Hal yang paling membuatnya kecewa adalah pesta perpisahan Mas bersama Bapak dan seluruh anak anaknya ditunda sampai waktu yang tidak ditentukan karena alasan Bapak yang belum ada jadwal senggang dan Mas yang lagi sibuk sibuknya di Batalyon.

Vanessa merogoh celana koasnya yang berwarna pink pastel, ia mengambil ponselnya. Ia mengecek notifikasi apakah Mas ada membalas pesannya atau tidak. Ternyata tidak ada, sudah sembilan jam Mas tidak menggubrisnya.

"Huh sesibuk itu kah?" Gumam Vanessa di dalam mobilnya. Ia menempelkan dahinya itu ke stir mobilnya.

Vanessa dengan segala perjuangannya berhasil membujuk Bapak untuk mengizinkannya kembali membawa mobil. Walaupun harus menangis dulu tapi ia sungguh lega karena akhirnya ia diizinkan kembali menyetir. Alasannya ia tidak mau dianter atau dijemput oleh ADC Kakeknya kalau bukanlah hal yang mendesak. Ia ingin mandiri tanpa menyusahkan siapapun. Apalagi semenjak Mas tidak ada, ia tidak mau lagi dianter atau dijemput siapapun selain Mas-nya.

Untungnya, Mas juga berhasil dibujuk oleh Vanessa. Awalnya laki laki itu keras sekali tidak mengizinkan Vanessa kembali menyetir. Tapi karena Bapak memperbolehkan, Mas tidak bisa melarang juga.

Sepulangnya dari kegiatan koasnya yang sangat lelah, Vanessa tidak langsung pulang ke rumah. Justru ia berbalik arah menuju rumah orang tuanya Mas. Seperti yang sering dibilang oleh Mas dulu jika ia merindukan atau mengkhawatirnya Mas-nya, Vanessa menenangkan dirinya ke rumah orang tua Mas, seperti saat ini.

"Mama.." Setelah Vanessa memarkirkan mobil HR-V terbaru warna putih miliknya, ia langsung memeluk Mama Mas yang menyambutnya di luar.

"Capek ya Nes?" Mama mengelus punggung Vanessa. Namun gadis itu hanya terdiam.

"You oke sayang?" Tanya Mama memastikan.

"Ma, Mas kemana ya?" Tanya Vanessa.

Mama tertawa kecil melihat calon menantunya itu yang terlihat lelah dan khawatir secara bersamaan.

"Wajar Nes, baru kembali ke Batalyon, pasti lagi sibuk sibuknya." Mama membawa Vanessa masuk ke dalam rumah.

"Masa iya sesibuk itu Ma? Bisa bisanya Mas nggak bales chat aku sampai 9 jam lamanya?" Rengek Vanessa kepada Mama yang menahan senyumnya.

"Namanya juga Wandanyonif, sayang. Si Adek yang langsung terjun melakukan pengawasan, pelatihan, penilaian, dan melakukan perencanaan. Chat Mama juga belum dibalas kok, nggak papa sayang, nanti kalau Adek udah luang pasti dibalasnya." Mama mencoba memberi pengertian kepada Vanessa.

"Mas belum pernah pulang kesini Ma setelah jadi Wandanyon?" Tanya Vanessa.

"Belum sayang." Mama mengambil beberapa nasi dan lauk pauk untuk Vanessa. Mama juga terlihat khawatir dengan kondisi Vanessa yang baru datang tadi rambutnya acak acakan, wajahnya yang pucat, dan sangat lesu.

"Ini makan dulu Nes, ada dendeng tuh. Kamu jangan sampai sakit." Mama mengelus punggung tangannya.

"Habis operasi?" Tanya Mama, sepertinya Vanessa mengerti mengapa Mama tahu, ada bercak darah di leher baju koasnya.

"Hehe iya Ma, maaf ya aku nggak ganti baju, capek banget kalau mau ganti baju tuh." Keluh Vanessa yang mulai memasukkan makanannya suap demi suap ke mulutnya.

"Sibuk banget ya Nes?" Mama duduk tepat didepannya.

"Makin parah kayaknya Ma, kayaknya stase depan makin susah deh, ini stase saraf aja rasanya aku mau kabur aja. Banyak banget pasien atau kasus baru. Nggak ada waktu aku istirahat sebenernya, jarang jarang aja nih aku bisa pulang." Ucap gadis cantik itu.

"Papa mana Ma?" Tanya Vanessa heran karena tidak melihat keberadaan Papa Mas.

"Udah tidur Nes, lagi kurang sehat." Vanessa menganggukan kepalanya.

He Fell First and She Never Fell?Where stories live. Discover now