19 :: Menjelang Kelulusan

31 5 2
                                    

Di ruang yang kumuh seperti gudang bekas itu, lima orang terkapar sambil memegangi rambut mereka. Mereka meringis perih dan ketakutan bila Abim menatap ke arah mereka. Entah apa yang telah Abim lakukan pada mereka sampai mereka tumbang seperti itu.

Abim dengan segera melepas ikatan tali yang mengunci pergerakan Divya serta kain yang membungkam mulutnya. Divya akhirnya bisa bernapas lega yang memeluk Abim sejenak karena sudah menyelamatkan nya tepat waktu.

"Ayo keluar. Di luar lagi ada medan tempur!" ajak Abim sambil memapah Divya karena kaki gadis itu masih terasa kaku akibat diikat semalaman.

"Hah? Tempur?"

Saat di luar, benar saja. Pemandangan yang mereka lihat adalah pemandangan Elgi yang sudah terkapar tidak berdaya dan dengan keadaan masih dipukuli oleh teman Samuel tanpa rasa berdosa. Di sana, Cia hanya bisa menangis tak melawan karena dirinya takut. Dia hanya bisa memohon pada Samuel seperti pengemis sambil menjerit.

"ELGI!" teriak Divya histeris. Atensi seluruhnya mengarah pada mereka. Samuel terkekeh sambil membuang asap dari batang rokok yang sedang dihisap nya.

"Gila lo, Muel!" umpat Abim kasar sambil membantu Elgi yang nampaknya berdiri saja sudah tidak bisa. Baju kuning yang dipakainya berubah warna lantaran darah yang mengalir sangat bangak.

Melihat kondisi sudah tidak terlalu mengerikan, Cia beralih pada Elgi dan menutup beberapa area yang banyak mengeluarkan darah dengan kedua tangannya, yaitu bagian kepala. Dengan kepala Elgi yang dipangku di paha Cia yang tengah mengenakan celana pendek, dia hanya terisak tanpa berhenti menatap Samuel. Seolah dia mengingatkan bahwa yang nyaris dibunuhnya adalah teman kecilnya. Teman kecil yang dulunya selalu bermain bersama Samuel walau kondisi Samuel saat itu terpuruk karena kehilangan Ibu kandungnya.

"Lo emang bukan manusia dengan otak normal, Muel! Dan lo semua juga!" gertak Divya penuh amarah sambil menunjuk Samuel lancang dengan jari telunjuknya, dan memberikan jari tengah pada teman-teman Samuel yang bertumpu di belakang Samuel.

Samuel masih sibuk dengan rokoknya.

"Yok, guys, pergi."

"Muel! Lo apa-apaan, sih?! Inget, Elgi itu sodara lo!" cegat Abim saat Samuel berbalik arah. Mendengar kalimat itu, Samuel tertawa, seolah kalimat itu adalah hal yang sangat lucu.

"Apa? So? So ... Sodara?" Pertanyaan Samuel membuat Abim tak bergeming. Lalu selama ini mereka apa?

"Samuel, aku bisa laporin ini ke keluarga kita!" ancam Cia sambil mengelus kepala Elgi dengan tangan kanannya karena tangan kirinya masih menutupi area kening Elgi yang bocor akan cairan merah.

Samuel membuang puntung rokoknya ke sembarang arah. Lalu dia pergi bersama sekumpulan Geng nya, menyisakan Rayyan dan Jefran di sana. Jefran nampak menepuk pelan pundak Rayyan sampai akhirnya mengusul Samuel.

"Laporin kejahatan Samuel itu sama aja kayak menuhin air di ember bocor, alias, sama aja bohong! Kenapa gue bilang begini? Ya, lo tahu sendiri, lah, Cia. Samuel itu anak paling dikenal buruk sama orang tua lo pada. Dengan lo lapor Samuel, sama aja lo bikin keluarga besar lo benci Pak Fernando yang lagi terbaring sakit di sana."

Cia paham betul dengan kalimat Rayyan sampai pemuda itu pergi. Cia melamun sejenak masih dalam keadaan yang sama pada Elgi. Divya dan Abim sendiri cengo. Mereka tidak tahu apa-apa.

•••

Usai kejadian itu, Elgi dibawa ke rumah sakit yang sama tempat Ibunda Jevan dirawat di sana. Mereka pun berkumpul setelah mendapat beberapa diagnosa luka yang dialami oleh Elgi, dan itu cukup parah.

Mereka memutuskan untuk ke rooftop rumah sakit, Jevan dan Raki ikut sambil membawa beberapa camilan karena seharian ini mereka sibuk tempur dengan sifat aneh dan menjengkelkan Samuel. Jam juga sudah menunjukkan pukul 9 malam.

Switch | Jake EnhypenΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα