan Kensington.

***

Justin's Point of View

"Kenapa kau mencampakkanku?!"

Perfect Revenge (by Loveyta Chen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang