Kimara pun segera mengambil hasil lukisannya untuk diberikan pada Malinka. Demi apapun senyum anak itu langsung mengembang.
"Kalau Kakak yang laki-laki ini, siapa?" Lagi, Malinka bertanya.
"Teman, kita berteman."
"Teman?"
"Iya."
"Bukan pacar?"
Tentu Kimara sontak terkejut. Sekilas matanya menatap pada Osean yang langsung dibalas gerakan menautkan alis seakan berkata 'kenapa liatin gue?'
Namun dengan cepat Kimara menggeleng lalu melanjutkan gerakan tangannya. "Kenapa Malinka bertanya begitu?"
"Kalian kaya lagi pacaran."
Sungguh Kimara tak bisa menahan bibirnya yang ingin tersungging. "Belum, kita belum pacaran. Ini masih diusahakan. Ganteng ngga menurut Malinka?"
"Iya, ganteng."
Tanpa di duga Kimara dan Malinka jadi tertawa bersama. Baru juga kenal sebentar tapi Malinka sudah mendukung ke'halu'an nya.
Hal tersebut tentu membuat Osean semakin mengerenyitkan dahi. Ia juga ingin ikut tertawa, tapi tidak mengerti sedikitpun topik apa yang dua orang itu bicarakan. Akhirnya Osean bertanya, "Kim, jadi namanya siapa?"
Ah iya, Kimara baru ingat. Ia cepat-cepat berhenti tertawa. "Namanya Malinka, Kak."
"Oh, halo Malinka." Osean mengusap-usap rambut si anak. "Terus kalian ngobrolin apa sampe ketawa-ketawa?"
"A-ah.. itu," ia mencari alasan. "Itu, katanya hidung lo lucu sih, Kak,"
"Hidung gue?"
"Iya."
"Lucu gimana?"
"Lucu kaya, jambu monyet?"
Derik jangkrik yang kian rapat semakin menandakan jika malam sudah bergulir semakin jauh. Hampir pukul 02.00 sekarang. Sapuan angin masih setia menjadi peneman Kimara dan Osean. Ah, jangan lupakan Malinka juga. Entah tempatnya yang terlalu nyaman atau memang dirinya yang sudah mengantuk, Malinka jadi tidur pada kedua paha Osean.
Tidak disangka malam ini Kimara lewati bersama lelaki yang dicintainya.
Mereka membicarakan banyak hal seperti membahas agenda untuk besok; dimana mereka akan mulai membuat toilet darurat, bercerita hal random seperti teori-teori konspirasi tenggelamnya kapal Titanic, sampai membicarakan seputar perkuliahan yang nampaknya sampai sekarang belum juga selesai.
"Jadi lo beneran mau ke Amerika setelah lulus, ya, Kak?" tanya Kimara, memastikan lagi.
"Iya, walaupun sedikit berat hati sih rasanya."
"Berat hati?"
Osean mengulum bibir. "Ya, gitu. Emang dari dulu rencana mau lanjut S2 di Amerika. Sekalian nanti mau coba kerja di salah satu firma hukum ternama di sana. Lo tau ngga, Kim?"
Kimara berpikir sejenak, "Baker McKenzie?"
"Pinter." Osean mengusak surai hitam Kimara dengan satu tangannya karena satu tangannya lagi ia gunakan untuk menyangga kepala Malinka di pahanya.
Menghabiskan banyak waktu bersama Osean semakin membuat Kimara jatuh cinta bertubi-tubi dengan lelaki tersebut. Apalagi usakkan yang lelaki itu berikan padanya tadi. Ya ampun, apa ia harus stop keramas dulu?
"Kim, tidur gih. Masih ada waktu beberapa jam buat lo istirahat," lanjut Osean. "Inget kita datang ke sini buat apa. Kita harus bantu mereka yang membutuhkan jadi jangan sampe kita yang sakit."
"Iya udah, Kak. Tapi Malinka gimana?"
"Tidur sama lo ngga pa-pa, ya? Maksudnya, supaya kalian lebih akrab dan bisa lebih gampang buat kita atasi traumanya."
"Oh, oke. Tidur di tenda relawan ya berarti?"
"Iya, Kimara Laiadinuar."
Mereka pun berjalan kembali ke tenda setelah merapihkan semua perlatan yang Kimara bawa. Cahaya-cahaya lampu nampak menyambut. Selama kaki melangkah, Kimara sering sekali mencuri-curi pandang pada Osean yang berjalan sembari menggendong Malinka. Kepala anak itu bersandar nyaman pada pundak Osean. Bahkan hoodie hitam Osean sudah dipakai untuk menyelimuti tubuh Malinka selama anak itu tertidur sampai sekarang.
Lelaki se-gentleman ini apa harus Kimara relakan kepergiannya? Osean mengatakan paling lama 3 tahun dirinya mengenyam pendidikan di Negeri Paman Sam sana. Tiga tahun. Ya, Kimara hanya perlu menahan diri selama 3 tahun. Tidak akan lama, kan?
"Eh, kenapa, Kak?" tanya Kimara, sebab lelaki di sampingnya tiba-tiba menghentikan langkah.
"Tadi lo nanya kan, gue udah punya seseorang atau belum?"
Sial. Jantung Kimara mendadak berdetak kencang sekarang. Iya, ia menanyakannya tadi— tidak, bahkan lebih dari itu!
"Ii-iya, emangnya kenapa? Bukannya lo ngga mau jawab sekarang ya?"
"Tadinya sih begitu. Tapi sekarang orangnya udah ada di depan mata, nih."
Orangnya di depan mata.
Di depan mata.
Depan mata, nih.
"Lo liat perempuan yang berdiri di pintu tenda bagian relawan medis sana?" tanya Osean. Sorot matanya berfokus pada perempuan yang mengenakkan baju hangat double dan beanie hat, terlihat baru saja keluar tenda seraya menggeliat kecil dengan membawa mug.
"Itu pacar gue, Kim. Lo pasti kenal. Udah satu tahun kita pacaran tanpa ada yang tau kecuali keluarga kita— dan sekarang lo. Dia yang bikin gue berat hati kalau nanti pergi ke luar negeri. Mangkanya gue cuman 3 tahun di sana. Engga yakin kita bisa LDR. Ruby Anathea secantik itu."
Osean bahkan tidak berhenti memandang kekasihnya. Ia sampai tak berkedip.
"...jadi, maaf Kimara, maaf karena gue ngga bisa balas perasaan itu."
Kimara Laiadinuar terlalu cepat mengambil keputusan. Entah apa yang perempuan itu pikirkan. Kimara sudah confess tentang perasaannya kepada Osean dan hasilnya, ditolak.
***
chapter ini flashback dulu ya, latar ceritanya ada di tahun-tahun berikutnya.
💌 Please tap vote and leave some comments, thank you lovvees!
01 : intro, the ocean
Start from the beginning
