Rony tersentak, seketika blushing.

“Heyy kok diem, makasih banyak ya sayang.”

“Eh iyaa, sama-sama. Aku kaget aja kamu peluk tiba-tiba.”

“Ga usah merah gitu mukanya, biasa aja.” Gantian Salma menggoda Rony.

“Ishh engga yaa!!”

“Haha iya iya. Btw emang kamu bawa snacks sesuai warna juga? Kan tadi kamu ga beli.”

“Tenang, pokoknya aman bub. Semuanya ada di tote bag ajaib aku hahaha.”

“Sumpah udah kek doraemon aja kamu. Ya udah ayo kita reveal sesuai warna pelangi ya.”

“Okayy, pinjem hp kamu ya bub, hp aku kan di sana dari tadi.” Tunjuk Rony ke tripod di depan mereka.

“Nihhh.” Salma memberikan hp nya ke Rony.

Mereka pun mulai mengeluarkan satu persatu dimulai dari snack warna merah hingga ungu. Gelak tawa hadir karena saling mengomentari snack yang dipilih masing-masing, ah indahnya. Semoga kebahagian ini selalu menyertai keduanya.

“Sayanggg makasih lagi yaa, pulang dari sini aku harus sujud syukur sih ini mah karena kamu dikirim ke hidup aku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Sayanggg makasih lagi yaa, pulang dari sini aku harus sujud syukur sih ini mah karena kamu dikirim ke hidup aku.”

“Hahahaha lebay amat sii, iyaa sama-sama yaa aku juga makasih karena kamu udah mau aku ajak kesini. Ayoo ah kita buka snacks nya, kamu mau yang mana bub?” Tanya Rony.

“Bingungg bub, pen semuanyaa. Aaakk ottoke?!!”

“Ya kalo kamu sanggup ngabisin dan muat di perut kamu mah aku sok aja buka semua bub.” Saran Rony.

“Nah masalahnya ituu, udah pasti ga akan sanggup.” Salma diam sejenak, “Oke aku tau harus gimana, cap cip cup aja.” Lanjutnya.

“Cap cip cup kembang kuncup, pilih mana yang mau di cup.” Ucap Salma sambil menggerakkan telunjuknya.

“Gemes banget ga kuat pen gue karungin nih cewe.” Batin Rony. Ia hanya tersenyum melihat tingkah perempuannya saat ini.

“Iniiii bub, sekarang giliran kamu.” Salma mengambil snacks sesuai dengan posisi telunjuknya berhenti.

“Okeyy aku ikut cap cip cup selain warna itu ya.” Rony pun mulai menggerakkan telunjuknya.

“Yeayyy, aku ngincer itu tadi tapi ga dapet.”

“Hahaha ya udah nihh, kita buka yaa.”

Mereka melanjutkan bercengkrama sembari menyantap snacks bersama.

--

Dalam perjalanan menuju rumah teman Rony terjadi sedikit perdebatan antara keduanya. Hal itu terjadi karena Salma mengide bahwa ia yang akan membawa motor untuk perjalanan pulang mereka. Tapi Rony tidak setuju, namun Salma adalah Salma. Akhirnya Rony menyerah, memberi pilihan bahwa Salma boleh membawa motornya sampai depan komplek atau tidak sama sekali. Salma pun akhirnya setuju.

“Ony cari mesjid di sini dulu yuk, udah mau dzuhur juga. Sekalian ngadem dulu bentar ya, ga kuat aku kalo kita langsung balik sekarang. Ubun-ubun aku udah mau kebakar ini.”

“Okeyy, ayo naikk.” Pinta Rony.

“Aku yang bawa kann??” Tanya Salma.

“Ca ayo lahh, kan tadi udah deal kita. Dari mesjid nanti sampe depan komplek baru kamu yang bawa.” Ucap Rony, serius.

“Huffttt oke dehh.” Pasrah Salma.

Jam sudah menunjukkan pukul 1 siang, beruntungnya mereka panasnya sudah tidak sementereng tadi, langit dikejauhan pun terlihat mulai mendung. Mereka pun memutuskan untuk pulang.

“Yeayyy aku yang bawa sekarangg.”

“Bub, kamu beneran bisa kan ya?” Rony sedikit ragu.

“Bisa anjir, ayo naikk Onyy.” Pinta Salma.

Salma pun mulai menjalankan motornya, masih aman menurutnya. Tapi bagi Rony jujur saja rasanya sangat tidak nyaman. Ia kembali meragukan ucapan Salma.

“Aca bawanya santai aja, gapapa kok.”

“Aku bisa kan, kamu ngeraguin aku terus.”

“Iya bisa sih, tapi keknya …” Ucapan Rony terpotong. “Awww anjirr!!” Rony meringis.

“Sayanggg, ih sakit yaa? Maaf aku ga liat lubangnya.”

Rony hingga meringis pun bukan semata karena lebay, tapi memang posisinya, Salma menjalankan motornya dengan kecepatan tinggi. Sangat cukup membuat perut terasa nyeri.

“Iya udah gapapa kok, kamu fokus aja.”

Salma sedikit hilang fokus, Ia merasa bersalah. Tangan kirinya Ia gunakan untuk mengusap lutut Rony. Hingga tak sadar Ia hampir menabrak sebuah pohon di pertigaan jalan.

“Acaaaa, awassss!!”

Dengan sigap Rony langsung mencondongkan tubuhnya dan berusaha meraih kemudi. Untungnya hal yang tidak diinginkan pun bisa dihentikan.

Rony turun dan menenangkan Salma yang mematung.

“Hey, udah tenang yaa. Mau minum dulu? Kamu pasti shock.”

Salma menggeleng, “Maaf ya bub, maaf banget gara-gara aku maksa bawa motor kamu jadi kesakitan dan kita hampir celaka. Kamu ga apa-apa kan?“

“Sssttt udahh. Aku gapapa kok, yang penting kita berdua aman. Aku maafin tapi udah ya, sampe sini aja kamu bawanya, sekarang biar aku aja.”

Salma mengangguk. Ia masih merasa bersalah karena ide nya ini, menyesal.

Tidak ada percakapan hingga mereka keluar dari komplek.

“Onyyy.”

“Kenapa?”

“Aku tuh bisa tau sebenernya bawa motor yang bener. Dulu aku pernah belajar sama Papi, Kakang, sama Fabi juga.”

“Fabi? Siapa? Kok gua ngerasa asing sama nama itu.” Batin Rony.

“Hmmm iyaa.” Respon yang keluar dari mulutnya.

“Ihh serius tau bub, waktu itu sama si Fabi aku lancar-lancar aja.”

“Iya Ca.”

“Apa karena motornya beda kali ya? Jadi aku agak kagok.”

“Bisa jadi.”

“Rony kenapa deh anjir jawabnya singkat banget.” Batin Salma, sedikit kesal.

Keduanya diam, tidak ada lagi percakapan yang menghiasi perjalanannya. Sibuk dengan pikirannya masing-masing.

SwastamitaWhere stories live. Discover now