BAB 4

89 6 0
                                    

04. Toxic

🦋

Hiruk pikuk suara insan manusia di antara empat tembok tebal dengan warna mint.

Terlihat di depan sana seorang guru dengan tubuh sedikit berisi tengah menjelaskan materi.

"Arah loop sama dengan arah jarum jam maka GGL bertanda?" tanya guru fisika itu, namanya Sari.

"Positif buk!" sahut seorang gadis berhidung mancung namanya Aliza.

"Yeay!" seru Anyelir memberikan apresiasi padanya dengan tepukan tangan yang sangat riuh.

Pun dengan teman-teman yang lain mengikuti tingkah konyol yang gadis itu lakukan.

"Bunyi hukum II kirchoff!" lanjutnya kembali melemparkan pertanyaan.

"Jumlah Aljabar beda potensial tegangan pada suatu rangkaian tertutup adalah sama dengan O," jawab Rima.

"Yeay!" seperti anak Tk kami kembali bersorak sesekali terkekeh pelan.

"Hukum II kirchoff di sebut juga dengan?" Sari itu kembali bertanya.

"Tegangan!" sahut Anyelir tanpa melihat buku catatan.

"Hukum I kirchoff?"

"Percabangan!" balas Fia tak mau kalah.

"GGL adalah?"

" Gaya gerak arus listrik!" jawab Anyelir begitu lantang.

"Yeay!" seru Aliza dan Naya berteriak histeris sambil bertepuk tangan.

"Kalo gini mah aku suka belajar fisika," tutur Fia. Gadis obesitas itu pintar sekali mencari muka, di belakang ngomongin si Sari lah ini apa? Suka fisika? Ada berapa muka mu wahai anak muda.

"Tapi katanya ekonomi menduduki pelajaran ter favorit," sindir Sari sok imut.

"Nggah ah bu! Favorit kami tuh fisika!" sebut Fia begitu riangnya.

"Gue mah gak suka fisika! ribet," komentar Anyelir apa adanya.

"Fisika juga nggak butuh di sukai sama orang kayak kamu," balas Sari dengan lantang.

"Iya juga si ibu kalo ngomong selalu benar, tapi kalo kalian pada suka hitungan ambil aja jurusan arsitektur," saran Anyelir jenaka.

"Arsitek banyak fisikanya!" jerit Fara murka.

"Kek taik, mau bikin rumah aja batu bata nya di hitung kan buang-buang waktu!" balas Fia terkekeh.

"Tapi bagusnya arsitek itu banyak cuannya" ujar Sari ada benarnya juga.

"Hooh bu! Mangkanya aku ugal-ugalan ngebet incaran ku yang arsitek itu," kompor Anyelir menepuk dada bangga.

"Hah? Arsitek? emangnya si Hugo arsitek ya?" bingung Siti membuat darah Anyelir berdesir.

Anyelir menoleh ke arah temannya itu, dengan wajah menyebalkan mengacungkan jari tengahnya.

"Kok Hugo? siapa itu Hugo? Gak kenal aku!" sanggah Anyelir merasa kesal sekaligus malu.

"Huuuu!" dengan kompak teman sekelas Anyelir meledek gadis itu.

Pipi Anyelir memanas karena malu, "Sok-sok an gak kenal, kemarin siapa sih yang komen story ibuk.."

"Dia komen apa tuh Bu?" tanya Siti kepo.

"Kan ibu bikin story ada papanya Hugo di sana, terus sama Anyelir di komen. Iih ada camer ku!"

"HAHAHA!"

"Siapa ya yang tahun lalu bikin novel buat si Hugo!" sindir Siti menjadi jadi.

"Not me!"teriak Anyelir menutup kuping.

Anyelir dan lukanyaDove le storie prendono vita. Scoprilo ora