10

4 0 0
                                    

        Sore menjelang malam, dokter kembali datang untuk mengecek keadaan Ryan dan melepas infusnya. Dokter belum memperbolehkan Ryan untuk melepas masker oksigen, dikarenakan saturasinya masih rendah. Ryan masih ngawang, antara sadar dan tidak. Sempat mengeluh kepalanya sakit, tapi akhirnya ia memejam lagi. Bang Hesa kebetulan sedang masa-masanya libur, memutuskan menginap sebentar di rumah Ryan. Tante punya banyak pekerjaan, tentu tidak bisa bila harus menjaga Ryan 24 jam. Reyhan dan Rama sudah pulang, setelah diyakinkan Bang Hesa bahwa ia akan menjaganya.

        Menjelang tengah malam, Ryan terbangun. Kamarnya sudah berganti lampu temaram. Merasa aneh dengan tubuhnya sendiri, berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi sebelumnya.

"Lo habis ngapain di sekolah?" tanya Bang Hesa tiba-tiba. Ryan mengikuti arah suara Bang Hesa, yang ternyata berada di sofa samping kasurnya. Hesa bangkit, menghampiri Ryan.

"Mau minum dulu ngga?" tanya Hesa. Ryan mengangguk. Hesa membantu Ryan duduk bersandar, kemudian menyodorkan botol yang sudah diberi sedotan. Ryan membuka masker oksigennya, menyedot air minum yang disodorkan Hesa.

"Kok...disini?" tanya Ryan heran. Hesa hanya mengangguk, membantu Ryan berbaring dan memasang masker oksigennya kembali.

"Lo mau tidur lagi?" tanya Hesa. Ryan menggeleng. Hesa menghela napas, kemudian mengambil tempat di samping Ryan.

"Dulu pas kecil lo suka banget cerita-cerita. Sekarang lo gamau cerita lagi?" tanya Bang Hesa. Ryan tersenyum tipis. Rupanya, abang sepupunya yang satu ini masih mengingat kebiasaannya. Hesa merupakan sepupu yang paling dekat dengannya, selain karena umur mereka tidak terlalu jauh, dulu orang tua Hesa sering menitipkan Hesa di rumah Ryan sehingga mereka sering bermain bersama. Ryan mengubah posisi tidurnya, berbaring menyamping menghadap Hesa.

"Capek...." ucap Ryan pelan. Hesa mengangguk, mengusap-usap kepala Ryan. Hesa ingat kalau dulu Ryan sering meminta dirinya untuk mengusap kepalanya sebelum tidur.

"Berjuang terus ya? Abang tau lo kuat, lo pasti bisa sembuh" jawab Hesa menyemangati Ryan. Ryan menggeleng.

"Asma 'kan, gabisa sembuh, bang..." jawab Ryan pelan. Masker oksigennya sudah penuh oleh uap hasil tarikan napas Ryan. Hesa yang menyadari hal itu segera menenangkan Ryan. Untungnya Ryan tidak benar-benar terambil alih oleh sesaknya, hanya emosi sesaat yang menguasainya. Hesa kembali mengusap-usap rambut Ryan, sampai ia tertidur.

        Menjelang shubuh, Ryan terbangun lagi. Tak ingin mengganggu Hesa, ia berniat bangkit pelan-pelan dari kasur. Tetapi, pergerakan itu tetap membuat Hesa terbangun.

"Ryan? Kenapa? Sesek?" tanya Hesa yang baru terbangun sedikit panik, karena ia melihat Ryan duduk sambil menundukkan kepalanya di tepi ranjang. Masker oksigen masih terpasang di wajah Ryan. Ryan menoleh, menatap Hesa yang masih mengedip-ngedipkan matanya, berusaha menyadarkan diri sepenuhnya.

"Maaf bangunin lo, bang" Ryan tidak menjawab pertanyaan Hesa, meminta maaf karena ia membuat Hesa terbangun. Hesa menggeleng.

"Lo mau apa? Minta tolong sama gue kan bisa" ucap Hesa.

"Lo tidur bang, kan ga mungkin gue bangunin lo" jawab Ryan, suaranya terdengar pelan karena teredam masker oksigen. Hesa menghela napas.

"Gue abang lo, Ryan. Mau gimana pun juga, kalo lo mau apa-apa, minta tolong sama gue. Jangan merasa lo itu ngerepotin, nggak sama sekali. Kalo lo butuh apa-apa, minta tolong sama gue" tegas Hesa. Ryan mengangguk.

"Lo mau apa? Gue ambilin" ucap Hesa lagi.

"Gue laper. Sejak pulang sekolah gue belum makan, langsung tidur. Tadinya gue mau nyari makanan ke dapur" jawab Ryan.

He's SickWhere stories live. Discover now