01

57 5 0
                                    

Terik matahari yang berhasil menyengat kulit di siang hari nyatanya tak membuat jalanan arteri kota ini menjadi sepi. Seterik apapun hari atau pun sekuat apapun badai menerjang, jalan-jalan utama di tengah kota ini selalu padat. Terlebih tiga hari lagi adalah hari raya lebaran, jelas jalanan semakin padat. Asap dari knalpot kendaraan membuat hawa siang itu semakin panas. Jangankan jalan arteri, jalan-jalan kecil di sana pun ikut padat.

Dari jalan arteri, masuk sedikit ke salah satu jalan kecil, berdirilah sebuah bangunan berpintu 15. Bangunan dua lantai bercat kuning gading yang di depannya terdapat pagar biru dengan spanduk yang menghiasinya. 'Kosan Putra Pa Haji Nana', kurang lebih seperti itu tulisannya. Masuk ke dalam, terdapat lahan kosong yang diberi paving blok. Di sana terparkir tiga buah mobil, satu mobil Toyota Fortuner hitam keluaran 2015, satu mobil Daihatsu Rocky berwarna kuning menyala yang usianya belum genap 2 tahun, dan satu mobil Suzuki Baleno merah yang genap berusia 5 tahun bulan lalu. Lalu, di pinggirnya berjajar rapi 9 motor, 3 motor Beat merah, biru, dan hitam yang sama-sama keluaran tahun 2016, 1 motor CBR 250R yang belum genap 5 tahun, 2 motor Scoopy biru tahun 2011 dan hitam tahun 2019, 1 motor Vespa Sprint kuning yang juga belum genap 5 tahun, 1 motor Vespa jadul berwarna biru tua dan 1 motor Kawasaki W175 SE biru. Semua kendaraan tersebut adalah milik 13 penghuni kosan yang ada di sana.

Walaupun jumlah kamar yang disewakan ada 15, tapi, setahun belakangan ini tidak semuanya habis disewa. Ada 2 kamar yang tersisa. Namun, Pak Haji sebagai pengelola sudah sangat bersyukur. Kosan yang ia kelola sejak 7 tahun yang lalu, tepatnya sejak dirinya pensiun dari pekerjaan karena usianya yang sudah lanjut tersebut akhirnya bisa tembus lebih dari 10 pintu yang terisi. Sepanjang ia mengelola usaha tersebut, hanya ada 6 kamar yang terisi. Dua tahun yang lalu, 5 di antaranya telah keluar dan tersisa 1 penghuni yang bertahan di sana. Di tahun yang sama, 4 penghuni baru datang. Dan tahun lalu, kosan Pak Haji kedatangan 8 penghuni baru. Lumayanlah, suasana di kosan itu menjadi ramai sejak kedatangan penghuni-penghuni baru tersebut.

Dulu, setiap kali memasuki bulan puasa tepatnya saat mendekati tanggal perkiraan Idul Fitri, satu per satu penghuni akan pamit untuk pulang ke rumah masing-masing. Biasanya, hanya tersisa 1 orang saja, Saguna, yang berakhir dibawa pulang ke rumah oleh Pak Haji karena khawatir jika meninggalkan anak itu sendiri di kosan. Lagipula, Pak Haji membawa Saguna ke rumahnya agar anak itu bisa merayakan hari raya bersama. Namun, penghuni sekarang sangat berbeda dengan penghuni terdahulu. Sampai hari ini saja, tiga hari sebelum hari lebaran, tak ada satu pun penghuni yang datang untuk pamit pulang kampung. Pak Haji sampai terheran-heran. Tahun lalu, masih ada Abhi dan Aji yang pamit pulang ke rumah orangtua mereka untuk merayakan Idul Fitri. Tapi, tahun ini benar-benar tidak ada satu pun yang datang ke rumah atau sekedar mengirim pesan untuk pamit. 

"Apa pada gak pulang, ya?"

Pertanyaan Pak Haji tersebut telah masuk ke notifikasi ponsel salah seorang anak kos lama. Namanya Bumantara Harsya Maulana atau yang akrab dipanggil Maul. Maulana yang tengah membereskan kamar kosnya pun seketika menghentikan kegiatannya. Mengirim beberapa pesan sebelum beralih ke roomchat grup anak-anak kos. Dikirimnya pesan yang berisi pertanyaan dari Pak Haji. Dari sekian banyaknya jawaban, hanya ada satu inti yang sama. Tidak. 

Mereka semua tidak pergi pulang kampung dengan alasan yang beragam. Saguna, penghuni kos terlama tak perlu ditanya mengapa, dia sudah dapat dipastikan tidak pulang. Jevan dan Rajendra tidak pulang karena rumah mereka kosong, maksudnya kedua orangtuanya sangat sibuk yang jelas membuat saudara kembar itu memutuskan tidak pulang. Arjuna dan Abhi yang tidak pulang karena tidak kebagian tiket kereta api. Aji yang memilih tidak pulang karena terpaksa. Ya, terpaksa karena tepat di hari raya, ia harus datang ke kampus untuk mengumpulkan tugas. Wira dan Adipati tidak pulang karena sang ibu tidak di rumah dan satu alasan lainnya yang membuat Wira enggan pulang. Ryan yang tidak pulang sebab ia terbiasa pulang saat akhir tahun karena harga tiket pesawat yang lebih murah ketimbang saat hari raya. Shandy yang memilih bermalam di kosan ketimbang di rumahnya padahal rumahnya masih berada di kota yang sama. Katanya, "Nanti aja pas abis shalat ied. Sore juga balik kosan,". Maghsal yang jelas tidak pulang karena keluarga berada di luar negeri. Adin yang memilih tidak pulang sebab uang yang diperuntukkannya untuk pulang harus dipakai untuk biaya servis motornya di bengkel hari ini. Dan Maulana sendiri memilih untuk tidak pulang sebab sang ibu yang telah berpulang dan sang ayah yang telah lama memiliki keluarga baru. Paling, sehari sebelum hari raya sang adik akan datang ke kosan dan bermalam di sana seperti tahun lalu.

"Ya sudah, ke rumah, ya. Bapak tunggu."  Maulana memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya. Merapikan kamarnya asal, lalu keluar mengunci pintu.

***

Maulana yang selalu ditugaskan untuk menjadi juru masak di kosan terduduk di salah satu kursi makan. Setelah semalam ia diamanatkan beberapa lembar uang oleh bapak kos untuk berbelanja keperluan lebaran nanti, hari ini Maulana meminta dua rekan kos nya untuk berbelanja ke pasar. 

Jam di layar ponsel Maulana telah menunjukkan pukul 6 lebih 5 menit. Lelaki bertubuh jangkung itu duduk di kursi makan seorang diri sembari menatap ke arah tangga gelisah. Sudah 15 menit dirinya menanti dua penghuni kamar atas turun. Dua orang itu tak lain adalah Rajendra dan Adipati yang sebelumnya mendapat tugas untuk berbelanja kebutuhan lebaran esok oleh Maulana. Pasar memang tak jauh dari kosan, tapi, jika siang sedikit saja, beberapa komoditas pasti sudah habis terjual di sana. Terlebih hari ini adalah 2 hari menuju lebaran.

"Lama amat!" seru Maulana ketika melihat Rajendra menampakkan batang hidungnya.

"Nyari outfit," jawab laki-laki berwajah manis itu santai. Maulana menatap laki-laki itu dari atas sampai bawah. Maulana mengulanginya beberapa kali. Laki-laki berkaos putih dengan cardigan biru, celana panjang hitam, dan sepatu kulit berwarna gading, berjalan santai dengan senyuman manis di wajahnya. Wajah tanpa dosa, kalimat yang cocok untuk Rajendra saat ini. 

Maulana hanya bisa geleng-geleng kepala. "Bang, mending pake sendal swallow,"

"Napa emang?"

"Bang, pasar deket kosan tuh belum pasar modern. Masih tanah, pasti becek, mana semalem ujan. Yang ada sepatu kulit Abang pulang-pulang ganti warna jadi coklat tua," Rajendra menatap kedua kakinya, lalu menggelengkan kepalanya, "Gak matching,"

Istigfar. Banyak-banyak istigfar. Hanya itu yang bisa dilakukan Maulana. "Suka-suka lo aja, bang,"

"Hai, guys!" Belum selesai dengan penampilan Rajendra, Maulana kini beralih menatap Adipati yang akhirnya menampakkan diri. Sabar, banyak-banyak sabar Maulana. Maulana lelah dengan dua temannya itu. Benar-benar di luar nalar. Penampilan Adipati tidak jauh berbeda dengan penampilan Rajendra. Kaos putih dengan cardigan hitam, celana jeans panjang, serta sepatu Nike Air Jordan biru hitam milik sang kakak. Penampilan mereka sama sekali tak tampak seperti orang yang hendak pergi berbelanja ke pasar melainkan hendak pergi ke mall. Laki-laki itu menuruni anak tangga dengan mata yang tertuju pada kamera belakang ponselnya. Jelas, kalian pasti dapat menebak apa yang sedang laki-laki itu lakukan.

Benar. Dia sedang nge-vlog. Capek, batin Maulana.

"Mau belanja ke pasar apa blusukan?" tanya Maulana sarkas.

"Belanja, sekalian nge-vlog," jawab Adipati cengengesan.

"Bisa-bisanya yang mau belanja dua orang ini," gumam Maulana yang berhasil tak didengar oleh dua orang lainnya. Tangannya mengeluarkan secarik kertas. Kertas bekas struk belanjaannya semalam. Di sana telah tertulis apa saja yang harus di beli oleh kedua anak itu, lengkap dengan rincian jumlahnya.

"Kalau sisa, jangan dibelanjain yang lain. Bawa balik aja, ntar dipikirin buat beli apa. Kalau kurang, talangin dulu, ya. Ntar bilang kurangnya berapa, sisa buat beli apa," jelas Maulana sembari menyodorkan kertas itu dan juga beberapa lembar uang belanja pada Rajendra. Dua orang itu mengangguk tanda paham.

"Kalau kurang, lu bakalan minta ke Pak Haji?" tanya Adipati.

"Bakal gue gantiin," jawab Saguna yang tiba-tiba muncul dan berjalan menuju dispenser dengan botol minum termos berwarna hitam polos.

"Serius, bang?" tanya Maulana yang dijawab dengan lirikan mata sesaat saja.

"Ya, udah, kita belanja dulu," pungkas Rajendra yang berlalu, kemudian diikuti oleh Adipati di belakangnya dengan mata yang tetap tertuju pada ponselnya.

Ya, kurang lebih begitulah yang sering terjadi di kosan milik Pak Haji Nana ini.

Semua Dirayakan | Seventeen FriendshipWhere stories live. Discover now