"Asep-Jennie ❌ Acep-Jennie✅"

339 70 41
                                    

Sepulang dari kafe Acep dan Rianti mampir dulu ke apotik yang tak jauh dari sana untuk mengobati luka Acep. Awalnya si sulung Syarifuddin itu menolak, namun atas paksakan Rianti ia pun menurut. Untuk masalah pengakuan Rianti tentang perasaannya, Acep tidak begitu memperdulikan karena saat ini masih ada masalah yang lebih penting. Maka setelah tangannya selesai diperban ia langsung pergi ke kantor sang ayah diantar oleh Rianti dengan motornya.

Namun sesampainya disana, ia malah bertemu Jennie yang baru keluar dari gedung besar itu dalam keadaan menangis. Tentu Acep khawatir, ia segera menghampiri Uminya itu dan memeluknya erat.

"Umi kenapa kok nangis?"

"Hiks... hiks... Umi dibentak Abi Cep hiks.. "

Acep menggertakan giginya menahan emosi.

Sedangkan Jennie merasa nyaman dipelukan Acep. Pelukan putranya itu tidak kalah hangat dengan pelukan suaminya. Maka tanpa sadar ia menceritakan yang dialaminya kepada sang putra.

"Abi kamu selingkuh dibelakang Umi Cep, Abi yang kita kenal udah berubah, bahkan Abi berani bentak dan nampar Umi" Adunya seperti anak kecil.

Mendengar kata 'tampar' Acep melepaskan pelukannya kemudian menatap wajah basah dan memerah perempuan yang melahirkannya itu.

"Abi nampar Umi?"

Jennie terpaku, ia baru sadar dengan segala yang di ucapkannya. Kini aura putranya itu tidak kalah menyeramkan dengan Asep ketika marah. Mungkin itulah yang dinamakan buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.

"B-bukan gitu, maksudnya--"

"Sstttt.... Umi gak perlu ngeles dan nyembunyiin semua perlakuan jahat pria itu. Acep udah gede, biarin Acep jadi pelindung dan pembela buat Umi. Oke?" Dengan lembut ia hapus air mata Jennie dengan lengan kanannya yang diperban.

"Tangan kamu kenapa?"

"Gapapa, cuma luka kecil. Umi, Umi percaya kan sama Acep? Umi pulang ya di antar Rianti. Biar Acep nyoba bicara sama Abi"

Jennie menatap mata tajam putranya yang terlihat sendu namun tegas disaat bersamaan. Ia ingin mencegahnya tapi disisi lain mungkin ini salah satu cara agar Asep sadar dengan kesalahannya. Jika perkataan dan nasehat dari teman, dan istri tidak didengar, mungkin sedikit tamparan dari sang putra dapat berhasil?

"Jangan terlalu dipikirin ya, kasian si kembar. Umi cukup percaya aja sama Acep. Sekarang Umi pulang ya, istirahat." Jennie mengangguk dan segera Acep giring ke arah motor milik Rianti.

"Ri, bisa minta tolong anterin Umi saya?"

"B-bisa Cep"

Acep mendekat, ia kecup pipi ibunya. "Hati-hati dijalan ya Umi. Inget Umi masih punya Acep, Acep sayang banget sama Umi"

Setelah kepergian Uminya bersama Rianti. Remaja 16 tahun yang masih mengenakan seragam dilapisi jaket itu segera masuk kedalam kantor. Langkahnya terhenti saat ditegur oleh seorang resepsionis.

"Maaf dek nyari siapa ya?"

"Pak TJ nya ada? Saya Ilham putra sulungnya." Resepsionis ini menatap lamat wajah tampan duplikat dari bosnya itu namun versi remaja. Ya, tanpa kartu Identitas pun ia sudah yakin jika remaja berseragam SMK Bighit itu putra pemilik perusahaan tempatnya bekerja.

"Ada dek, dilantai 15"

"Terimakasih" Seperginya Acep, resepsionis itu berbisik kepada partnernya. "Jadi itu anaknya pak bos? Ganteng banget ya"

"Bukan lagi, semoga kontrak gue panjang disini, supaya bisa tetep kerja sampe pak TJ pensiun dan diambil alih sama anaknya yang tadi"

"Bener semoga aja"

"Asep Family"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang