"Nggak deh, masa aku pake baju ini masuk ke Istana." Tolak Vanessa menentang ide Mas.

"Yaudah di mobil aja nanti sayang, matiin kamera dashboard mobil jangan lupa." Sahut Mas yang begitu keren menyetir mobil dengan satu tangannya karena satu tangannya lagi menggenggam tangan Vanessa, kebiasaan Mas ketika laki laki itu menyetir mobil jika sedang bersamanya. Ditambah pakaian dinasnya itu yang membuat Vanessa berkali kali jatuh ke pesona Mas-nya.

"Liatin apa?" Mas tertawa kecil dan menoleh sekilas kearah Vanessa.

"Kamu, ganteng banget heran." Puji Vanessa.

"Masa? Waktu acara sumpah dokter aja kamu bilang Mas jelek." Sepertinya Mas ini punya daya ingat yang kuat, bahkan hal sepele seperti itu saja Mas masih mengingatnya.

"Yaelah masih aja dibahas." Sahut Vanessa memutar kedua bola matanya.

Vanessa mengambil paper bag yang isinya pakaian ganti yang disiapkan oleh Bundanya. Ia melihat dan mengecek baju apa yang Bundanya siapkan kali ini karena mengingat pakaian terakhir yang disiapkan Bundanya itu memiliki warna yang sama dari atas sampai bawah.

"Mas ini nggak papa pake ini ke Istana?" Tanya Vanessa memastikan karena baju yang disediakan Bunda nya agak sedikit memperlihatkan bahunya.

"Nggak papa."

"Serius nih?" Vanessa sedikit tidak yakin.

"Kamu pernah ninggalin outer warna putih bunga di mobil Mas. Kayaknya masih ada di belakang. Pake itu aja nanti untuk nutupinnya." Kata Mas dengan santainya disaat Vanessa sudah panik.

"Lagian Bunda kenapa nyiapin baju kayak gini ya?" Vanessa menebak nebak sendiri.

"Itu karena style kamu kan emang sehari hari seperti itu. Cuma Bunda kamu memang nggak menduga kamu bakal ke Istana hari ini, semuanya juga tiba tiba sayang." Akhirnya mobil yang Mas kendarai masuk ke pekarangan Istana yang sangat luas itu. Mas langsung memarkirkan mobilnya. Mas langsung mengambil outer yang dimaksudnya tadi dan sekaligus mematikan kamera dashboard mobilnya, takut jika Vanessa malah lupa.

"Nih nanti tutupin bahu kamu pake ini ya. Jangan dilepas kalau masih di dalam Istana." Perintah Mas.

"Iya mas." Jawab Vanessa.

"Mas tinggal ya? Nanti kabarin kalau udah selesai ganti biar Mas suruh Paspampres jemput kamu kesini. Jangan lupa kunci mobil nanti." Sahut Mas, setelah itu Mas langsung berlari masuk ke dalam Istana.

Vanessa menghela napasnya, melihat Mas yang tergesa gesa masuk kembali menyadarkan dirinya beberapa hari yang lalu ketika Mas meninggalkannya tiba tiba ditengah bioskop. Ketika saat itu tidak ada pekerjaan atau jadwal Mas yang ada waktu senggang, tiba tiba Mas dapat telfon dan langsung meninggalkannya.

Jadwal Mas itu bisa saja berubah bahkan dalam satu menit kemudian, pasti banyak hal yang mengganggu waktunya bersama Mas dan itu karena pekerjaanya sebagai ajudan orang nomor satu di Indonesia. Mas sungguh semakin sibuk semenjak kembali menjadi ajudan Kakeknya.

Bahkan Mas juga semudah itu membatalkan rencana yang sudah jauh jauh mereka rencanakan dan ketika diganti ke hari yang lain, hasilnya tetap sama. Pasti ada gangguan atau Mas dapat panggilan dari Istana.

Mas tetap memilih pekerjaannya dibanding dirinya sendiri.

"Nes, pasti bakal kayak dulu lagi. Lo yang sibuk di rumah sakit dan Mas yang kembali ke rutinitas sibuknya. Lo ngeluh gini karena lagi libur aja. Nanti kalo udah internship dan udah kerja tetap, lo juga nggak ada waktu untuk nuntut Mas, apalagi kecewa sama Mas." Ucap Vanessa kepada dirinya sendiri.

"Stop ngeluh Nes, itu udah keputusan lo. Jangan sampai Nenek malah ketawain lo karena udah diwanti wanti." Lagi lagi Vanessa meyakinkan dirinya jika menerima Mas adalah takdirnya sendiri. Vanessa berusaha untuk menormalkan segala hal yang ada dihubungannya dengan Mas jika dikaitkan dengan pekerjaan Mas-nya itu. 

He Fell First and She Never Fell?Where stories live. Discover now