Melihat kesibukan Keenan di mejanya, Rere mengalihkan pandanganya pada Kaycia disampingnya. Ia melihat temannya itu tengah melamun, tidak seperti biasanya. 

"Lo kenapa?" Rere sedikit berbisik karena suasana kelas sangat berisik.

Tersadar dari lamunannya Kaycia menoleh, "emm, gak apa-apa." jawabnya diselingi tawa garing.

Rere mencoba menelisik. Ada sesuatu yang disembunyikan oleh temannya itu. Sementara Kaycia menjadi kikuk diperhatikan demikian.

Kaycia merasa tidak nyaman dengan tatapan penuh kekepoan Rere.

"Re, kalau lo cinta sama seseorang, lo bakal ungkapin gak?" ucap Kaycia berbisik, mengungkapkan keresahan hatinya yang sedari semalam terus bergelut di dalam kepala.

"Diungkapin lah ... Kalau gak diungkapin langsung, takut ditikung gue."

"Tapi tunggu, jangan bilang lo ...."

Kaycia membekap mulut Rere, takut intonasi suaranya bisa terdengar orang lain apalagi Keenan.

"Sstt, pelan-pelan aja." peringat Kaycia dibalas anggukan Rere.

"Sama siapa, jangan-jangan lo cinta sama kak Asten?" tebak Rere takut-takut.

Kaycia tertunduk lesu, "iya gue cinta sama kak Asten. Sekarang gue bingung harus ngungkapin gimana. Sementara lo tau sendiri Papa sama kak Keen gak akan bolehin gue sama kak Asten punya hubungan lebih."

Rere mengangguk mengerti, ia sangat prihatin dengan kisah percintaan temannya ini. "Lo ungkapin aja perasaan lo ke kak Asten. Siapa tau suatu saat nanti orang tua dan kakak lo bisa terima kak Asten. Gue tau banyak Ci tentang gimana sakitnya pendam perasaan, gak enak dan nyiksa banget."

"Siapa tau kak Asten terima cinta lo." lanjut Rere, menaik turunkan kedua alisnya menggoda Kaycia.

Semburat merah muncul di pipi Kaycia, "kak Asten udah ngungkapin cintanya ke gue lebih dari satu kali."

"WHAT?!" ah tidak, Rere kelepasan. Ia membekap mulutnya sendiri, terkejut mendengar ungkapan Kaycia. 

Demi apapun ia tidak menyangka, sosok iblis pembully di Darmawangsa bisa mencintai perempuan. Yang ia dan semua orang-orang tau, jika Asten itu anti perempuan.

Karena ulah Rere, semua teman-teman kelasnya mengalihkan atensi pada mereka terutama Keenan.

"Ada apa?" tanya Keenan.

"Eh nggak, nggak. Kita lagi cerita horor, hehehe." ucap Rere.

"Oh." singkat Keenan kembali pada ponselnya.

"Hampir aja." Kaycia mengelus dadanya lega.

"Sorry Ci, gue kaget." cengir Rere.

"Terus-terus, lo terima gak?"

"Ya nggak lah ... Kalau gue terima, gak mungkin gue ngelamun kayak tadi." decak Kaycia.

"Iya juga. Ci, kata gue mah mending lo ungkapin juga perasaan lo. Seperti yang gue bilang tadi, lo bakal tetep kayak gini seterusnya kalau gak lo ungkapin." ujar Rere menyetujui.

"Re ..." Kaycia memeluk erat Rere, berterima kasih telah memberinya pencerahan. 

Dengan bantuan Rere mencegah Keenan agar tidak mengikutinya, Kaycia berhasil pergi dari kelas dengan tenang. Ia akan menemui Asten, ingin mengikuti saran Rere.

Belum tiba di kelas Asten, Kaycia sudah lebih dulu melihat sosok Asten sedang berjalan di koridor sekolah. Tampaknya Asten baru saja sampai.

"Kak Asten!!" panggil Kaycia, melambai ceria ke arah Asten. Tentu, panggilan Kaycia membuat Asten ikut melambai dan tersenyum padanya.

Baru saja ingin mengangkat bicara, Kaycia dikejutkan oleh kedatangan Lidya. Lebih terkejutnya lagi Lidya datang dengan merangkul Asten dan mengatakan hal-hal yang ambigu.

"As, kenapa lo gak nungguin gue di parkiran? Padahal kan gue cuma ambil ponsel di jok mobil lo." 

Melihat raut wajah Kaycia yang berubah, Asten langsung menurunkan tangan Lidya. 

"Eh ada primadona sekolah baru. Maaf gue gak tau kalau ada lo." ucap Lidya seolah baru menyadari kedatangan Kaycia, padahal sedari awal ia sudah mengetahuinya.

Kaycia tersenyum kikuk.

"Yuk As, kita ke kelas." ajak Lidya, kembali merangkul lengan Asten.

Asten menatap Lidya tajam, mengerti dengan sikapnya. "Gak sekarang Lid! Dan jangan coba-coba!" bisik Asten menggeram, menyentak tangan Lidya. Setelahnya meraih tangan Kaycia dan membawanya pergi dari sana.

.................

"Kak Asten ..." panggil Kaycia, menautkan kedua tangannya. 

Sebelumnya ia merasa semangat ingin mengungkapkan perasaannya, tapi entah mengapa dihadapkan langsung dengan situasi ini membuatnya menjadi gugup setengah mati.

"Iya?" ujar Asten, menanti ucapan Kaycia selanjutnya.

"Kak Asten masih cinta sama aku?" 

Eh!

Kaycia merutuki perbuatannya. Pertanyaannya begitu bodoh dan Kaycia menyesalinya.

Asten merendahkan tubuhnya, menyamai tingginya dengan Kaycia. "Kenapa tanya itu?" 

Sungguh, jantung Kaycia berdegup tak karuan. "Aku mau jawab ungkapan kak Asten kemarin." 

"Tentang?" 

"Tentang hubungan kita. Aku juga mau." ucapnya semakin dalam menunduk.

Lama, Kaycia tidak mendengar reaksi dari Asten. Ia menegakkan kepalanya, bersitatap langsung dengan Asten. Bisa ia lihat, Asten terpaku karena ucapannya.

"Katakan lebih lantang." ujar Asten.

"Aku juga mau hubungan kita lebih dari sekedar teman." Kaycia mengulangi ucapannya lebih rinci.

Ya Tuhan! Rasanya Asten ingin sekali berteriak sekencang mungkin, memberitahu semesta bahwa keinginannya terkabul, cintanya terbalaskan oleh perempuan pujaannya, dan saking bahagianya ia tidak bisa berkata apapun selain membalikkan badannya mengayunkan tangannya tinggi-tinggi dan menyentaknya ke bawah seolah mengatakan 'YES!'

Badannya kembali ia balikkan, menghadap Kaycia lalu memeluknya erat. Haru bercampur bahagia, tak terasa air matanya terjatuh dari pelupuk matanya. Seumur hidupnya, baru kali ini ia merasakan kebahagiaan yang luar biasa seperti ini.

"Makasih, my girl ... I love you." lirih Asten, menenggelamkan wajahnya dipundak Kaycia, menyembunyikan air matanya yang mulai bergulir.

"I love you too, kak." balas Kaycia tak kalah senangnya. 

Pikiran dan hatinya berangsur tenang setelah mengungkap perasaannya. Ia meminta maaf karena sebelumnya sudah menjadi manusia yang plin-plan, berusaha menghindari Asten namun pada kenyataannya hatinya sudah mencintai Asten. 

Dibalik kebahagiaan yang sedang Asten rasakan hari ini, ada sesuatu yang membuatnya semakin takut kehilangan Kaycia. 

'Gue bahagia lo bisa terima gue, Cia. Tapi ... kejadian semalam, buat gue takut mereka ambil lo dari gue.' 
.
.
.
.

To be continued

My Nerd Is Perfect {END}Where stories live. Discover now