"Ini karena.. "

"Gw harus jawab apa?" Batin Aldara memikirkan alasannya.

"Ini karena latihan tante, iya latihan" Ridha mengerutkan keningnya bingung.

"Latihan? kok sampe gitu?"

"Namanya juga latihan  bela diri tante"

"Tapi itu bekas tamparan Al, trus dahi kamu kenapa Al?"

Aldara memegang dahinya "kebentur di dinding rumah tan" Bohongnya lagi.

"Astaga lain kali hati-hati Al, udah kamu obati?" Mimik wajah Ridha Khawatir. Aldara merasa bersalah.

"Udah kok tan" Bohongnya lagi. Ridha tanpa sengaja melihat tangan kiri Aldara yang diperban.

Aldara yang menyadari itu menyembunyikan tangannya ke dalam saku sweater nya.

"Ga usah manggil tante mama aja"

"Eh? Oke tan"

Ridha tersenyum "ma El mau dipangku kak Al" Ucap Ariel Tiba-tiba. Aldara menoleh ke arah Ariel dan merentangkan tangannya. Ridha kembali melihat perban di tangan kiri Aldara.

"Sini sama kak Al" Ariel masuk ke dalam pelukan Aldara.

"Kak Al"

"Ya?"

"Kalo El udah besal, El mau nikah sama kak Al"
Ariel mendongak menatap Aldara yang tersenyum ke arahnya.

"Kamu mau sama kak yang udah tua nanti?"

"Mauu!"

"Riel kamu kecil" Ariel cemberut, Aldara terkekeh dan mencium pipi Ariel yang gembul.  Ariel tersenyum.

"Pa lihat tangan kiri Aldara deh" Bisik Ridha. Januar melihat ke arah tangan kiri Aldara.

"Itu kenapa ya pa?" Bisik nya lagi

"Papa juga ga tau ma" Januar juga berbisik.

Alfaro memperhatikan perban Aldara berwarna merah, ia duga Aldara belum mengganti perban tangannya.

"Al"

"Ya kak" Aldara masih fokus kepada Ariel. Alfaro menarik tangan kiri Aldara. Aldara meringis saat Alfaro mencengkram lengan.

Mendengar ringisan Aldara. Alfaro jadi penasaran. Ia hendak menyingkap lengan sweater Aldara. Aldara yang melihat itu mencoba menarik tangannya, alfaro tidak membiarkan itu. Setelah berhasil menyingkapkan lengan baju Aldara. Ia terkejut melihat banyak luka gores masih baru dan juga mengering.

Alfaro menatap Aldara tajam, Aldara menarik tangannya. Aldara mengusap rambut Ariel yang tertidur. Alfaro bangkit menggendong adeknya lalu menyeahkan kepada mamanya. Ia menarik tangan Aldara menjauh.

"Eh bang mau kemana? "

Alfaro tidak menjawab. Ia terlampau emosi melihat tangan Aldara. Aldara berhenti berjalan, Alfaro menatap Aldara.

"Mang nanti saya balik ke sini lagi jangan pulang dulu! " Teriak Aldara, Alfaro kembali menarik tangan Aldara.

"Pa mereka ngapain ya?"

"Ga tau ma biarin aja mereka berdua jangan ganggu"

"Iya juga ya pa"

Di sisi lain Alfaro menarik Aldara ke kursi taman, Ia menyuruh Aldara duduk. Aldara nurut saja, tidak mau  membuat Alfaro semakin emosi.

Alfaro hanya diam begitu juga Aldara. Waktu terus berjalan mereka masih diam.

"Kenapa lo lakuin itu" Ucap Alfaro memecah keheningan. Aldara diam tidak ta harus menjawab apa.

Keheningan kembali terjadi. Alfaro menghela nafas dan menatap Aldara yang menunduk. "Lo bisa cerita ke gw Al, lo bisa jadiin gw teman curhat lo"

Aldara mendongak menatap Alfaro. Aldara masih diam

"Gapapa kalo lo ga mau cerita sekarang"

Aldara menunduk, keheningan kembali terjadi. Mereka berdua sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.

"Kak"

"Hm?"

"Sebegitu besar ya kesalahan gw?"

Alfaro menatap Aldara, yang sedari tadi melihatnya "maksud lo?"

"Anak saya hanya Gabriella dan Kaylan"

"Anak kurang ajar seperti kamu tidak pantas disebut anak"

Kata-kata papanya kembali terlintas di benaknya. Matanya berkaca-kaca.  Alfaro memeluk Aldara, mengusap rambut dan punggung Aldara. Tangis Aldara pecah, ia menunjukkan sisi lemahnya kepada Alfaro.

Aldara membalas pelukan Alfaro. Hati Alfaro teriris mendengar tangisan Aldara. Aldara menumpahkan tangisnya di pelukan Alfaro, ia hanya membutuhkan pelukan dari seseorang, tidak lebih.

"Sakit kak... Hati gw sakit"

Alfaro hanya mendengarkan Aldara "gw udah coba buat selalu baik-baik aja, tapi ucapan papa selalu bikin gw hancur kak"

"Mama juga berubah, selalu Kaylan, Kaylan, dan Kaylan. Sebenarnya gw yang anak kandung di sini gw atau Kaylan Kak?" Aldara semakin mengeratkan pelukannya, ia meremas baju belakang Alfaro.

"Papa hanya nganggap kak Gabriella sama Kaylan sebagai anaknya Kak. Papa ga ngagga—

Nafas Aldara tercekat, ia tidak sanggup menceritakan kata-kata papanya. Alfaro terkejut dengan cerita Aldara, rahangnya mengeras menahan emosi.

"Gw udah mencoba buat ga benci sama kakak dan Kaylan tapi kata-kata itu terus terlintas dibenak gw. Rasa benci udah gw buang, tapi melihat perlakuan papa kepada kak Gabriella dan Kaylan membaik rasa itu kembali muncul"

"Gw ga sanggup kak rasanya gw ma—

"Stt lo jangan ngomong gitu" Alfaro takut jika Aldara nekat melakukan hal yang tidak diinginkan. Ia tidak mau hal itu terjadi.

Aldara sudah mulai tenang. Alfaro melepaskan pelukannya, ia menghapus air mata Aldara.

"Kak lo baik. Gw ngerasa ga pantes dekat sama lo, gw ngerasa gw ga pan—

"Lo pantes dapetin ini Ara, ini hak gw mau dekat sama siapa aja termasuk lo" Aldara kembali menangis, Alfaro menyeka air mata Aldara yang menetes.

"Gw cengeng ya kak?"

"Ga lo ga cengeng. Seperti kata lo waktu itu bahwa semua orang boleh menangis jadi lo berhak buat nangis"

Aldara diam, ia kembali teringat sama Alvin dan Latifa. Apa mereka baik-baik saja? Semoga saja mereka gapapa.

"Lo jangan lakuin ini lagi ya?" Ucap Alfaro menunjuk luka Aldara.

"Ga janji"

"Harus janji"

"Kenapa lo peduli kepada gw?"

"Karena lo..."

"Karena gw?"

"Karena lo cinta pertama gw Al" Batinnya.

"Karena lo udah gw anggap adek"

AldaraWhere stories live. Discover now