3. Bapak Pulang

9 1 0
                                    

Seorang gadis kecil dengan rambut yang dikepang dua tiba-tiba saja berlari setelah melihat pria paruh baya yang mungkin sudah sejak tadi menunggunya. Senyumnya terlihat sangat lebar, bahkan tangannya tidak berniat melepas pelukan di leher pria paruh baya yang menjemputnya. Membuat pria itu harus menggendong gadis kecilnya lalu menciumi pipi kecilnya.

"Anak bapak tadi belajar apa saja?" tanya Hadi dengan semangat. 

"Tadi Mara belajar gambar pak, bapak mau liat gambar Mara ndak?" Kedua bola matanya itu terlihat sangat antusias. Amara ingin bapak melihat hasil gambarnya di sekolah. "Nanti sampai rumah kita lihat sama-sama, ya. Biar ibu sama Mas Juna bisa lihat juga."

Amara mengangguk. Keduanya melanjutkan perjalanan untuk pulang ke rumah. Tentunya di sepanjang jalan mereka tidak diam saja. Hadi selalu memfungsikan kedua telinganya dengan baik supaya bisa mendengar cerita dari mulut mungil anak perempuannya. Sesekali Hadi akan menjawabnya dengan sangat ekspresif supaya Amara merasa senang. 

"Bapak tahu ndak? Tadi Mara dapat bintang di kelas dari bu guru."

Mulut Hadi terbuka, kaget mendengar ucapan Amara. "Wah! Hebat sekali anak bapak!" Tangan Hadi mengelus kepala Amara. 

"Nanti mau hadiah apa dari bapak? Jajan? Emm atau dongeng sebelum tidur?" tawar Hadi yang membuat tawa Amara terdengar renyah.

"Kok malah ketawa, to?" 

"Mara ndak mau itu, mara maunya bapak jemput Mara setiap hari biar bisa jalan-jalan," jawab Amara kembali memeluk Hadi dengan erat.

Hadi hanya bisa tersenyum senang. Rasanya baru kemarin dia menyambut kehadiran bayi mungil bersama istrinya, Yanti. Waktu ternyata berjalan sangat cepat sekali. Rutinitas Hadi menjemput anaknya pulang sekolah bahkan sudah dilakukan selama 2 tahun belakangan ini. Dikarenakan Amara baru bersekolah di taman kanak-kanak, jadi Hadi harus selalu menjemput anak gadisnya itu ketika pulang supaya tidak terjadi apa-apa. Sedangkan Juna, anak pertamanya, sudah mulai memasuki sekolah dasar yang berada di dekat rumah. Jadi tidak apa-apa kalau Juna harus pulang sendirian. 

Tapi sesekali, jika sempat dan waktunya bersamaan, dia akan menjemput kedua anaknya supaya bisa pulang bersama-sama. 

🎉🎉🎉🎉

Plak!

"Habis dari mana saja kamu, hah?!" tanya Hadi dengan nada tingginya. Matanya melotot tajam setelah melayangkan tamparan keras ke pipi anak perempuannya. 

Setelah dua hari tidak pulang ke rumah, hari ini bapak menampakkan diri langsung di depan Amara dengan wajah marah. Tidak ada salam ketika bapak masuk ke dalam, hanya sebuah tamparan yang tiba-tiba saja mendarat di pipi kirinya. Membuat Amara tentu saja terjatuh di hadapan bapak.

Bahkan, Juna yang semula sedang menjemur pakaian di belakang rumah segera bergegas menuju ke dalam karena mendengar suara bapak yang begitu keras. Benar saja, bapak sedang melakukan aksinya.

"Bapak ini apa-apaan, to?! Mara ini anak bapak, kan?!" ucap Juna yang langsung membantu Amara untuk berdiri. Tangannya menyuruh adiknya supaya berdiri di balik tubuhnya. Juna tidak mau bapak memberikan bekas luka di tubuh Amara.

Wajah Hadi yang semula marah, kini sedikit mereda. Amarahnya menurun melihat Juna yang berdiri di hadapannya. Suda pasti karena Hadi tidak mau membentak Juna. Berbeda dengan Amara yang selalu dia bentak.

"Minggir Juna, bapak sedang bicara dengan adikmu," ucap Hadi yang dibalas gelengan oleh Juna.

Apa menampar Amara baru saja itu bisa disebut sedang bicara? 

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 21 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Perayaan AmaraWhere stories live. Discover now