Bab. 19

37 9 0
                                    

"Saya terima nikah dan kawinya Jeha——"

Pak penghulu menjulurkan tangan menginterupsi untuk berhenti, terhitung satu kali kesalahan menyebut nama mempelai wanita, dengan yang barusan menjadi dua.

"Yang tenang Mas, konsentrasi," kata Pak penghulu, berbadan kurus berkumis tipis.

Allen menarik napas perlahan, entah kenapa sedari ia duduk dada terasa tersumbat dan membuat kesulitan bernapas. Melirik Mama yang duduk bersebelahan dengan Ibu sang mempelai wanita, kini memelotot, mungkin karena anak terus mengulangi kesalahan.

Emosi makin berperan, jantungnya bertalu kuat pun hati kian memanas. Wajah Jeha selalu terbayang di kepala. Memori kebersamaan bersama Jeha seolah terus berputar di kepala dan hari ini mereka harus benar-benar melupakan satu sama lain dengan terpaksa lalu terbiasa. Menghela napas lalu melirik melirik Mama kembali dan respon wanita itu masih sama memelotot dengan alis berpusat di jidat. Kelopak mata Allen memejam sesaat, menelan saliva sekaligus menabahkan hati.

Sebisa mungkin mencegah hati larut dalam emosi negatif.

"Jeha itu siapa? Dua kali saya dengar Allen menyebut namanya?"

Wanita itu jadi bertanya-tanya. Siapa sosok Jeha dan tentu saja nama Jeha mengingatkan diri pada putri keduanya yang tak dapat menghadiri pernikahan dengan alasan sangat sibuk. Entah kesibukan apa yang dilakukan hingga absen acara pernikahan kakak perempuannya sendiri. Dan sebelumnya sangat meminta maaf karena tak bisa hadir.

Nika menoleh pada Armi, memutar otak mencari alibi tanpa menimbulkan pertanyaan lain. Allen, anaknya memang sudah buta terlalu mencintai wanita rendahan itu. "Dari dulu Allen memang suka kebalik salah menyebut nama orang. Jena dan Jeha, nama mereka hampir mirip. Benar?" Nika pun berusaha tersenyum tenang, walau dalam benak ingin melipat bumi sekarang juga jika sang anak salah terus menyebut nama mempelai wanita.

Mengerjap kelopak mata Armi, merasa alasan kurang paten. "Mungkin saja." Biarpun janggal, Armi tidak mau ambil pusing. Bisa saja nama Jeha adalah nama mantan Allen yang dulu, walaupun Nika menjelaskan si putra tidak pernah menjalin kasih sebelumnya.

Nika pun mengangguk menanggapi, beralih pada Allen yang mulai siap mengucapkan ijab qobul kembali, kenapa bisa salah menyebut padahal sudah sangat jelas calon mempelai adalah Jena.

Wanita punya kelebihan pun nilai lebih tinggi dari Jeha. Tapi kenapa si anak masih terus menyimpan rasa pada wanita rendahan itu? Menelisik para tamu undangan pun banyak yang saling berbisik mengenai pengantin lelaki terus salah mengucap nama mempelai wanita.

Semoga saja tidak menimbulkan praduga liar karena Nika pun mencoba menjelaskan Allen sedikit grogi.

"Sudah tenang, Mas? Mari kita mulai lagi," pinta Pak penghulu, sudah siap menjabat tangan mempelai pria kembali.

Untuk yang ke tiga Allen berhasil mengucap kalimat ijab qobul dengan benar walau merasa baru saja ada kapak berhasil menancap hatinya.

Sedang di kamar atas tempat si pengantin wanita berada, Jena terus menatap bayangan dirinya dengan sendu, setengah mati menahan sakit begitu lelaki di lantai bawah berhasil mengucapkan ijab qobul.

"Selamat Nana, akhirnya kalian berdua resmi jadi pasangan. Aku terharu, akhirnya kamu menikah juga dengan pria pilihan Ayah kamu langsung," cetus Erlin terharu.

Terlihat dari pantulan cermin Erlin yang menemani sang pengantin berdiri menyerap tetesan air mata haru dengan tisu, berbeda dengan wanita yang duduk di sofa, terlihat dari pantulan cermin berwajah datar dan sulit ditebak bagaimana suasana hatinya.

Erlin pun memeluk singkat temannya, mengucapkan selamat berkali-kali walaupun Jena tengah menahan sesak dibalik wajah tenang pun tersenyum tipis menimpali penuturan ceria Erlin.

TAUT | Kim Mingyu✓Where stories live. Discover now