bagian 4 : new life

124 21 0
                                    

Orang lain melihatnya tertidur, namun yang dirasakan Serenade adalah ia sedang menjalani hidup seseorang. Perjalanannya begitu panjang, ia merasakan kebahagiaan tiada tara, kemudian menangis meraung bak kehilangan orang tak bernyawa.

Tetapi yang paling Serenade ingat, ketika ia menangis memeluk seorang lelaki di ranjang rumah sakit, memeluk tubuh dingin nan kaku itu sambil menjerit.

Bahkan ia masih merasakan sakitnya kehilangan, terasa dadanya dipukul 100x lipat, sesak, hampa, dan kosong.

Siapa dia?

Lantas, kehidupan siapa yang Serenade jalani?

"Seren?"

Lamunan Serenade pecah, ia mengerjapkan matanya dan menoleh ke arah Kallias yang kini jauh lebih dewasa. Lelaki dengan senyuman menawan itu tengah menyuapinya bubur ayam.

"Seren, lagi mikirin apa?"

Pertanyaan dari Kallias membuatnya menggelengkan kepala, enggan untuk bercerita. Ia lebih memilih memakan sesendok bubur yang terasa hambar di lidah.

Kalau misalnya ia cerita pada Kallias, apakah cowok bersurai cokelat itu akan percaya?

"Kallias ... "

Kallias yang sedang menunduk sambil mengaduk bubur harus mendongak menatap temannya itu. "Kenapa, Seren?" ditatapnya wajah manis Serenade yang nampak menimang-nimang sesuatu. "Mual?" tanya Kallias lagi, disertai ekspresi khawatirnya.

"Sebenarnya aku siapa, Kallias?"

Kallias mengernyitkan dahi kebingungan. "Kamu Serenade. Bentar, kamu baik-baik aja, 'kan?" ia menaruh mangkuk bubur di nakas.

Suasana masih hening, hanya terdengar suara tetes infusan yang entah mengapa suaranya jadi begitu nyaring.

Sementara itu Serenade memalingkan wajahnya ke arah lain. "Aku ngerasa aneh."

"Aneh gimana?"

"Aku bukan Serenade."

"Maksudnya?" Kallias bertanya dengan satu alis terangkat.

Tidak ada jawaban, sampai Serenade menghela napasnya dan kembali menatap Kallias tepat di pupil matanya. "Aku anak kuliahan semester 3!"

Kallias mulai merasa aneh, Serenade meracau tidak jelas. Apakah ini efek samping karena koma hampir 12 tahun?

"Seren ... " Kallias meraih pergelangan tangan Serenade, namun langsung ditepis oleh cowok manis itu.

Kallias terkejut, ia melihat Serenade menautkan alisnya, menatapnya dengan sorot berbeda. Seperti bukan Serenade.

Lantas, Kallias memberinya tatapan serupa. "Sedang menjalani kehidupan siapa kamu, Seren?"

Cowok berpipi gembil itu membuang selimutnya secara tiba-tiba, ia seolah ingin beranjak dari ranjangnya. "Aku bukan Serenade, berhenti panggil Seren, bajingan!"

"Siapa kamu?"

Bukannya menjawab, Serenade malah mematung. Suasana kembali hening, ia tak ingat siapa namanya, yang dirinya ingat hanyalah statusnya saja sebagai anak kuliahan semester 3. Kemudian ia menggulirkan pupil cokelatnya ke sembarang arah.

Sampai tiba-tiba Kallias mendekatkan diri, cowok berhidung bangir itu mengulas senyuman tipis disertai sorotnya yang tajam.

Serenade tiba-tiba merasa gugup dan memundurkan punggungnya sampai kembali berbaring.

Sementara itu Kallias terkekeh kecil, lalu menyelimuti Serenade dan menepuk-nepuk ujung kepalanya. "Be a good boy, sweetie."

Sial.

Serenade merasa harga dirinya diinjak. Kenapa, ya? Ia merasa jiwanya sedang marah karena diperlakukan seperti anak kecil oleh Kallias.

Maka dari itu, Serenade menepis tangan Kallias yang berada di kepalanya. "Gak usah sentuh-sentuh."

Hal tersebut membuat Kallias diam, ia menjadi cukup asing karena perubahan sikap temannya itu. Merasa ada tembok besar di antara keduanya. Kallias pikir, mungkin ini karena efek sampingnya. Kallias memaklumi.

"Okay whatever, Serenade. Jam besuknya sudah habis, aku mau pergi dulu."

Serenade melihat Kallias menyampirkan tasnya di punggung, surai cokelatnya disisir menggunakan jemari sebelum cowok jangkung itu berbalik dan benar-benar pergi dari ruangan.

Di sisi lain, jantung Serenade berdegup sangat kencang. Ia sedikit syok dan masih kebingungan tentang kehidupannya. Ia meremat dadanya sendiri, napasnya memburu, begitu juga tatapannya yang kosong. Kemudian Serenade melihat sekeliling, setelah berhasil menemukan apa yang ia cari, lantas beranjak duduk secara perlahan. Ia menurunkan kedua kakinya yang terasa kaku.

"God damn it, sudah berapa lama aku berbaring di sini?" umpatnya, ia berusaha untuk berdiri meskipun kakinya benar-benar terasa lemas dan beberapa kali terjatuh.

Karena pergerakan brutalnya itu, darah dari infusan naik. Serenade ragu-ragu sebelum pada akhirnya mencabut infusan tersebut dari punggung tangannya. "Nanti kupasang lagi, ya." ucapnya pada diri sendiri.

Serenade berhasil berdiri meski tiang besi infusan menjadi penahannya, ia melangkah susah payah menuju cermin yang berada di pojok ruangan. Sampai perjuangannya itu berhasil, ia berdiri dihadapan cermin dan membeku menatap pantulan dirinya sendiri.

"That seems similar. Oh, wait---" Serenade memajukan wajahnya lebih dekat ke arah cermin. "Aku udah menduganya! Wajah kita beneran mirip."

Cowok berpipi gembil itu menepuk-nepuk kedua pipinya, kemudian tertawa hambar. "What a fuckin' life, why i looks similar with that person? Who's that guy!"

Serenade benar-benar seperti manusia tanpa otak, tertawa dan memasang raut syok secara bersamaan. Sampai ia mulai berasumsi, bahwa kehidupan yang ia jalani semasa koma adalah kehidupan masa lalu seorang remaja yang sedang mencari jati diri.































"I think, we're from different countries."

××




mau ngasih tau, book kali ini
aku bumbui genre fantasy dikit.

Dancing With Death | MinsungWo Geschichten leben. Entdecke jetzt