"Ke rumah sakit ya? Lo pucet banget itu!" Dhea yang biasanya kalem, saat itu tampak cemas.

"Udah bawa aja sih. Dekat sini kan ada rumah sakit tuh,"

"Rumah sakit saya biasanya ada di Jakpus!" Laras memberitahu sambil mengernyit menahan rasa nyeri di perut bawah yang tiba- tiba muncul.

Davinsha melirik ke arah Dhea. "Cabut sekarang deh!" Davinsha dan Dhea membantu Laras untuk bangkit, ia menelepon bagian kesehatan untuk meminta diantarkan kursi roda.

***

Hardjoeroekmono ramai sekali siang itu. Laras  sudah menanyakan apakah dokter Rio ada di tempat. Untungnya, hari ini beliau sampai jam  dua.

Mengantrelah Laras di depan ruangan dokter Rio. Davinsha sedang pergi ke kantin rumah sakit untuk mencari sesuatu yang bisa di makan. Laras hanya ditemani Dhea.

Antrean tinggal tiga orang lagi.

Dua kolegannya itu sempat bengong begitu Laras mengaku bahwa dirinya tengah mengandung. Dia tak ragu mempercayai keduanya. "Jadi, sebenarnya elo..."

"Ya.... "Laras mendesah pasrah. Dia sudah tak sanggup untuk berpikir. "Waktu nikah, saya udah hamil sekitar tiga bulanan, Mbak. "

"Terus elo betulan dinikahin sama ortu di kampung?"

Laras menjawab dengan anggukan lemah. Dia tidak berbohong dalam hal ini. Orangtuanya memang menikahkannya dengan Suta.

"Gimana perasaan lo waktu tahu kalo lo hamil?"

"Takut tentu aja, Mbak. Apalagi waktu itu saya sendirian di Jakarta. Nggak tahu harus gimana. Mau jujur sama orangtua aja maju mundur juga. "

Dhea menatapnya dengan pandangan miris. Laras sebetulnya orang baik. Dia juga bukan tipikal perempuan yang keganjenan. Sikap ramahnya pada semua orang tanpa terkecuali membuatnya banyak disenangi. Terlebih sama orang pantri atau bahkan sekuriti.

Laras tak pernah membentak Mbak Dartik atau Anis, pramubakti kantor kalau pesanannya keliru. Tidak seperti Cynthia yang suka membentak bahkan memaki, atau Fitri yang kerap menampilkan wajah kecut bila Anis salah membelikan kopi pesanannya.

Singkatnya, Laras sangat pantas disukai. Layak diajak berteman. Hanya saja, satu yang masih mengganjal di kepala Dhea. Mengapa perlakuan Suta pada Laras terkesan istimewa di matanya? Walau seringnya Suta berbicara dalam nada tinggi, namun Dhea selalu menangkap nada perhatian tersisip di dalamnya.

Saat nama Laras dipanggil suster, Dhea menunggu di kursi tunggu seorang diri. Lalu seseorang menghamprinya.

Tanpa permisi, sosok yang adalah seorang pria dalam balutan jas dokter itu berdiri canggung di hadapannya. Sementara Dhea membuang muka ke arah lain.

"Dhea? " Pria itu berujar kaget. Dhea pun tak kalah kagetnya.

Yang sedang berdiri di hadapannya saat itu adalah seseorang yang berasal dari masa lalunya. Seseorang yang ingin sekali Dhea lupakan karena pernah memberikan mimpi buruk bagi Dhea.

"Ya?"

"Kamu Aradhea, kan?"

"Yep?" kali ini kerut- kerut samar muncul di dahi Dhea. "Kenapa?"

"Kamu.... nggak ingat saya?"

Dhea mengamati pria itu dengan lekat. Tentu saja ia masih ingat. Tapi ia memang menyetel wajahnya supaya kelihatan clueless di depan pria itu.

"Aku Ethan. Dulu.... aku sekelas sama Rania."

"Iya,"

"Kamu.... lagi periksa sama dokter Rio?"

Miss Dandelion Donde viven las historias. Descúbrelo ahora