Between Us 9

398 124 22
                                    

"Mbok Sum," panggilku menghampirinya di dapur.

"Iya, Mbak?"

Kutarik napas dalam-dalam. Aku merasa harus pulang tanpa menunggu Damar. Karena pria itu masih mungkin masih tidur dan sepertinya tidak jadi pergi ke luar kota.

"Shanum sudah tidur, saya pikir saya harus pulang karena sejak kemarin belum ganti baju, dan sepertinya Mas Damar nggak jadi pergi."

"Tapi Mas Damar masih belum bangun, Mbak. Apa tidak sebaiknya Mbak menunggu Mas Damar bangun dulu?"

"Nggak, Mbok. Saya harus pulang sekarang, tolong nanti sampaikan saja ke Mas Damar."

Mbok Sum terlihat keberatan, tapi tak lama dia mengangguk.

"Baiklah, Mbak. Nanti saya akan sampaikan."

Aku mengangguk lalu membalikkan badan melangkah ke pintu utama. Akan tetapi, langkahku terhenti saat pintu kamar Damar terbuka.

"Kania," sapanya dengan suara khas bangun tidur. "Maaf, aku baru bangun."

"Kamu mau ke mana?" 

Kualihkan tatapan ke tembok di samping kamarnya, karena mataku terasa ternoda melihat perut kotak-kotak dan dadanya yang ditumbuhi bulu-bulu halus itu 

"Aku mau pulang, Shanum baru saja tidur dan ...."

"Bukannya aku minta sampai sore ini?" potongnya.

"Tapi, 'kan ...."

"Aku nggak jadi berangkat? Memang, karena ternyata meeting bisa dilakukan online dan sudah selesai malam tadi," tuturnya menjelaskan.

"Sejak kemarin aku belum ganti baju, jadi kupikir nggak ada salahnya aku pulang."

"Tunggu!" Dia berbalik masuk kamar, dan tak lama kemudian keluar dengan paper bag di tangannya. "Aku tahu kamu butuh ini." Damar menyorongkan paper bag itu padaku. Paper bag yang bertuliskan nama salah satu butik terkenal.

"Apa ini?" tanyaku basa-basi.

"Semoga pas di kamu, dan kamu suka. Kamu pakai, ya. Dua jam lagi temani aku ke mall!"

"What?" Aku menatapnya, tetapi belum sempat kuajukan pertanyaan, Damar sudah kembali menutup pintu kamarnya.

Apa-apaan ini? Kenapa pria itu seolah-olah merasa aku harus mengikuti semua yang diinginkan? Bukannya aku hanya diminta untuk menemani putrinya? Kenapa sekarang aku harus menemaninya juga? 

Aku melangkah kembali ke kamar Shanum, kubuka paper bag dari Damar. Gaun berwarna putih sepanjang lutut dengan kombinasi hitam di pinggang. Sangat indah! Ternyata Damar memiliki selera yang sangat baik untuk memilih gaun perempuan. 

Tunggu! Tentu saja dia pintar memilih karena menurut Mbok Sum sebelum ada Shanum, kerapkali perempuan-perempuan datang bergantian ke rumah ini.

"Lo harus hati-hati, Kania, gue nggak mau lo jadi korban Damar berikutnya!" Suara Alya bergema.

Aku menggeleng dan meletakkan paper bag itu di sofa. Soal sofa, aku kembali teringat bagaimana aku bisa berpindah tempat dari sofa ke ranjang? Ya Tuhan! dugaanku semakin liar. Tentu saja aku tak bisa membayangkan pria itu menggendongku ke tempat tidur itu dan menyelimutiku?

"Kania? Kamu sudah siap?" Suaranya terdengar dari balik pintu.

Aku putuskan untuk tidak mengikuti keinginannya kali ini. Cukup Shanum saja, tidak dengan dia! 

"Maaf, aku nggak bisa," tuturku saat pintu kubuka. Aroma maskulin menyapa indra penciumanku. Tatapan mata yang tajam sekaligus lembut itu tentu tak bisa ditolak oleh perempuan mana pun. Lagi-lagi Alya benar, pria ini memang sangat pintar membuat perempuan takluk.

Between Us -- Lebih Cepat Ada Di KBM App Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang