BAB 17 KISAH SEORANG CASIUS (1)

Mulai dari awal
                                    

'Hm...' Casius melirik neneknya curiga. Apa nenek sedang membohonginya?

"Nyerah! Cassie nggak tau, nek."

Casius menyodorkan lukisan di tangannya pada sang nenek.

"Apa Anda yakin, tuan muda?"

Anak itu menggembungkan pipinya. "CASSIE! Jangan panggil 'tuan muda'! Panggil 'Cassie'! Lagian kenapa nenek tiba-tiba manggil Cassie kayak gitu? Sangat menyebalkan!" protes Casius yang memalingkan wajahnya. Ia kesal. Kenapa pula tiba-tiba neneknya memanggilnya 'tuan muda'? Bukankah itu panggilan untuk anak-anak bangsawan?

'Cassie kan bukan bangsawan!' Yang Casius tahu, dirinya adalah cucu neneknya yang pernah menjadi pelayan bangsawan.

Sementara orang tua Casius? Nenek mengatakan bahwa ibu Casius meninggal sementara ayahnya sibuk bekerja untuk kemakmuran negeri –sejujurnya Casius kecil tidak terlalu paham apa maksudnya. Mungkin ayahnya adalah pegawai negeri atau prajurit sipil?

Nenek Casius sendiri bukan orang yang cukup kaya untuk menyewa rumah di ibu kota. Ia hanya memiliki sepetak tanah dengan rumah kecil yang terletak di dekat hutan. Tempat itu cukup terpencil karena banyak orang mengatakan hutan dipenuhi dengan binatang buas yang akan keluar sewaktu-waktu. Namun tampaknya itu hanya rumor karena Casius bahkan tidak pernah melihat seekor babi hutan keluar dari sana.

"Tuan mud-"

"Cassie!"

Neneknya sangat keras kepala. Padahal Casius sudah bilang bahwa panggilan itu membuatnya tidak nyaman.

"Kalo nenek panggil gitu lagi, Cassie nggak mau peluk-peluk nenek selama-... satu, dua, tiga- TIGA HARI! Humph!"

Keputusan Casius sudah bulat. Ia akan menghukum neneknya dengan ini walaupun dirinya juga ikut tersiksa. 'Hanya tiga tari. Cassie pasti bisa tahan kalo cuma tiga hari!' Casius menguatkan diri.

"... Cassie."

Casius menarik sudut bibirnya. Matanya menyipit, lesung pipinya terlihat ketika anak itu menoleh.

"Yaa~?"

"..."

Lama tak mendengar balasan, Casius pun memiringkan kepalanya.

"Cassie sebentar lagi ulang tahun kan?" Casius mengangguk. Nada lembut neneknya entah kenapa terasa aneh. Seolah ia berat untuk mengatakan sesuatu.

"Bentar lagi umur Cassie jadi lima tahun!"

Wanita tua yang Casius panggil 'nenek' itu tersenyum lembut.

"Apa Cassie ingin bertemu ayah?"

Manik merah Casius berbinar. Namun kemudian ia menundukkan kepalanya, memikirkan sesuatu dengan sangat serius.

"Cassie mau. Tapi ayah sibuk, kan?"

Sang nenek menggeleng. Tatapannya yang teduh membuat Casius terhanyut.

"Kita akan mengunjungi ayah. Cassie mau?"

Casius tentu mengangguk dengan antusias. Wajar saja, dirinya tak pernah bertemu sang ayah sebelumnya, bahkan mengetahui wajahnya saja tidak. Nenek selalu mengatakan bahwa ayah Casius harus melakukan pekerjaan yang sangat penting, tanpanya wilayah ini akan diserang oleh monster dan orang jahat. Jadi Casius tak bisa melakukan apapun selain mengeluh pada neneknya.

Tapi hari ini, nenek mengatakan bahwa ia bisa bertemu ayahnya?

"Heheh, Cassie nggak sabar mau ketemu ayah!"

Casius terkikik. Pikirannya telah melayang jauh, memikirkan bagaimana pertemuan pertama mereka nanti? Apakah ayahnya akan terkejut? 'Hihi, Cassie akan mengejutkan ayah!'

Putra Bajingan Duke Adalah PsikologTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang