Harus bagaimana lagi? Memang seperti inilah pembawaanku, seluruh keluargaku memang sering mengatakan kata-kata dengan keras dan kasar. Ayahku seorang tukang kayu, dan Ibuku seorang pedagang sayur. Wajar jika aku harus berkerja keras, karena aku berkumpul dan berteman dengan orang-orang berkata keras.
Berbeda dengan Rosie yang hidup di lingkungan kelas atas. Mereka sopan dan selalu tersenyum ramah. Itulah yang membuat wajah itu selalu terlihat bahagia, karena senyum tulus itu.
Srek.. sreekk..
Aku melirik kebawah, ke arah tangan-tangan putih yang sedang meraba bagian dadaku.
"Kamu ngapain?" Tanyaku padanya.
"Seragam sekolah kamu kotor" jawabnya.
"Seragamnya emang kotor, minggir"
"Biar aku cuci"
"Enggak usah"
"Aku cuci" dia mulai membuka kancing seragam sekolahku.
"Hoii.. Rosie"
"Aku bilang aku cuci" Tidak pernah menyerah, mungkin itu nama belakang Rosie yang sesungguhnya, karena ia masih berkeras membuka kancing seragamku.
"Engak perlu" aku menarik tangannya ke atas, membuat dadanya menempel dengan dadaku.
Aku menelan salivaku dan melepaskan tanganku cepat.
"Aku bisa cuci sendiri"
Wajahnya merona, pelan-pelan ia mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Sepertinya malu karena tadi kami begitu dekat.
"Yaudah, terimakasih bekalnya" aku mengangkat bungkusan bekalnya, lalu berputar dan meninggalkannya.
"Hati-hati di jalan, besok aku buatin bekal yang lain"
Aku mendesah, kegiatan sekolah selalu seperti ini, dia datang ke sekolahku dengan tangan memegang bekal yang ia siapkan untukku. Ya, kami berbeda sekolah. Kenapa kami bisa bertemu?
Kejadiannya sekitar lima bulan yang lalu, ketika aku sedang bernyanyi di sebuah cafe. Aku adalah musisi yang bernyanyi dari cafe ke cafe saat itu. Kami bertemu di sana, tepatnya saat Rosie sedang merayakan ulang tahunnya yang ke 17 tahun.
Saat itu, aku menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuknya. Menurut yang dia katakan padaku, saat itulah dia mulai terpesona padaku, karena suaraku dan tatapan mataku yang begitu tulus ketika menyanyikannya.
"Kamu keren banget waktu nyanyi" Rosie selalu mengatakan itu setelah selesai melihatku bernyanyi.
Dia tidak pernah absen melihtaku bernyanyi setiap malamnya, hal itu juga yang membuatku sering memarahinya. Tidakkah dia memiliki sesuatu untuk dikerjakan? Tidakkah dia banyak pekerjaan rumah dari sekolah? Tidakkah dia lelah? Jawabannya tentu saja tidak.
"Karena aku mencintai kamu" jawaban khas anak-anak dimabuk cinta.
•
•
"Gak bisa ya kamu metik Bassnya sesuai sama apa yang udah aku tulis ulang? Suaranya berbeda sama ketukan yang lain" aku lagi-lagi harus memarahi rekan satu bandku karena kesalahannya di atas panggung tadi.
Kami sedang bermain di salah satu club yang memang selalu memanggil band-band baru seperti kami.
"Aku udah ikutin semua yang udah kamu tulis"
"Enggak, kamu gak ngelakuin itu" aku menendang marah kursi yang berada di sebelahku.
Aku selalu kesal dan marah jika salah satu rekan seband ku tidak memainkan alat musiknya seperti yang aku inginkan. Aku tidak bisa bernyanyi dengan menghayati jika satu nada saja melenceng.
YOU ARE READING
♡ ONESHOOT ♡ • [ JISOO ] •
FanfictionBerisikan tentang cerita sekali tamat yang menjadikan Kim Jisoo sebagai tokoh utamanya. ♡
• When I Was Your Man •
Start from the beginning
![♡ ONESHOOT ♡ • [ JISOO ] •](https://img.wattpad.com/cover/324882275-64-k840348.jpg)