2.🍁

14 5 1
                                    

"Dia bagaikan senja di ufuk barat, indah namun sejenak. Kehadirannya mengisi warna dalam hidupku, tapi kepergiannya meninggalkan rasa hampa yang tiada terlupa."
~ Lyora Xena ~


       KESUNYIAN yang hanya di hiasi suara deru napas dari seorang gadis yang tengah menatap pantulan dirinya di depan cermin

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

       KESUNYIAN yang hanya di hiasi suara deru napas dari seorang gadis yang tengah menatap pantulan dirinya di depan cermin. Kantung matanya menghitam, bibir pucat. Lyora yang biasanya selalu terlihat cantik dan ceria kini tampak berantakan.

Sudah tiga hari, gadis penyuka aroma buku itu mengurung dirinya di dalam kamar. Membuat sang ibu tiri serta adik tiri lelakinya merasa khawatir. Ibu dan adiknya tak tahu yang membuat gadis ceria itu kini merana.

Pelupuk mata Lyora tergenang oleh gumpalan air yang siap terjun melewati pipi merahnya. Rasa sesak yang menggerogoti hatinya kian bertambah sakit tatkala ia kembali teringat kejadian yang bahkan tidak pernah terpikirkan olehnya. Jeffrey, kekasih yang sudah ia anggap seperti rumah tempatnya berpulang ternyata mengkhianatinya.

Cinta pertamanya, telah pergi. Lyora merasa hidupnya sudah tidak memiliki arah dan tujuan lagi.

Jika orang yang sudah dianggapnya rumah telah pergi, lalu kemana lagi Lyora harus pulang? Pada siapa Lyora harus mengadu dan mengeluh. Lyora kini merasa hidupnya sudah berakhir meskipun raganya masih bernapas.

Lyora menghembuskan napas berat. Berat sekali hidupnya ini.

Dak! Dak! Dak!

“Buka pintunya anak sialan!” Seru seseorang dari luar.

Lyora tampak tak peduli. Ia masih setia di tempatnya, menatap dirinya yang terlihat menyedihkan. Ia sangat mengetahui siapa yang tengah mengetuk pintu kamarnya, tetapi ia tak peduli.

"Mau sampai kapan kau mendekam di kamar, hah? Jangan menyusahkan ayah!" Ayahnya membentak dengan kasar. Namun itu tetap tak membuat sang gadis beranjak dari tempatnya.

Lyora bahkan tidak perduli jika ayahnya akan mengancam atau menyumpah serapahi dirinya. Baginya, itu sudah biasa Lyora dapatkan dan ia merasa muak. Menurutnya rasa sakit hatinya terhadap Jeffrey lebih sakit daripada umpatan sang ayah yang sudah biasa Lyora dengar.

Hening beberapa saat ketika Lyora tak merespon ayahnya. Detik berikutnya suara lain terdengar memanggil namanya dengan nada yang sedikit lebih lembut.

"Kak, buka pintunya! Ini Saka." Itu suara Saka, adik laki-lakinya. Untuk beberapa detik akhirnya Lyora mau merespon. Ia kemudian berjalan ke arah pintu untuk membuka pintu untuk membiarkan sang adik masuk.

Lelaki bertubuh tinggi tegap itu berdiri dengan membawa nampan berisi makanan untuk sang kakak. Ia menatap heran keadaan kamar Lyora yang biasanya tertata rapi kini terlihat berantakan, layaknya kamar tak berpenghuni.

𝐃𝐢𝐬𝐭𝐨𝐩𝐢𝐚Where stories live. Discover now