Prolog

77 11 0
                                    

Gadis remaja itu tampak menangis tersedu-sedu dengan sebuah buku di dekapannya. Karunasankara, pemuda tampan itu menatap sang adik yang tampak menangis di ruang tengah.

"Kasandra, mengapa kau menangis?" Sebagai seorang kakak laki-laki, Karunasankara sangat menyayangi adik perempuan nya itu. Rasa khawatir mulai menyerangi hati sang taruna.

"Kakak, Zayyan ku mati..."

Karunasankara tampak bingung, siapa itu Zayyan? Mengapa adik nya sangat sedih akan kematian pemuda yang memiliki nama Zayyan itu. Karunasankara sangat tidak menyukai adiknya bersedih atau sebagainya.

"Siapa Zayyan?" Kasandra mengangkat kepala nya menatap sang kakak yang terlihat khawatir.

"Zayyan, tokoh figuran yang mati karena kesalahan yang tak pernah ia perbuat." Tatapan khawatir Karunasankara kini berganti dengan tatapan datar. Sangat percuma ia mengawatirkan adik nya itu.

"Kakak kira siapa ternyata hanya sebuah novel."

"Jangan gitu kak, kakak nggak tau gimana rasa nya jadi Zayyan yang nggak punya salah apa-apa tapi malah dibenci keluarga nya." Kasandra tampak tak terima dengan ucapan sang kakak.

"Tidak perlu kamu jelaskan kakak sudah tau bagaimana jalan cerita itu, dari kata-kata kamu barusan kakak jadi tau karena semua cerita yang pernah kakak baca alurnya juga seperti itu." Jelas Karunasankara, Kasandra tampak cemberut akan penjelasan sang kakak.

"Jadi untuk apa kamu menangisi nya? Jangan terlalu bawa perasan, ingat itu hanyalah sebuah karangan fiksi saja." Karunasankara melangkah menjauh meninggalkan Kasandra di ruang tengah yang tampak masih cemberut.

"Kak san nggak seru!" Tampak nya Kasandra benar-benar merajuk, kesal dengan sang kakak yang selalu benar itu.

Karunasankara masih mendengar gumaman sang adik yang kesal dan merajuk dengan diri nya. Pemuda itu hanya bisa terkekeh kecil yang membuat wajahnya tampak bertambah tampan.

"Kamu tak sendirian Kasandra, dulu saat kakak masih smp kakak juga terbawa perasaan dengan cerita-cerita itu tapi kini sudah tidak, karena kakak tau bahwasanya itu hanyalah sebuah karangan semata."

Pasang mata bermanik cokelat tua itu menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan sendu. Karunasankara benar-benar kelelahan, jadwal kuliah yang mulai padat membuat waktu istirahat nya berkurang.

"Lelah sekali, tidur sejenak tak pa."

Kedua mata bermanim cokelat tua itu mulai tertutup. Karunasankara tampak terlelap dengan tenang, sepertinya ia mulai memasuki dunia mimpinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Eternally : unrealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang