Laras menyingkirkan piringnya yang berisi nasi ayam khas Semarang komplit. "Mau saya racik rawonnya buat Mas?"

"Hmmmh!" Suta mengangguk acuh tak acuh.

***

"Gue tuh heran, kenapa Pak Suta tetep pake itu perempuan! Gerakannya tuh lelet banget! Udah gitu tampilannya lo liat dong!  Kayak badut ancol! Gue curiga sebenarnya dia itu nggak nikah! Pasti hamil anak sembarang orang tuh!"

"Idih," Yunita menyahut dengan raut ngeri. "Mbak Cynthia tuh ngeri banget tebakannya!"

Siang itu, mereka berempat; Yunita, Cynthia, Fitri dan Lusi, sedang makan siang di pantri. Tadi pada nitip ayam kremes ke Mbak Dartik.

Sudah seminggu ini Suta memang menghabiskan waktu makan siang bersama Laras. Kadang ke luar. Kadang di ruangan Suta sendiri. Hal itu yang memicu Cynthia untuk mengeluarkan spekulasinya saat jam makan siang.

Sebenarnya, tak ada yang peduli juga bos mereka mau ngapain saja sama Laras. Yang penting Pak Suta tidak ngamuk- ngamuk lagi, Fitri saja sudah bersyukur!

Tapi Cynthia memang doyan banget cari penyakit. Dia memang selalu iri sama orang yang terlihat lebih menarik darinya. Padahal, Cynthia sendiri sebenarnya tidak jelek. Hanya sikap buruknya yang membuat kecantikannya seakan tertutupi oleh muka judesnya itu.

"Kalo ngomong begitu, jangan di kantor dong, Mbak Cynthia! Entar ketahuan bos atau Laras kan bisa berabe?!"

Cynthia berdecak. "Alah! Kalo cuma Laras sih gue enggak takut! Kalo Pak Suta kan ngapain ke pantri? Dia bukan jongos! Nggak ada perlunya masuk- masuk ke sini!"

Yunita menoleh ke arah Lusi. Gadis yang baru dua bulan masuk ke perusahaan itu di bagian promosi, hanya mengangkat bahu. "Gue sih ya, biar kata nggak suka- suka banget sama Felisha jalang itu, tapi masih mending lah kalo Pak Suta sama dia! Ketimbang sama si Baby Huey itu. Badan montok begitu apa bagusnya sih? Cakep juga kagak...."

Tiba-tiba pintu yang tak tertutup rapat itu menguak lebih lebar. Sosok jangkung Suta berdiri dengan wajah kaku. Di belakangnya, ada Davinsha yang memegangi pundak Laras. "Kamu bilang apa barusan?" suara Suta lirih. Amat lirih. Akan tetapi mengandung nada ancaman di dalamnya. Matanya menyipit. Setajam silet. Siap mengiris- ngiris tubuh Cynthia jadi rajangan tipis- tipis.

Perempuan itu tergagap. Matanya membelalak gugup. Ia menoleh ke arah Fitri, Yunita, dan Lusi yang mengerut ketakutan." Kamu, berani- beraninya menghina istri saya mirip Baby Huey, benar?"

Wajah Cynthia berubah pucat pasi. Seolah- olah, semua darah tersedot dari wajahnya. "Kinerja kamu bakalan dievaluasi sama HRD. Kalo mereka bermurah hati padamu, saya tidak! Saya akan pecat kamu dengan tidak hormat!"

Suta kemudian berbalik, merangkul istrinya dan pergi meninggalkan area pantri. Dengan mengabaikan dengungan tak percaya di belakangnya.

Laras sendiri hanya bisa bengong tak percaya. Suta baru saja mengumumkan bahwa mereka adalah suami istri. Antara senang dan gelisah, saat ini Laras tak tahu mana yang lebih dominan dirasakannya.

***"

Berita bahwa Laras ternyata istri Suta segera menyebar mirip jamur di musim penghujan. Dari kantor pusat, sampai toko mereka yang ada di Bali dan Sumatra sudah mendengar bahwa Suta telah menikahi sekretarisnya hampir tiga bulan yang lalu.

Sikap mereka ke Laras berubah. Ada yang penasaran. Ada yang cari muka. Ada yang takut sampai ada yang jadi baik banget.

Yang tidak terpengaruh dengan berita itu tentu saja hanya Dhea yang sebetulnya sudah lama menebak bahwa kedekatan Suta dan Laras itu tampak tidak wajar. Kemudian Davinsha yang merasa bahwa Laras dan Suta memang cocok bersama.

Chandra berseru tidak terima. Dia baru saja mau memprospek Laras, sementara Cynthia jadi semakin membenci perempuan itu. Tapi Laras tak perlu memikirkannya, karena Suta memberikan perintah ke HRD supaya memecat Cynthia.

Kesannya memang abuse of power banget. Tapi percaya atau tidak, Suta sama sekali tak peduli. Meski Laras memprotes siang malam bahwa tindakan suaminya itu sudah berlebihan.

Tentu saja Suta menyangkal. "Aku bukannya kejam, Ras. Tapi kayak gitu itu habit. Dengan dia menjelek- jelekkan rekan kerjanya, secara nggak langsung, dia udah bikin suasana kantor jadi nggak kondusif. Aku masih bisa ngelindungin kamu karena kebetulan kamu istriku. Kalo hal itu menimpa pegawai lain yang nggak bisa membela diri dari penindasan semacam itu, terus bunuh diri, gimana? Siapa yang tanggungjawab?"

"Tapi kesannya kan jadi kayak anak kecil, Mas. Di perusahaan mana pun kayak gitu seringnya dapat pembiaran aja. Si staff sendiri yang harus bisa menyelesaikan masalah sama rekan kerjanya."

Suta berbalik menghadapi Laras yang sejak tadi mengekor di belakangnya. Kemudian satu tangannya bertumpu pada pinggiran meja, sementara lainnya berkacakpinggang. "Memangnya, siapa yang bisa melarangku buat membela harga diri istriku sendiri?" kedua alis lebat pria itu terangkat tinggi.

****

Sorry telat gais..... Lagi gak enak bodi. Tidur kemaleman bangun agak kesiangan nih. Enjoy........



Miss Dandelion Место, где живут истории. Откройте их для себя