Between Us 11

363 121 14
                                    

Alya meletakkan segelas air jeruk dingin di depanku. Setelah meeting panjang tadi membuat perutku ingin segera diisi dengan semangkuk soto mie pedas. Sementara Yeni masih sibuk dengan ponselnya.

"Lo kenapa sih, Kania? Kemarin gue telepon-teleponin nggak bisa?" Alya melahap kerupuk udang yang entah ke berapa.

"Eh, iya, Kan! Gue juga nggak bisa deh ngubungin elo kemarin. Gue punya kabar yang pasti bikin lo kaget!" Yeni meletakkan ponselnya menatap penuh selidik.

"Kan gue bilang gue diajak jalan sama Mas Danu sama istrinya." Kutatap Alya yang terlihat tidak puas dengan jawabanku. "Kenapa?"

"Ya nggak biasanya aja lo begitu, Kania. Ya nggak, Yen?" Alya mencari pembenaran.

"Iya, padahal ada berita yang mungkin lo harus tahu, Kan!"

"Berita? Berita apaan?" Aku mulai tertarik dengan arah pembicaraan mereka. "Ada apa sih?"

Alya menarik napas dalam-dalam kemudian menunjuk Yani dengan dagunya. "Tuh, lo tanya aja sama yang lihat langsung!"

"Ada apa, Yen?" Kualihkan tatapan ke Yeni.

"Kemarin gue pas jalan ke mal yang baru itu, lo tahu, 'kan?"

"Iya, kenapa?" desakku tak sabar.

"Gue lihat Andika."

"What? Lo yakin?" Mataku menyipit. Aku merasa dadaku berdetak kencang. Bukan detak seperti layaknya seorang yang ingin bertemu, tetapi detak ketakutan seolah siksaan akan kembali menyapa.

Yeni mengangguk lalu kembali ke gadgetnya.

"Eh, tunggu! Lo jelasin dong, apa lo yakin itu dia? Dia sendiri atau gimana?"

"Gue yakin, seyakin-yakinnya, Kania. Kalau dia sama siapa, gue nggak tahu, tapi yang jelas kemarin dia ada di rumah makan Jepang."

Mendengar penuturan Yeni, aku seperti merasa masuk kembali ke dalam dunia teror tanpa jeda. Kenangan silam dengan sangat baik muncul satu per satu di kepala.

"Cukup, Andika, aku lelah! Ampun!" pintaku dengan air mata mengalir.

Sementara pria yang padanya aku berharap bahagia itu menatap dengan tatapan bak singa lapar yang siap menelan mangsanya hidup-hidup.

"Kamu tahu, Kania? Kamu terlihat sangat cantik saat mengiba seperti ini," ungkapnya dengan tangan yang siap menyabetku dengan sabuknya.

"Tolong, Andika, please, aku capek. Kamu tahu aku sedang hamil muda, 'kan?" Kuraba perutku yang masih datar berharap dia jatuh iba.

Akan tetapi, tidak! Andika justru seperti diberi semangat untuk kembali melukaiku demi memantik hasratnya. Dengan kasar dia menarik selimut yang membungkus tubuhku. Rasa lelah yang luar biasa membuatku tak bisa untuk berdiri hingga akhirnya dia berhasil kembali menuntaskan keinginannya.

Hal seperti itu terus berulang. Meski sudah tak tahan, tetapi kala itu kesakitan yang kurasakan terlalu biasa jika dibandingkan dengan cintaku yang begitu besar padanya. 

Andika akan terlihat sangat perhatian dan penuh kasih ketika tidak sedang ingin bercinta. Namun, sikapnya akan berubah 180% ketika keinginan untuk dipuaskan hasratnya muncul. 

Tragisnya, aku tidak pernah tahu kapan dia ingin, bahkan pernah ketika kami sedang bersiap hendak ke kantor, dia dengan gampangnya menarikku kembali ke kamar untuk melayaninya.

"Kania, Kan? Lo ngelamun?" Sentuhan tangan Yeni membuatku tersadar. Mata Yeni terlihat khawatir.

"Lo nggak apa-apa?" tanyanya yang kutanggapi dengan menggeleng.

Between Us -- Lebih Cepat Ada Di KBM App Where stories live. Discover now