CHAPTER 9 - THE SECRET

38 8 93
                                    

Kana, jika waktu bisa diulang, apa yang kau inginkan terhadap Akira-kun? — Sachi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kana, jika waktu bisa diulang, apa yang kau inginkan terhadap Akira-kun? — Sachi

Tiba-tiba saja pesan itu terkirim sebelum benaknya memantapkan diri.

"Aduh, sial ... jariku!" pekiknya seiring meremas rambutnya sebal, ia biarkan ponsel itu dipangkuannya hingga terjatuh ke lantai akibat tingkah hebohnya.

Ketika ia pungut kembali ponselnya, tahu-tahu satu pesan telah masuk. Sempat curiga bahwa itu adalah balasan dari Kana. Tapi, ketika melihat nama yang terpampang di sana napas lega dapat ia alirkan tanpa beban.

Mari kita pergi ke tanggal 5 April, pada saat tingkat kedua SMA. Hari itu bertepatan dengan hari pertama masuk setelah liburan musim semi, di tingkat kedua – Hiro.

Apa ada alasan khusus mengapa harus tanggal itu? — Sachi.

Sepersekian detik kemudian Hiro melampirkan foto pada Sachi, sebuah kertas usang yang memuat tulisan tangan Katagiri Akira. Bisa diduga itu adalah buku harian miliknya.

5 April 20xx

Hingga usia ke-17 tahunku, aku belum sanggup jujur terhadap dia. Takut sekali ini akan menjadi penyesalan di masa depanku.

Dari tahun ke tahun, rasanya tiap mendekati hari itu, benakku tak pernah merasa membaik, dan tak semakin tak tenang.


Bagaimanapun, ketika otaknya mencoba menelusuri segala seluk-beluk Akira yang melekat pada memori otaknya, secercah petunjuk tak juga ia temukan. Karena Zoe Sachi tak mengetahui banyak mengenai masa lalu Katagiri Akira, lebih tepatnya ia tak pernah mencoba mencari tahu.

Aneh, mengapa ketika ia memutuskan menikah dengan laki-laki itu tak juga mencoba mengenalnya lebih dalam?

Hiro-kun tahu apa maksudnya? – Sachi

Aku tak tahu, itulah mengapa kita harus mencari tahu – Hiro

"Dia yang bahkan sahabatnya juga tak tahu-menahu, jika begitu sepertinya Akira-kun telah menyembunyikan sebegitu rapatnya," lirihnya menebak-nebak.

Mata ambernya pun ia arahkan kembali pada ponsel pintarnya. Kembali mengetik sebaris pesan untuk Hiro.

Begitu ya. Baiklah, aku akan berkata pada Sotha – Sachi.

Usai pesan terakhir terkirim, matanya kembali menekuri ruang obrolan chat dengan Hiro. Jika dipikir-pikir, ingatannya bahkan tak tahu kapan terakhir kali ia saling berkirim pesan dengan laki-laki ini.

Sepanjang hidupnya, ia bahkan tak pernah merasakan bagaimana melakukan hal wajar terhadap orang yang disukai, saling berkirim pesan, berkencan di akhir pekan, menghadiri festival kembang api bersama.

Mungkin satu kali waktu saja ia melakukan, ketika di Kyoto, di hari terhebat sekaligus meninggalkan ingatan pilu dalam dunia asmaranya.

***

One More LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang