"Kalo gue pendidikan sa, kan lama tuh 4 tahun-an kalo gue lupa gimana sama Lo?" ujar cowok itu sambil menatap manik mata gadis di sebelahnya—tatapan yang sungguh selalu dapat membuat jiwa raga gadis itu luruh begitu saja, tatapan yang menyejukkan, tatapan itu punya sejuta makna dalam satu kata.

"Nanti dateng ya ke rumah, bilang ke gue 'sayangg ini cewe kamuu' terus peluk gue ya sa, gue yakin pelukan itu bakalan bantu gue untuk ingat segalanya. Karena sampai saat ini, obat terampuh untuk gue itu pelukan Lo."

gadis itu terpaku beberapa saat, tubuhnya seperti mati rasa—seluruhnya. bagai tersengat listrik yang entah dari mana asalnya, ucapan itu entah mengapa memiliki makna yang sulit di terka oleh nya.

entahlah, semuanya terlalu samar untuk di genggam dan di rasakan.

"Lo amnesia sama cewek lo sendiri ? Tega banget" ujar gadis itu lesu sambil mengerucutkan bibirnya—lucu.

"Gue aja suka lupa napas, gimana kalo gue ninggalin Lo?tanpa kabar dari Lo? " ujar cowok itu lagi.

"tandanya lo nggak serius dong sama gue"

"serius, banyak omongan gue yang harus gue pertanggungjawabkan gue mungkin bisa lupa sama orangnya, tapi gue nggak akan pernah bisa lupa sama kenangannya."

cowok itu kemudian mendekat, mulai merapatkan tubuh keduanya, hingga tak ada celah lalu sebelah tangannya merangkul pundak yang selama ini menjadi tempat ternyaman nya untuk bersandar.

"Naesa, makasih ya! Makasih untuk segalanya perasaan gue habis di elo sa." ujarnya lirih lalu memeluk dan mengecup singkat kening gadis nya itu.

"Mari habis kan, hidup yang cuma sekali ini dengan menjadi dua insan yang saling mencintai hingga ajal menjadi alasan kita untuk terpisah sa."

gadis itu menambah kecepatan kendaraannya, ingatan itu selalu saja muncul di saat ia seorang diri.
tentang siapa yang menjadi tokoh utama, jawabannya tetap sama—hanya dia yang menjadi tokoh utamanya.

sekarang, hanya ada kenangan.

cerita lama yang entah mengapa seperti memiliki jiwa hingga mampu bersemayam lebih lama dalam memori ingatan dan terus-menerus menebar luka tak kasat mata.

hingga sampai, motor hitam itu tiba di pelataran rumah sederhana yang begitu nyaman untuk di tinggali. Dengan taman yang lumayan luas, dan di hiasi oleh bunga-bunga hias dan beberapa pohon yang tidak begitu besar namun rindang di bibir pagar.

gadis itu menghela napas berat, pintu yang terbuka dan lampu yang menyala dari dalam seperti menghidupkan kembali suasana pada benda mati yang di huni oleh keluarga itu.

HAHAHAHA

samar-samar Indra pendengar nya menangkap suara gelak tawa bahagia yang mendominasi keadaan di dalam rumah itu.

Berusaha tidak memperdulikan keadaan tersebut, gadis itu mengambil langkah gontai menuju kedalam bangunan itu.

"Assalamualaikum, esa pulang" ujarnya memberi salam lalu tanpa ingin bergabung dengan insan yang sedang asik bercengkrama itu ia melanjutkan langkahnya menuju kamar.

"Sa, kamu kemana aja? Pantas anak gadis pulang se larut ini? Kalo kamu gak mau pulang ke rumah bilang aja biar sekalian kamu keluar dari rumah ini!" Ujar wanita paruh baya yang sedang duduk di sofa dan di apit oleh dua orang gadis yang memiliki paras cantik dan serupa.

"Bund, udah esa baru pulang" ujar gadis itu lirih.

Wanita itu berdiri dan menghampiri anak gadisnya, " kamu pergi sekolah tadi kesiangan, pulang sampai selarut ini, siapa yang nggak khawatir hah? Kalo emang kamu gak senang tinggal di rumah ini, bilang aja." ujarnya ketus.

gadis itu menatap wanita yang melahirkannya itu dengan tatapan kesal, entah apa sebenarnya yang bunda nya itu ingin kan dirinya tak tahu. Selalu saja salah, apapun yang dirinya lakukan selalu saja salah di mata bundanya.

Kali ini dirinya menyadari bahwasanya dirinya memang salah, namun terlepas dari itu semua gadis itu terlalu muak untuk sekedar berdebat hebat dengan sang bunda.

dirinya terlalu muak untuk kembali ke rumah dan mendengarkan Omelan sang bunda. ia terlalu muak untuk selalu di salahkan atas kesalahannya walau sedikit saja.

"tiba aku buat baik aja, bunda ga pernah notice, coba aku buat salah sekali aja 7 hari 7 malam bunda omelin" ujarnya kesal.

"Loh ya terserah bunda dong, kalo kamu tinggal di rumah ini ya ikutin peraturannya, lagian kamu itu anak gadis, bukannya ngerjain kerjaan rumah malah asik sama dunia kamu sendiri—dulu ya bunda—" namun belum selesai wanita itu melanjutkan kalimatnya sudah terlebih dahulu di sela oleh anak gadisnya.

"Bunda—bedain bund zaman bunda kecil sama zaman sekarang, jangan kolot please " ujarnya pelan, nadanya terdengar begitu lelah.

"Udah ya esa masuk dulu." Ujarnya lagi lalu berlalu begitu saja meninggalkan sang bunda yang berdiri dengan tatapan kesalnya.

"Bunda, jangan sedih ya, kan ada shela sama sheli di sini, kita siap kok bantuin bunda kalo bunda lagi butuh apa-apa." Ujar seorang gadis yang sedari tadi hanya menonton pertengkaran antara ibu dan anak kandung di ruang keluarga itu.

wanita itu tersenyum manis, senyuman itu begitu teduh, walau sudah memasuki era setengah abad wanita itu tetap saja cantik—usianya tidak mampu melunturkan kecantikan dalam dirinya.

TBC

hai, gimana perasaan kalian baca prolog ini?

kira-kira siapa ya shela dan sheli ini, kok—hmm

oiya, cowok yang ada di ingatan naesa juga siapa ya?

penasaran sama kelanjutannya?

ayo vote+comment !

terimakasih yaa

ARSHAKAWhere stories live. Discover now