Prolog

140 33 7
                                    

Selamat malam para pembaca yang budiman.

.
.
.

Pernahkan kalian mendengar sebuah pepatah yang mengatakan bahwa—

"Jangan menilai sebuah buku dari sampulnya saja".

— begitupula dengan kita yang jangan melihat seseorang dari satu sisi saja.

Itulah yang Xiao Zhan rasakan saat ini. Pemuda berwajah tampan— yang menyerempet cantik, menatap nanar seorang gadis yang tengah berdiri angkuh di hadapannya.

Gadis itu tersenyum congkak sembari menatap rendah Xiao Zhan yang terduduk di lantai dalam keadaan mengenaskan.

"Ke- kenapa..? Kenapa kau... Lakukan ini Yang Zi?".

Dengan nada lemah Xiao Zhan berusaha berbicara, tangannya yang berlumuran darah mencoba untuk menggapai kaki sang gadis.

Yang Zi— gadis berambut ikal sepunggung —itu menendang tangan Xiao Zhan dengan kuat sampai si empunya tangan ikut terlempar, ia berdecih.

"Kau tanya kenapa? Bukankah jawabannya sudah jelas ha? Bahwa aku, membencimu!". Jawab Yang Zi, wajah gadis itu mengeras.

Xiao Zhan melebarkan kedua matanya, manik sewarna hazel itu berkaca-kaca. Tangannya yang gemetar mencoba untuk mengepal dengan kuat. "Aku tidak mengerti". Ujarnya lirih.

"Ha! Tentu saja kau tidak mengerti. Dasar anak manja! Untung uangmu itu banyak!". Gadis itu kemudian duduk di sebuah kursi yang ada di ruangan itu, menyilangkan kaki dengan angkuh.

"Ta- tapi, bukankah kau... Mencintai- ku?". Tanya Xiao Zhan, dengan sisa tenaga yang ia miliki dan pandangan yang mengabur, pemuda itu perlahan bangkit dan terduduk di lantai yang kotor.

Suara tawa melengking khas seorang gadis bergema di ruangan hampa itu, diikuti beberapa suara tawa lainnya dari tiga orang yang berdiri di belakang sang gadis. Satu perempuan dan dua laki-laki.

"Bodoh! Tidak pernah sekalipun. Sejujurnya kau menjijikan kau tahu? Mana ada laki-laki manja seperti mu. Lagipula aku malu berpacaran dengan mu. Kau tahu kenapa?— ". Yang Zi bangkit dari kursinya dan berjongkok di depan Xiao Zhan.

SRET!

Kepala Xiao Zhan dipaksa untuk mendongkak, poninya di jambak. Wajah cantik itu meringis kesakitan, ada jejak darah yang telah mengering menghiasi kulitnya yang seputih porselen.

"— aku benci mengakuinya. Tapi kau lebih cantik dariku!". Desis Yang Zi kemudian menghempaskan Xiao Zhan begitu saja.

Pemuda itu sudah tidak memiliki tenaga yang tersisa, ia hanya bisa terengah dan menahan rasa sakit dari luka sayatan di beberapa bagian tubuhnya. Kepalanya pusing dan pandangannya semakin mengabur.

"Xu Kai! Lin Yi! Bagian kalian!". Ujar Yang Zi. Gadis itu kemudian mundur membiarkan kedua pemuda itu maju untuk melakukan bagian mereka.

Xiao Zhan tidak dapat berbuat apa-apa ketika kedua pemuda itu, yang tidak lain adalah teman kelasnya sendiri membuka seragam yang ia pakai dan melakukan sesuatu kepada tubuhnya.

Kepalanya terasa berat, dan—

Semuanya gelap.

.
.
.

Atramentous– Black as ink.

.
.
.

Sakit.

Rasanya sakit sekali, seluruh tubuhku terasa sangat sakit.

Siapapun! Tolong aku!!!

Ini aneh, aku... Tidak bisa menggerakan tanganku.

E- eh?

Darah?!

A- apa aku berdarah?! Ini semua darahku?!

E- eh?!!!

Ke- kenapa....?

Kenapa anggota badanku terpisah?!!!

.
.

"Wahai jiwa yang tak tenang. Izinkan aku untuk membalaskan dendam mu".

.
.

Dendam?

Aku? Kepada siapa?

Ah, benar. Aku telah mati saat ini, karena kekasih dan sahabatku sendiri.

Dan sekarang aku menjadi arwah penasaran.

.
.

"Wahai jiwa yang tak tenang. Datanglah padaku dan memohon lah! Maka aku akan mengabulkannya".

.
.

Apa... Itu benar?

Apakah aku dapat beristirahat dengan tenang setelah dendamku terbalaskan?

.
.

"Kemari lah sayangku, datang lah kepadaku. Apapun keinginanmu, akan ku penuhi".

"Aku ingin mereka mendapatkan balasan yang setimpal".

"Keinginanmu adalah perintah bagiku, sayang".

.
.
.

Atramentous. Black as ink.

.
.
.

to be continue...

Atramentous [YiZhan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang